Anak-anak Juga Manusia


Malam minggu kemarin aku bersama anak-anak mengunjungi acara tahlilan 40 hari meninggalnya uwak yang diadakan di rumah sepupuku. Sangat ramai sekali kerabat yang datang. Suara tahlil pun bercampur baur dengan suara riuh dan tawa riang anak-anak kecil yang berlarian hilir mudik kesana kemari, dan tentunya salah satu dari mereka adalah anakku yang perempuan, Zahra. Sedangkan Dali duduk tenang menikmati makan malamnya di dekatku. Anak sulungku ini memang sedikit berbeda dengan adeknya. Zahra sangat spontan dan senang sekali berteman, bahkan tak sungkan untuk duluan menyapa mengajak berkenalan, sangat mirip aku dan ayah mereka. Dan tentunya Dali merupakan kebalikan dari Zahra. Agak susah untuk memulai perkenalan dan cenderung memerlukan beberapa waktu untuk merasa nyaman dengan seseorang yang baru dikenal.

Sambil menemani Dali menghabiskan makan malamnya, aku menyadari bahwa anak-anakku termasuk yang paling tua dibandingkan anak-anak yang lain saat itu. Dali dan Zahra, 8 tahun dan 6.5 tahun, sedangkan anak-anak ini mungkin berkisar 3-5 tahun. Melihat tingkah laku nan lucu dari anak-anak ini membuat aku sedikit kangen akan masa-masa balita Dali dan Zahra, ketika mereka masih sebaya dengan anak-anak kecil nan imut menggemaskan ini.

Lucu sekaligus rindu membayangkan 3 tahun yang lalu, Dali dan Zahra sering menangis kalau terjatuh atau bertengkar dan betapa senewen diriku dibuat mereka he..he...Kalau sudah begini, ingin sekali mendengar lagi suara tawa ala bayi yang dulu sering dikeluarkan dari mulut mungil mereka ketika bermain cilukba denganku. Kangen memeluk Zahra ketika memberikan ASI pada bayiku, sampai gadis kecilku itu berumur 3 tahun.

Waktu berlalu dengan cepat, dan tak terasa mereka pun tumbuh bertambah besar. Dari yang tadinya sangat membutuhkan pertolongan dan perhatian dariku, sekarang sudah bisa memprotes diriku ketika mencoba untuk membawakan tas atau memakaikan sepatu sekolah mereka. "Mami, dedek kan udah besar...udah kelas 2...dedek bisa sendiri kok,"jawab Zahra. Atau ketika Dali ribut pengen punya kamar sendiri, karena katanya dirinya sudah kelas 3. Hm..apa hubungannya antara kelas 3 dengan punya kamar sendiri ya Dali?:)
Juga seperti subuh ini Dali protes berat kepadaku karena dia hampir tidak ikut sahur hanya gara-gara aku tidak tega membangunkan anakku ini yang lagi lelap-lelapnya tidur. "Tuh mami, untung Dali dibangunkan ma Allah jadinya Dali bisa sahur deh."

Ah, anak-anak memang cepat besar. Aku selalu senang memperhatikan mereka tumbuh dan berkembang setiap hari. Walaupun semakin besar mereka, semakin bertambahnya saat-saat dimana aku merasa ditinggalkan dan diabaikan sebagai orangtua. Namun, itulah hukum alam untuk manusia. Anak-anakku ini berani menyongsong masa depannya, gembira melihat diri mereka tumbuh besar. Tak ada tugas lain yang harus dilakukan orangtua selain selalu mendampingi sampai tiba saat nya untuk seutuhnya melepas mereka. Menuntun anak-anak ini melalui masa-masa menakjubkan yang penuh kejutan di depan mereka, meskipun itu termasuk harus ikhlas melihat mereka mulai keluar untuk meniti jalan hidup mereka sendiri

Anak-anak juga adalah manusia yang utuh seperti hal nya orang dewasa.
Anak-anak juga mempunyai jati diri mereka sendiri, keinginan sendiri dan kemauan sendiri.
Jadi biarkanlah anak-anak tumbuh berkembang seutuhnya melalui caranya sendiri untuk menjadi dirinya sendiri :)