Selingkuh as for Love is Blind
Belum lama ini seorang teman bercerita bahwa ia merasa "hidup"
karena ia jatuh cinta lagi dengan seseorang teman lama waktu masa sekolah menengah pertama yang ditemui pada suatu acara reuni beberapa waktu yang lalu.
"Lho, kok bisa?"
Dengan senyum yang menghiasi bibir mungilnya, teman gw itu pun berkata,"Ya bisa lah...kenapa juga ga bisa...setelah acara reuni itu, kita jadi rajin mengaktifkan semua fasilitas komunikasi di internet..ya email-emailan dan chatting di YM ..tapi sayang gw ga bisa pake fasilitas webcam secara gw cuman bisa chatting ma dia kan diluar rumah. Dan kadang telpon-an juga seh, tapi ya ga sering karena biaya IDD dari Singapura ke Jakarta lumayan mahal juga kan."
"Hmm...terus lo ga takut ketauan ma suami? En then, dia udah punya keluarga juga apa still being bachelor?"
"Ya jangan sampai membuat curiga dunk...dan setidaknya seh sampai detik ini hubungan gw dan suami maseh normal dan seperti biasa aja. Dia dan anak-anak enggak ada yang tau. Begitupun keadaannya dengan sang TTM ku itu. Kami telah komit bahwa hubungan ini tidak ada tujuan untuk mengganggu apalagi sampai merusak keluarga masing-masing. Dari awal, kami tidak menduga dan merencanakan untuk jatuh cinta lagi kepada orang lain selain pada pasangan kami masing-masing kok Vie, tapi gak tau kenapa tiba-tiba perasaan ini datang begitu saja. Lagipula kami bertekad untuk tidak melakukan lebih banyak dan lebih jauh dari apa yang kami lakukan sekarang ini. Untungnya gw dan dia terpisah oleh jarak antara Singapura dan Jakarta yang sangat membantu kami untuk menjalankan tekad kami itu. Kami ga pernah niat untuk ketemuan dan melakukan hal-hal yang dilarang agama kok Vie...yah palingan hanya sayang-sayangan dan kangen-kangenan lewat telepon dan email. Gitu aja. Dan juga dia santun banget. Kami selalu tak lupa untuk saling mengingatkan jangan sampai semua ini melukai pasangan kami masing-masing," mata teman gw semakin berbinar-binar dengan senyum yang tidak pernah lepas menghiasi bibirnya.
Gw tersenyum hambar dan dalam hati berkata,"masalahnya bukan ngapa-ngapain ataupun tidak ngapa-ngapain, ketahuan maupun diam-diam, tetapi telah adanya seseorang yang lain selain suami di hati dan pikiran kita, bukankah itu juga berarti kita telah melakukan perselingkuhan yang berarti kita berniat dan sengaja untuk mengkhianati dan melukai orang-orang yang lebih berhak untuk mencintai kita?"
"Terus sekarang lo lebih mencintai siapa, suami atau temen SMP lo itu?"
Temen gw itu terdiam sesaat dan lalu menjawab, "Beda Vie. Kalau sama suami sekarang perasaan dan hubungan kami lebih cenderung seperti kakak adik, sudah kayak sahabat, ga ada perasaan greget seperti yang kami rasakan pada awal-awal hubungan kami dulu. Nah, sekarang gw merasakan kembali perasaan greget yang campur aduk dengan temen gw ini. Gw merasa lebih hidup lagi...ya untuk pertama kali setelah sekian tahun berumah tangga, gw jatuh cinta lagi Vie. Mungkin cinta yang lagi gw rasakan ini bisa dibilang cinta platonik ya Vie. Karena cinta gw buat dia adalah cinta yang tanpa pamrih, tanpa nafsu dan tanpa adanya niat untuk saling memiliki."
Hm...cinta platonik...kok bisa ya seseorang mengatasnamakan cinta platonik untuk pembenaran atas suatu hubungan yang tidak benar dan tidak seharusnya dilakukan. Sepengetahuan gw mengenai definisi platonik adalah hubungan persabahatan yang sangat erat antara dua orang yg beda lawan jenis, persahabatan yang memang hanya sebatas sahabat, jadi bener-bener engga ada istilah “aku jatuh cinta padamu” dalam hubungan platonik,
yang ada cuma persabahatan yang tulus antara dua manusia.
Dan apakah temen gw itu dapat menjamin bahwa memang benar tidak akan pernah timbulnya nafsu dari salah satu pihak ataupun diantara keduanya? Apakah benar hubungan mereka tanpa pamrih seperti yang dikatakan oleh temen gw itu?
Ketika gw menanyakan hal ini, tak ada jawaban yang keluar dari mulut temen gw itu selain terlihat adanya sedikit keraguan yang membias dari wajahnya. Dan itu semakin jelas terlihat ketika gw meminta dia untuk keluar dari hubungan yang jelas tidak mendatangkan manfaat baik bagi dirinya maupun bagi siapapun juga.
Teman gw itu pun menarik napas panjang,"susah bagi gw keluar dari
hubungan ini Vie...gw cinta banget ma dia."
Mendengar kata-kata itu, gw pun kemudian mengatakan pada temen gw bahwa hubungan ini bukan lagi tanpa pamrih seperti yang dia bilang karena sedikit-banyak kadarnya, telah ada keinginan dari temen gw untuk tidak mau keilangan sang kekasih alias ingin memiliki sang kekasih. Platonik tidak egois alias memikirkan kepentingan, keuntungan dan kebahagiaan diri sendiri. Sikap temen gw yang menolak untuk mengakhiri hubungan ini yang dirasakan membawakan kebahagiaan bagi dirinya dan juga kekasihnya, tetapi di satu sisi juga berpotensi sama menimbulkan kehancuran dan ketidakbahagiaan kelak bagi pasangan mereka masing-masing, bukankah sikap ini bertentangan dengan arti platonik itu sendiri?
Juga jangan berdalih dengan mengatakan 'Love is Blind' alias cinta itu bisa datang kapan saja, dimana saja dan untuk siapa saja. Mungkin cinta itu buta, tapi sebagai manusia yang diciptakan oleh Tuhan dengan derajat paling tinggi diantara semua makhluk ciptaan-Nya, kita dianugerahkan otak untuk berpikir dan hati untuk berempati yang seharusnya kitalah yang mengendalikan cinta dan bukan cinta yang mengendalikan kita yang sepertinya dapat meng-legitimate segala perbuatan kita yang tidak benar atas nama cinta.
Terlebih cinta itu adalah suatu perasaan yang juga dianugerahkan Tuhan untuk kita. Terlepas dari definisi anugerah yang berarti sesuatu yang mempunyai sifat 'Agung/Mulia', Tuhan tidak akan memberikan sesuatu yang jelek maupun merencanakan hal-hal yang tidak pantas untuk dilaksanakan oleh umat-Nya.
Jadi jangan salahkan cinta atau jangan jadikan cinta untuk pembenaran untuk segala sesuatu yang sepenuhnya 100% di dalam kendali kita.