Maaf.....Apakah itu???
Ga tau kenapa ya, semakin bertambah umur maka semakin biasa pula gw menanggapi datangnya hari lebaran. Gw ga bicara tentang baju baru, sepatu baru dan segala yang bersifat kebaru-baruan. Akan tetapi yg gw maksud dalam hal ini adalah gw tidak terlalu antusias lagi dalam mengirimkan kartu ucapan, sms, messenger ataupun e-card yang berisikan ucapan Selamat Hari Raya dan Mohon Maaf Lahir Bathin.
Palingan gw hanya mengirimkan ke beberapa orang terdekat, keluarga dan orang-orang yang secara sadar gw akuin gw punya salah ke mereka.
Kenapa ya? Padahal saling meminta dan memberikan maaf itu kan suatu kebiasaan yang bernilai positif. Setuju banget, tapi mungkin karena udah saking menjadi kebiasaan sehingga ucapan maaf tersebut menjadi semakin kehilangan maknanya alias cuman jadi alat formalitas belaka.
Mungkin gw terlalu jauh berpikir sampai menjadi agak-agak suudzon dengan memperkirakan kebanyakan dari kita mengucapkan “mohon maaf lahir dan batin” tidak dengan sepenuh setulus hati. Karena kita bahkan mungkin ga tau kesalahan kita apa, apakah pernah kita berbuat salah, ataukah kita benar-benar mengerti arti yang terkandung setiap kita mengucapkan kata-kata seperti “Minal Aidin wal Faidzin” dan “Taqabballahu minna wa minkum” yang sepertinya sudah menjadi “template” wajib di setiap ucapan lebaran.
Merasa penasaran dengan arti “minal aidin wal faizin”, kemarin malam gw browsing mencari makna kata tersebut dan hasil pencarian gw menyimpulkan bahwa “minal aidin wal faizin” itu sebenernya doa yang kira2 klo di bahasa Indonesia-in kaya gini : “Semoga kita termasuk golongan orang2 yang kembali dan juga golongan orang2 yang meraih kemenangan” coz aidin itu artinya orang2 yang kembali, dan faizin berarti orang2 yang menang. Gitu..
Kesimpulannya?
Yang jelas Minal Aidin tidak ada hubungannya dengan mohon maaf lahir dan batin, nah lohhhhh!!!
Lalu, gimana dengan Taqabballahu minna wa minkum? Tapi, sekali lagi, apa orang yang nulis itu tau artinya? Dari artikel hasil browsing untuk post ini :
Rasulullah biasa mengucapkan taqabbalallahu minna wa minkum kepada para sahabat, yang artinya semoga Allah menerima aku dan kalian. Maksudnya menerima di sini adalah menerima segala amal dan ibadah kita di bulan Ramadhan.
Wah, jadi jelas kan kalo minal aidin wal faizin itu sendiri hanyalah merupakan suatu kebiasaan bangsa Indonesia. Tapi sudahlah apapun itu, yang penting kan maksudnya baik.
Walaupun makin tidak terbiasa untuk mengucapkan, akan tetapi di satu sisi gw mengambil momen lebaran ini dengan mencoba untuk semakin memaknai arti dari kebiasaan khas bangsa Indonesia yang ramah tamah dan bersahabat ini dimana yang saking ramahnya maka tak segan untuk memberikan maaf.
Ya iyalah karena khususnya gw berpendapat kalo memaafkan dan mengucapkan kata maaf adalah hal yang termasuk mudah dilakukan. Apalagi buat seorang seperti gw yang mempunyai sifat cenderung "tidak mau pusing". Yang susah dilakukan adalah menerima kesalahan orang lain sebelum kita dapat mengeluarkan kata maaf dan mengakui kesalahan sendiri sebelum kita dapat meminta maaf, yang tentunya dengan catatan berdasarkan niat tulus ikhlas.
Menerima kesalahan orang lain juga berarti harus siap untuk mengenyampingkan rasa sakit di hati dan keinginan untuk membalas dendam, kita bisa dengan obyektif memahami alasan mengapa orang tersebut menyakiti kita dimana pemahaman ini akan dapat membuat kita secara otomatis akan menerima, memaklumi dan memaafkan.
Begitupun kita harus menyadari dengan segala ketidaksempurnaan pada diri kita, maka kita dapat menurunkan rasa ego kita dan menyadari bahwa sangat mungkin baik secara sengaja maupun tidak sengaja, kita pernah menyakiti orang lain, pernah berbuat salah kepada orang lain dan dengan berani harus bisa meminta maaf kepada orang yang pernah kita sakiti.
Kembali lagi ke hukum alam yang mengatakan bahwa kita tidak bisa mengendalikan apapun diluar diri kita sendiri. Untuk itu, hari lebaran setelah melalui ibadah puasa sebulan penuh dan tak lupa untuk berzakat, mempunyai makna koreksi diri, buat gw khususnya. Daripada gw sibuk menghanturkan ucapan mohon maaf lahir batin, lebih baik gw mencoba untuk semakin tidak menyakiti orang lain. Membawa sifat pengendalian diri yang bertambah berlipat-lipat jumlahnya di bulan Ramadhan untuk dilakukan tidak hanya di bulan Ramadhan. Bukankah munafik namanya berbuat kebaikan di bulan puasa dan meminta maaf, akan tetapi setelah lewat bulan Ramadhan dan Syawal, kelakuan berubah 360 derajat dengan masih menyakiti dan merugikan orang lain.
Mudah-mudahan kita semua tidak akan pernah masuk ke dalam golongan orang yang munafik. Amin.