Indonesia vs Malaysia OR Indonesia=Malaysia
Harper Lee dalam bukunya, To Kill A Mockingbird, menuliskan suatu kiasan yang gw yakin sangat mengesankan semua pembacanya. Harper Lee mengatakan,"Kau tidak akan pernah bisa memahami seseorang hingga kau melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya....hingga kau menyusup ke balik kulitnya dan menjalani hidup dengan caranya."
Susanna Tamaro kurang lebih menggambarkan tujuan yang sama walaupun dengan kata-kata tulisan yang berbeda,"Sebelum menghakimi orang, berjalanlah selama tiga bulan saja dengan mengenakan sepatunya", dalam bukunya yang berjudul "Va' dove ti porta il cuore" atau "Pergilah kemana hati membawamu" terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
Dua kalimat diatas menganjurkan kita untuk tidak menyalahpahami seseorang maupun persoalan dengan menilai dari kulit luar dan permukaannya saja. Lihat, pelajari dan pahami-lah alasan, kesempatan dan motivasi apa yang menggerakkan seseorang atau suatu kejadian.
Seperti issue negara Malaysia yang mencuri, menduplikasikan bahkan meng-klaim kesenian dan kekayaan alam asli kepunyaan negeri kita Indonesia tercinta. Itu kabar dan berita yang gw denger dan lihat dari aneka pemberitaan di berbagai media cetak, online maupun digital. Sebagai warga negara yang merasa bangsanya diperlakukan semena-mena dan tidak sepantasnya oleh bangsa lain, apalagi negara tersebut lebih kecil dibandingkan Indonesia dari jumlah penduduk maupun luas wilayahnya, merasa terbangkitkan sifat heroik untuk membela Indonesia dengan melontarkan berbagai kecaman dan makian ditujukan ke pihak Malaysia, dan juga berupa anjuran kepada pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terhadap pemerintahan negeri awak itu. Dan itu wajar, mengingat salah satu insting makhluk hidup yang akan secara otomatis tanpa tendeng aling untuk melindungi keluarga, komunitas dan populasinya terhadap ancaman dan tindakan tidak menyenangkan dari luar/pihak lain.
Akan tetapi, pernahkah terlintas dipikiran untuk terlebih dahulu memahami alasan dibaliknya?
Mengapa Malaysia bisa dengan mudah melakukan ini semua terhadap kita? Tidakkah terpikir untuk mempelajari darimana dan apa yang terjadi sebelum masalah ini ada?
Umpama Indonesia adalah keluarga yang mendiami suatu rumah, maka Malaysia dapat kita gambarkan sebagai penjahat yang berniat untuk merampok. Suatu saat, perampok tersebut dapat mewujudkan niat jahatnya untuk memasuki rumah dan merampok keluarga itu. Akan tetapi, mungkinkah perampok tersebut dilain kesempatan akan dapat merampok kembali keluarga itu? Jawabannya PASTI/SANGAT MEMUNGKINKAN atau KEMUNGKINAN KECIL.
Kecil kemungkinan apabila keluarga tersebut berlajar dari hikmah atas kejadian itu dengan lebih meningkatkan sistem pengamanan dan penjagaan di rumahnya, akan lebih waspada terhadap sekelilingnya, selain melaporkan ke pihak berwajib tentunya.
Dan pasti atau sangat mungkin perampokan itu akan terulang lagi apabila yang terjadi kemudian adalah sebaliknya. Keluarga tersebut tidak melakukan apapun selain mengadukan tindak kejahatan itu ke polisi. Kita tidak punya kontrol yang cukup besar untuk meminta bahkan memaksa polisi atau pihak berwajib manapun untuk membantu kita 24 jam untuk periode waktu yang tak terbatas sampai perampok itu dapat ditangkap. Bukan hanya masalah/kasus kita yang dihadapi dan harus diselesaikan oleh polisi tersebut, melainkan masih sekian banyak masalah/kasus lain yang juga menuntut perhatian dan tindakan serupa dari pihak kepolisian/berwajib. Sehingga dalam hal ini jelas kekuatan dan kemampuan pihak berwajib dan penegak hukum sangatlah terbatas dan diluar jangkauan daya kontrol kita. Maka, satu-satunya hal yang sepenuhnya dapat kita kendalikan untuk jangka waktu yang intensif dan tak terbatas adalah meningkatkan sistem pengamanan, penjagaan dan pengawasan di rumah kediaman.
Malaysia tidak akan dapat semena-mena terhadap Indonesia, apabila Malaysia tidak melihat adanya kesempatan, yang entah sengaja maupun tidak 'di-signal-kan' oleh bangsa Indonesia. Malaysia tidak akan dapat se-enaknya mencuri dan men-klaim kekayaan bangsa Indonesia apabila sistem pengawasan dan penjagaan kekayaan bangsa sangat kuat.
Tidak akan adanya kesempatan untuk bangsa Malaysia atau bangsa manapun untuk mengakui kekayaan bangsa Indonesia sebagai miliknya apabila semua bangsa di dunia ini mengenal kekayaan bangsa ini, seperti Pulau Bali yang sangat terkenal di mata dunia sehingga tidak mungkin Malaysia dapat mengakui Pulau Bali sebagai miliknya.
Namun, situasi dan kondisi yang terjadi sebenanya tidaklah seperti itu. Menurut gw, bangsa Indonesia, terutama pemerintahannya sebagai wakil rakyat, ikut berkontribusi atas terjadinya masalah ini karena cenderung kurang menghargai kekayaannya sendiri. Seperti halnya manusia yang kurang menghargai seseorang atau sesuatu yang lain, maka manusia tersebut tidak akan peduli. Ketidak pedulian terhadap kekayaan Bangsa dan kecenderungan untuk lebih memikirkan kepentingan diri sendiri akan membuat buta mata pemerintah dari perbuatan yang dilakukan Malaysia, yang mungkin selama ini telah berjalan untuk sekian lama di depan mata namun (sengaja) tidak disadari oleh pemerintah kita. Pemerintah baru kebakaran jenggot setelah berita ini meledak di luar. Entah karena malu atau malah bermaksud untuk cuci tangan dari kelemahannya, maka yang paling mudah dilakukan adalah menciptakan dalih dimana pemberitaan dibuat dan diarahkan sedemikian rupa sehingga Malaysia seutuhnya 100% menjadi pihak yang bersalah. Dan karena sifat buruk manusia (terutama orang Indonesia) yang senang menghujat karena adanya keyakinan yang angkuh mengira telah memahami segalanya, ketimbang melihat dan berpikir secara objektif, membuat sumber penyebab masalah makin tidak terlihat dan kelemahan yang ada pun tidak akan ter-identifikasi untuk diperbaiki.
Setiap orang dan sesuatu berpotensi melakukan kesalahan, namun jika berakhir dengan tanpa pernah berusaha untuk memahami kesalahan yang terjadi maka tidak akan ada terjadinya perubahan yang berarti, dan kesalahan ini malah akan terulang lagi di masa mendatang. Perlu keberanian yang besar untuk mengakui kesalahan dan menyatakan ikut bertanggung-jawab atas masalah ini. Tapi inilah cara yang terbaik untuk dapat dilakukan tindakan perbaikan demi tidak terulangnya lagi masalah ini di masa mendatang.