Pengen Punya Bayi Lagi....Tapi...Oh Tidak....
Melihat seorang perempuan yang sedang hamil, kadang membawa diriku kedalam suatu paradoks. Di satu sisi, kerinduan untuk menimang seorang bayi dan mencium harum wangi tubuh mungil nan montok seringkali menyergap. Akan tetapi, seringkalipula kerinduan itu buyar dikala pikiran mulai beralih ke suatu hal yang paling berat dari suatu kerinduan untuk memiliki seorang bayi. Ya iyalah Vi, hamil itu kan berat...berat membawa perut yang membesar itu kan?? Walah, bukan itu maksudnya...Kalo cuman membawa perut seh, pengalaman memiliki dua orang anak mah enteng-enteng aja tuhhhhh...
Hal terberat itu bukanlah kehamilan atau kesakitan saat melahirkan meskipun melalui operasi caesar sekalipun, akan tetapi.......kewajiban baru untuk melek setiap malam yang menyebabkan waktu tidur kita jauh berkurang dan satu hal lagi, yaitu tambahan sekian kilo berat tubuh untuk jangka waktu yang tidak dapat ditentukan hiks...hiks...
Ih Alvi parah banget seh membandingkan anugrah dikaruniai seorang anak dengan hal-hal yang sepele seperti itu???? Tau ga, kalo masih banyak pasangan di dunia ini, terutama kaum calon ibu, yang rela tidak tidur dan bersedia menjadi gendut untuk jangka waktu yang tidak terbatas asal diberikan rejeki seorang anak oleh Tuhan.
Waduhhhh...Alvi jadi merasa bersalah dan berdosa neh....kesannya kok gw tidak mensyukuri nikmat Tuhan ya....tapi sih dalam tulisan ini dan tulisan gw yang sebelum2nya, gw hanya mencurahkan pikiran, perasaan dan pendapat atas dan dari diri seorang yang bernama Alvi, tidak atas nama seseorang yang bernama B, C ataupun D. Karena Alvi dan B, C ataupun D adalah individu2 yang berbeda yang tentunya pikiran, perasaan dan pandangannya pun akan berbeda-beda pula. Lalu, apakah berarti perbedaan yang ada ini lalu harus membuat aku membuat tulisan yang bisa menjembatani semua perbedaan? Atau, harus menulis dengan keterpihakkan pada pendapat umum masyarakat? Tidakkah bisa lagi untuk menulis dengan jujur dan bebas mengalir sesuai kata hati dan juga pikiran yang mendesak keluar untuk dicurahkan?
Jadi kembali lagi ke topik curhatan semula, yaitu hal terberat bagi seorang Alvi yang telah berpengalaman memiliki dua orang anak, apabila ingin kembali mempunyai seorang bayi adalah kurangnya waktu tidur dan berat badan yang bertambah puluhan kilo. Mungkin dulu pada masa-masa awal pernikahan sampai kehamilan pertama, gw masih berpikiran seperti calon ibu pada umumnya yang jangankan cuman kurang tidur ataupun berubah menjadi balon raksasa, nyawapun bersedia dikorbankan untuk kehadiran seorang bayi mngil dalam pelukan. Itu suatu sikap nan penuh kasih sayang tulus dari setiap (calon) ibu yang sangat patut untuk dihargai, bahkan Tuhan pun sangat me-mulia-kan sikap ini sehingga ada hadist Nabi yang mengatakan bahwa meninggal sewaktu melahirkan ataupun seorang ibu yang menyusui anaknya dikatakan sebagai salah satu bentuk dari Jihad di jalan Allah.
Namun, mungkin karena sifat manusia yang tidak pernah puas, tidak pernah bersyukur ataupun karena juga adanya hukum alam untuk menyeimbangkan seperti ada kanan-kiri, materi-anti materi, terang-gelap, plus-minus, maka ada juga idealis-pragmatis.
Setelah melewati masa-masa dengan prinsip ke-idealisme-an yang ditandai dengan kelahiran seorang anak dalam puncaknya, maka lalu diri gw dihadapi dengan kenyataan adanya kewajiban dan tuntutan yang harus dilakukan dan dipenuhi seorang ibu.
Kurangnya waktu tidur malam misalnya. Adanya kewajiban untuk melek semalaman mengurusi seorang bayi yang baru lahir, tentunya sudah gw perkirakan di awal-awal masa sebelum kehamilan dan sepertinya saat itu gw fine-fine aja, no problemo deh singkatnya. Dan mungkin satu dua hari bahkan seminggu setelah melahirkan seh....gw maseh fine-fine aja....Akan tetapi, setelah melewati seminggu ......hiks...hiks.....gw mulai menunjukkan tanda-tanda meminta pertolongan, yang jujur walopun ada perasaan gengsi yang bertanggung jawab he..he..(emang ada ya yang namanya gengsi bertanggungjawab??)....maksudnya ada perasaan tidak mau menyusahkan orang lain. Gw secara sadar menginginkan anak ini kok berarti dengan secara sadar pula gw harus menerima dan menjalankan segala konsekuensinya. Memang seh harusnya bukan gw aja, sang suami atau pasangan pun harusnya mempunyai tekad serupa. Seperti kehadiran seorang anak yang dimulai dengan adanya konsepsi dan lalu kehamilan, maka tidak akan terjadi pembuahan ataupun konsepsi itu apabila tidak ada sumbangan sperma dari pihak laki-laki alias sang suami.
Tapi, apabila ternyata sang suami kurang atau tidak berkontribusi ikutan melek begadang mengurusi si kecil dengan alasan "Aku kan udah capek seharian di kantor, kamu kan di rumah aja bla..bla.." membuat diriku untuk tidak lebih lanjut menuntut kontribusi suami untuk ikutan dalam urusan melek dan begadang ini. Yah kemudian, jadilah diriku beserta sang bayi mungil menikmati malam-malam panjang sampai pagi hari menjelang dengan becanda berdua, menangis berdua ketika bayiku kehausan sedangkan diriku harus menahan rasa sakit melepuhnya tangan karena tersiram air panas akibat mata tidak sepenuhnya dapat terbuka menahan rasa kantuk yang teramat hebat ataupun terkena demam karena infeksi pada jahitan operasi caesar gara-gara aku terlalu banyak bergerak dan menggendong bayi.
Di siang hari, di saat bayi biasanya terlelap tidur ....diriku yang semenjak tadi malam setengah mati mengantuk malahan merasa tidak ingin tidur atau setidaknya mengambil kesempatan untuk ikut beristirahat selagi bayiku tenang dan damai dalam tidurnya. Entah karena jam waktu tubuh yang masih mengikuti kebiasaan Alvi 24 tahun yang lalu (saat itu) dimana tubuh mengenali pagi dan siang hari sebagai saatnya beraktifitas dan malam hari baru saatnya beristirahat, atau karena pikiran tidak bisa tenang karena masih mengkhawatirkan banyak hal seperti, membersihkan botol susu anakku, cucian, belanja, masak, rumah, dsb membuat diriku tidak akan bisa beristirahat di siang hari. So, kalo para suami atau bapak-bapak ada yang mengeluhkan betapa capeknya mereka seharian di kantor (yang prakteknya seh bukan seharian, tetapi hanya 8 jam dalam sehari) sewaktu sang istri memohon bantuannya untuk ikut mengurusi sang bayi di malam hari, tentunya para bapak-bapak sekarang sudah dapat membayangkan betapa sang istri atau ibu-ibu ini, kalo mau dibandingkan, entah berapa ribu kali lebih capek untuk jam kerja 24 jam sehari.
Hal kedua tentang badan endut....nanti aja deh curhatannya gw sambung lagi ya...sekarang gw harus siap-siap ngantor dulu:)...
...TO BE CONTINUED......