Terkait dengan adanya anak2 dalam perkawinan, sebelum memutuskan bercerai aku membuat suatu daftar untuk mengetahui seberapa besar kesiapan diriku untuk bercerai. Aku tidak bisa secra detail mengingat isi daftar yang saat itu kubuat, namun kira2 gambaran besarnya adalah sebagai berikut:
- Jika bercerai, seberapa tanggap dan sabarkah diriku sebagai seorang ibu dalam menghadapi reaksi anak2 mengenai perpisahan yang terjadi antara diriku dengan ayah mereka?
- Dapatkah diriku mengesampingkan ego dan rasa sakit hati, mengajak sang mantan untuk bekerjasama dengan baik demi anak2?
- Misalkan sang mantan tidak dapat diandalkan, dapatkah diriku sendirian menjalankan peran, tidak hanya sebagai ibu, tetapi juga sebagai ayah?
- Bagaimanakah kira2 perasaanku nanti apabila melihat sang mantan telah melanjutkan hidupnya dengan orang lain sedangkan diriku masih sendiri, akankah aku dapat melewati itu semua dengan hati legowo? Akan bagaimanakah pengaruhnya terhadap anak2 dan dapatkah anak2 menghadapinya dengan baik? Akankah hal ini juga berpengaruh terhadap hubunganku dengan anak2?
- Bila kami tetap bersama dengan alasan demi kebaikan anak2, seperti apakah hubungan kami nantinya? Akankah membaik? Kalau ternyata aku tetap tidak bahagia dengan pernikahan ini, akankah anak2 dapat tumbuh dengan baik?
- Apakah diriku sudah cukup mendapatkan informasi yang dibutuhkan mengenai dampak yang mungkin timbul terhadap anak2 atas perceraian? Apakah diriku kemudian merasa optimis atau ragu?
- Salahkah diriku mengesampingkan perasaanku yang sebenarnya terhadap pasangan demi kebaikan anak2?
- Sudahkah diriku dengan baik menyiapkan mental anak2 terhadap kemungkinan perpisahan yang terjadi?
- Seperti apakah penjelasan yang bisa anak2 mengerti yang dapat kuberikan mengenai perpisahan yang terjadi antara diriku dengan ayah mereka?
Setelah diriku merasa mampu menjawab dengan jujur dan konkrit semua pertanyaan diatas berdasarkan kesiapan yang aku punya, langkah selanjutnya aku harus menyadari bahwa menjadi orangtua setelah berpisah sesungguhnya tidaklah jauh berbeda dengan menjadi orangtua ketika maseh terikat dalam perkawinan. Kebutuhan anak-anak akan kasih sayang dan perhatian dari orangtua juga tidak berubah. Yang berubah hanyalah status kami berdua yang tidak lagi terikat dalam perkawinan.
Pada awal perpisahan, tentu saja aku merasa kikuk, khawatir, was-was, cemas dan perasaan serupa lainnya dalam menjalankan peranku sebagai orangtua paska perpisahan, terlebih aku harus kembali ke Jakarta bersama anak2, terpisah pulau dengan sang mantan yang juga ayah mereka di kota Medan sana. Belum lagi setelah menetap di Jakarta dan adanya tuntutan untuk bekerja mencari nafkah membuat waktuku bersama anak2 semakin terbatas. Tidak bisa sepenuhnya berada disamping mereka seperti dalam pernikahan dulu, dimana saat itu aku berprofesi menjadi 100% ibu rumah tangga.
Sungguh, terbatasnya waktu dengan anak2 merupakan masa lain yang juga sulit bagiku. Kebiasaan bersama setiap jam, setiap detik yang sekarang harus puas dengan beberapa jam saja bersama mereka, tentunya membuat diriku sangat merindukan mereka, sekaligus bercampur rasa bersalah karena jauh dari mereka, harus mengikhlaskan mereka tumbuh tanpa sepenuhnya aku dapat mendampingi.
Syukur Alhamdulillah aku dapat menyadarkan diriku sendiri untuk kembali ke realitas, ke dunia nyata, balik lagi ke keputusan yang telah aku buat. Aku telah memutuskan untuk bercerai, dan ini semua adalah konsekuensi yang harus aku terima, malah telah aku pertimbangkan sebelumnya. Dan aku pun telah menyiapkan diriku sekian lama untuk menghadapi segala masalah yang timbul dalam periode transisi ini. Aku harus jangan terlalu lama berpikir mencari-cari masalah dan kemungkinan masalah yang akan timbul dimana itu semua adalah pelampiasan dari rasa bersalahku terhadap anak2 dan rasa marah juga kekecewaanku atas perceraian ini. seharusnya aku tidak terbawa karena semua rasa bersalah dan kekecewaan ini hanya akan menciptakan suatu masalah baru yang sebenarnya tidak ada. Kekhawatiranku hanya terlalu berlebihan, cenderung berubah ke arah suatu pesimisme.
Aku harus lebih berbahagia, setidaknya aku kini dapat menghabiskan waktu bersama anak2 dengan rasa gembira dan menyenangkan yang sepenuhnya bebas dari tekanan-tekanan yang dulu selalu dirasakan.
Cara menyampaikan perceraian ke anak2--->Part IV