Emohnya Duda Menikah Lagi
One of my previous notes yang menuliskan tentang ketidakberhasilan gw dalam menjalin hubungan dengan seorang duda yang berusia 14 tahun lebih tua, mendapat tanggapan pendek dari seorang teman baru yang mengaku juga berstatus duda berusia pertengahan 30-an dengan 2 anak.
Sang teman baru menuliskan dalam emailnya,"ketidakberhasilan hubungan antara gw dan mantan pacar karena ada kemungkinan seorang duda dengan usia kepala 4 tidak tertarik untuk membuat suatu komitmen baru apapun bentuknya itu, termasuk menikah."
Email yang singkat (tapi padat makna loh) mau tak mau membuat otak gw berputar lagi, mencoba untuk menyamakan persepsi gw dan sang teman itu, dan mengikuti alur pikirannya. Pria, termasuk yang berstatus duda, di usia 40-an pada umumnya telah mapan sehingga membuat kaum pria dengan kisaran usia ini makin terlihat menarik di mata kaum wanita. Makanya timbul pepatah yang mengatakan,"A Man Life Begins at Forty". Dan umumnya pula kaum pria di usia 40-an ini telah berkeluarga dan untuk sang duda malah telah mengalami satu pengalaman hidup lain yang tidak menyenangkan, yaitu perceraian. Pria berstatus duda tentunya sudah pernah merasakan kebahagiaan dan juga keruwetan dalam pernikahan dan berkeluarga, dimana ada beberapa pernikahan yang berakhir ditandai dengan perceraian.
Seorang pria yang mengalami perceraian menjelang atau telah memasuki usia kepala 4 ini lebih takut untuk mencoba menjalin suatu komitmen baru, apalagi dengan seseorang yang baru, karena (mungkin) secara sadar tak sadar telah terbentuk suatu pola pikir dalam benaknya,"komitmen hanya akan menambah kerumitan dalam hidup" atau "mengapa harus menikah lagi hanya untuk mendapatkan seorang wanita teman hidup, banyak kok yang rela mendampingi saya tanpa ikatan dan tidak menuntut status istri."
Pola pikir seperti ini tentunya tidak timbul begitu saja. Pasti ada sebab atau latar belakang yang melandasinya, mungkin seperti hal-hal berikut ini:
1. Mudahnya untuk berhubungan intim tanpa ikatan. Itu sebabnya pria lebih memilih berpacaran terus dibandingkan bila harus cepat-cepat naik pelaminan.
2. Mereka dapat menikmati keuntungan memiliki "seorang istri" lewat cara berpacaran daripada sebuah pernikahan resmi.
3. Mereka ingin menghindari (lagi) perceraian serta risiko finansialnya, seperti harus tetap membiayai mantan istri dan anak-anak dari hasil perkawinan, juga membagi harta.
4. Mereka takut untuk melukai hati anak2 dengan kehadiran seseorang yang baru dalam hidup mereka yang belum tentu bisa diterima oleh anak2.
6. Mereka membatasi diri untuk benar2 jatuh cinta karena merasa tidak sanggup untuk menanggung suatu kemungkinan kehilangan lagi. Hubungan tanpa komitmen tidak memerlukan perasaan terlalu mendalam.
7. Mereka tidak merasa perlu untuk menikah karena tidak melihat manfaat dan kegunaan pernikahan.
8. Mereka enggan mengurus dan bertanggung jawab atas anak orang lain (point ini khusus untuk hubungan antara seorang duda dan janda yang mempunyai anak).
9. Mereka ingin lebih fokus ke karir. Setidaknya kegagalan dalam pernikahan harus diimbangi dengan kesuksesan dalam karir, sehingga mereka akan merasa tidak kehilangan muka di dalam masyarakat.
10. Mereka ingin menikmati masa lajangnya selama mungkin, sampe merasa bosan? (egoisme yang tinggi).