Membesarkan Anak-Anak Ala-nya Vie:)
Sebagai seorang ibu tunggal dari dua orang anak, tidak menyangkal kalo sedikit mengalami kesulitan dalam mendidik anak dibandingkan 'pasangan orangtua normal' lainnya. Well, mungkin tidak tepat juga kalo judulnya dibilang kesulitan. Mungkin lebih pas kalo dibilang sedikit lebih unik, berangkat dari persepsi dimana pertumbuhan dan perkembangan setiap anak adalah unik dan berbeda satu sama lainnya. Nah, membesarkan anak-anak sebagai seorang ibu tunggal sedikit lebih unik karena tidak adanya seorang ayah yang mendampingi menumbuh-kembangkan anak-anak yang berbahagia lahir dan batin, adalah tujuan setiap orangtua di belahan manapun dari bumi ini, termasuk seorang ibu tunggal seperti diriku ini:)
Raising healthy, happy and confident children is crucial to their adult years.
Banyak teman mengatakan salut kepadaku bisa dan telah mendidik anak-anakku dengan kapasitasku sebagai seorang ibu tunggal, yang lantas menanyakan apa sih rahasianya? Well, terus terang I didn't have different rules or guidelines in raising my children. I raised them both by doing my best to know them as individuals. Kebetulan diriku dikaruniai sepasang anak, laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, di dalam mendidik mereka, aku tidak memfokuskan pada perbedaan jenis kelamin yang ada pada mereka. When all is said and done the same rules apply, the same challenges are faced by both our sons and daughters. We no longer live in the days when more were expected of men than of women. Namun, untuk hal-hal tertentu aku juga berusaha untuk mengingatkan mereka akan kodrat mereka, sebagai seorang laki-laki dan perempuan. Terlihat tidak konsisten ya? Hm..ga juga sih. Karena ke-dua hal ini adalah hal yang berbeda dan diterapkan untuk situasi dan kondisi yang berbeda pula. Seperti yang dinasehatkan kebanyakan orangtua kita, diluar rumah sewaktu bekerja ataupun belajar para wanita mungkin bisa menganggap dirinya sejajar atau bahkan 'lebih diatas' kaum pria, akan tetapi sewaktu pulang ke-rumah, diriku mengharapkan anakku yang wanita bisa kembali kepada kodratnya sendiri sebagai seorang perempuan yang menyadari bahwa bagaimanapun seorang pria adalah pemimpin. Setidaknya, dalam menunaikan ibadah sholat, dimana Dali selalu memimpin sebagai imam dan diriku beserta Zahra sebagai makmumnya.
All this time, I raised my children with very minimum input from their father. I imagine if I am fortunate enough to have my ex involvement in raising our kids, even though we are not together any longer, but we can do some works together. Show a unified front to the children (even if we don’t like one another). We can show our children that we are both focused on their well being. The problems and issues that led to the father being absent are not the child’s fault. The actions of either parent should never cast a shadow on the child’s self worth. When mom does not respect and/or love the father any longer and the child believes they are just like the father (in a negative sense) the child cannot feel truly loved and valued, nor can they love themselves.
Ketidakhadirannya figur seorang ayah dalam kehidupan anak-anakku tidak lantas membuat diriku ini heboh mencari figur pengganti. Aku malah cenderung sangat berhati-hati dan membatasi sekali jumlah orang, terutama yang berjenis kelamin pria, yang dapat masuk kedalam kehidupan anak-anakku. Karena aku berpendapat, setiap orang yang aku bawa masuk ke dalam kehidupan anak-anak akan membawa dampak ataupun pengaruh, terlepas sedikit atau banyaknya. I need to know and have to make sure, the morals and values these other people have and the impact those values will have on my kids. This includes family as well as friends. My kids are by far better off without a male role model than they are with the wrong male role model.
Untuk membentuk dan meningkatkan rasa percaya diri pada anak-anak, diriku harus terlebih dahulu menunjukkan rasa percaya kepada anak-anakku. Children need to have faith in their judgment and need to know we have faith in them as well. Aku membiasakan anak-anak untuk belajar mengambil keputusan untuk diri mereka sendiri. Aku hanya memberikan saran dan pendapat yang mungkin berbeda dengan pendapat anak-anak karena kami melihat dari sudut pandang yang berbeda, dimana ku melihat dan menilai dari kacamata orangtua yang tentunya akan selalu ada dominasi dari unsur atau keinginan untuk melindungi yang pada akhirnya akan berujung ke bentuk 'pelarangan' walaupun itu disampaikan secara halus ataupun terang-terangan tapi judulnya tetap saja 'melarang' atau dengan kata lain 'sebaiknya kamu ikut saran mami saja deh...mami kan pernah kecil kayak kamu, pasti mami tau yang terbaik untuk kamu...'....wah terus terang aku sangat menghindari untuk berkata seperti itu, karena apa yang aku anggap baik bagi diriku, belum tentu dianggap baik oleh anak-anak. Dan melaksanakan sesuatu yang mereka tidak merasa nyaman, tentu hasilnya akan tidak optimal.
It is my duty as a parent to teach my kids that learning from making mistakes is what leads to making the right choices in the long run. Most of all I need to teach my children to realize and own their responsibility. My duty as a parent is to guide and teach, not to live their life for them. Most importantly is listening and “hearing”. I may hear things I don’t want to hear, I may be asked questions I am not comfortable answering, but I need to rise to the occasion and be the ONE my kids know they can turn to. They can tell me all bad and good things and definetely always can count on myself to ACT not to REACT.
But I also always to remind myself and kids that being a single parent does not excuse my willingness to let things slide, nor does it excuse their behavior. We live in a society where people make excuses rather than owning their responsibility. I never allow my kids to use the excuse they don’t have a father to turn to. I always tell and show my children that their self worth is not tied to how many parents they have. My kids don't need to worry about who others are, what others have or how others live. My kids and I only need to be proud of who and what we are with all what we have by our own efforts.
"Cobalah untuk selalu jujur pada diri sendiri, pada hidup kita. Sebagai orangtua, khususnya seorang ibu tunggal seperti diriku ini, anak-anak melihat diriku sebagai seorang wanita sakti mandraguna, seorang bidadari, dan seorang malaikat bahkan seorang Tuhan yang hampir selalu luput dari kesalahan. Malah mungkin ada ekspektasi dari anak-anak bahwa kita, idola mereka, tidak akan pernah berbuat suatu kesalahan. Mereka selalu menuntut kita untuk tampil sempurna. Tapi jauh lebih baik bagi mereka untuk mengetahui bahwa kita pun hanyalah seorang manusia biasa yang tak pernah luput dari kesalahan dan tidak pernah takut untuk berbuat salah karena kesalahan itu bukanlah suatu dosa. Kesalahan adalah suatu anugrah apabila kita dapat belajar dan mengambil hikmah daripadanya. So, don't be afraid to show our kids the real ourselves."