Dali dan Zahra Meng-KO-kan Sang Mantan
Beberapa waktu lalu ada beberapa kali saya harus menemani anak-anak bertemu dengan papa mereka yang kebetulan sedang dinas ke Jakarta. Benernya seh saya merasa enggan menemani anak-anak ketemuan ma papa mereka, karena saya merasa tidak etis lagi bertemu dengan mantan suami dimana saya merasakan adanya keharusan untuk menjaga perasaan istrinya yang pasti tidak suka kalo tau suaminya bertemu dengan mantan istri walopun dalam rangka mengantarkan dan menemani anak-anak. Satu alasan lain untuk keengganan saya menemani anak2 karena saya tidak mau timbul "false hope" atau harapan palsu dalam diri Dali dan Zahra bahwa papa dan mami akan jatuh cinta lagi dan berkumpul kembali sebagai satu keluarga. Tetapi karena anak-anak tidak mau bertemu dengan papa mereka kalo tidak ditemani oleh saya. Maka untuk sekarang ini mau ga mau saya harus ikut menemani anak-anak bertemu dengan papanya.
Sepulang dari kantor, saya berjanji untuk mengajak anak-anak ke Gramedia. Kebetulan saya dan anak-anak mempunyai banyak kesamaan hobi diantaranya nongkrong di toko buku, dan setibanya di toko buku saya dan anak-anak akan berpisah menuju bagian buku favorit masing-masing. Anak-anak bisa dipastikan akan menuju ke bagian cerita anak-anak dan saya sendiri akan menuju ke bagian novel dan memoar favorit. Karena itu, ketika mantan suami menelepon ingin bertemu dengan anak-anak, maka saya pun mengusulkan untuk bertemu di Gramedia saja. Dan bagi saya pun lebih enak ketemuan di Gramedia karena setidaknya saya bisa meminimalkan waktu bertemu dengan mantan suami, karena dia pasti akan bersama anak-anak di bagian buku komik cerita anak2.
Akan tetapi, ternyata anak-anak mengeluh lapar sehingga mantan suami mengajak saya dan anak-anak mampir ke resto terdekat untuk makan malam. Wah ternyata doa ku tidak terkabul ya ...(iya lah Vie, pasti Tuhan akan lebih mendengarkan keinginan hati anak-anak kamu untuk berlama-lama dengan papa mereka).
Ya udah deh akhirnya kita jadi makan malam dan ditengah keasyikan makan malam itu tiba2 Zahra menyeletuk, "Papa, tadi di sekolah Zahra kan di ajarin tentang keluarga inti. Papa tau ga tentang keluarga inti? Keluarga inti itu terdiri dari ayah, ibu dan anak. Yah sama kayak kita gini, tapi kekurangannya ada satu pa"
Terus papanya bertanya,"Apa Zahra?"
"Kita ga ada papa", jawab Zahra dengan cueknya.
Terus untuk menetralisir keadaan, saya bilang ke Zahra, "Ada kok papa Zahra"
"Ga ada dong mami...papa kan di Medan, ga tinggal serumah ma kita.
"Zahra...jangan ngomong begitu," tak sadar saya pun jadi menghardik Zahra.
"Siapa yang bilang begitu ma Zahra?" tanya papa-nya.
"Bang Dali," Jawab Zahra sambil melihat ke arah abangnya yang tumben keliatan cuek banget.
Hm...saya liat tingkah mantan suami menjadi diam dan sepertinya serba salah begitu.
Dan Zahra pun melanjutkan, "Oh ya mami, tadi juga ditanyain di ulangan sekolah nama ayah dan nama ibu terus Zahra tulis aja nama nya papa dan namanya mami, ga apa apa kan pa? Ibu guru ga tau ini kalo papa dan mami udah bercerai,bukan suami istri lagi'
Wah saya liat muka suami makin berubah dan tidak bisa berkata apa2. Akhirnya saya pun merasa harus mengatakan kepada Zahra bahwa meskipun orang tuanya bercerai, sudah bukan suami istri lagi, tetap saja kami adalah orang tua (papa dan mami) Dali dan Zahra.
Saya pun tidak yakin Zahra sepenuhnya mendengarkan atau tidak penjelasan yang coba saya berikan karena dia terlihat asyik memainkan makanan di piringnya.
Untunglah keadaan yang serba canggung tersebut diselamatkan oleh deringan telepon milik mantan suami dan setelah berkata Halo, sang mantan pun berdiri untuk berjalan ke arah luar menjauhi meja kami. Insting saya pun mengatakan bahwa itu pasti telepon dari istrinya dan mungkin karena ada hubungan darah di antara saya, anak-anak, dan mantan, tiba-tiba Dali bilang seperti ini ke Zahra,"Ayo dek kita ikutin papa...pasti itu telepon dari Mama xxx" . Dan mereka pun mengikuti sang papa dan sengaja bermain-main di depan mantan suami ku sambil teriak-teriak "Papa cepetan dong teleponnya..ditungguin Mami makan tuh", dimana mantan suami keliatan berusaha untuk mencari tempat yang lebih nyaman menghindar dari anak-anak, tetapi dia sepertinya tidak bisa berbuat lebih banyak lagi karena anak-anak mengikuti kemanapun papa mereka pergi.