Ibu Tiri Hanya Cinta Kepada Ayahku Saja...


Sepenggal percakapan antara gw dan Dali.
"Mami, benernya ibu tiri itu baik atau jahat sih?"
"Emangnya kenapa Dali?"
"Di sinetron teve kan ibu tiri nya selalu jahat mami, tapi..."
"Tapi kenapa?"
"Hm..ga jadi deh Mami"
"Kamu mau bilang tapi Mami XX ga jahat kan?"
"Iya Mami...tapi masih baikan Mami kok"
"He...he...Dali, Mami ga apa apa kok, malah senang tau Mama XX baik ma kamu dan Zahra, karena semua ibu baik ibu kandung mapun tiri tidak akan pernah mampu untuk jahat thdp anak2nya. Inget ga ma pepatah yang diajarin di sekolah kalo kasih ibu itu sepanjang masa"
"Makanya ada hari ibu ya Mami?"
"Betul sekali"
" Nanti Mami jadi ibu tiri yang baik juga dong?"
"Insya Allah, Dali"

Hm..tentu tidak akan mudah untuk menjadi seorang ibu tiri yang baik walopun kita udah menerima dan mempertimbangkan dengan kesadaran penuh akan peran tersebut ketika kita jatuh cinta kepada seorang laki-laki yang tidak hanya membawa dirinya sendiri, tetapi juga sebagian kisah masa lalunya ke dalam kehidupan kita, masa kini dan masa depan.

Tidak akan pernah mudah dan butuh proses tentunya. Terutama karena image ibu tiri yang kadung jelek di pikiran masyarakat umum, ekspektasi dan pengertian dari kata sifat "Baik" yang berbeda antar individu, dan sampai belum adanya metode baku yang tepat mengenai "Bagaimana Menjadi Seorang Ibu Tiri yang Baik dan Benar".

Begitu sulitnya bagi orangtua tiri (tidak hanya ibu tiri, tetapi juga bapak tiri, jadi gw pake istilah orangtua tiri aja ya-red) untuk dapat menjaga proporsi antara sikap peduli yang terlalu besar dan terlalu sedikit.
Orangtua tiri ngawur - seperti yang digambarkan dalam banyak sinetron Indonesia atau yang dimuat dalam surat kabar - tidak pernah memikirkan itu. Bahkan mungkin malah tidak peduli. Anak bawaan dari pasangan dianggap duri dalam daging, beban dan pengingat yang nyata dari suatu hubungan yang sudah berakhir.
Tapi, untuk sebagian individu yang benar-benar mempunyai niat dan bertekad untuk melakukan yang seharusnya untuk anak tiri mereka,akan selalu menjaga proporsi sikap peduli ini.

Mengapa gw memakai kalimat "melakukan yang seharusnya", dan bukannya "melakukan yang sebaik-baiknya?"
Karena gw percaya sebagai orang tua tiri, kita tidak akan bisa berbuat atau memberikan yang lebih baik dari yang dapat diperbuat ataupun diberikan oleh orangtua kandung. Kita tidak dapat menembus ikatan darah yang terjalin antara anak tiri kita dan orangtua kandungnya.
Sebagai orangtua tiri, kita tidak lantas menjadikan diri kita lebih baik daripada orangtua kandungnya hanya karena kita menerima tugas sebagai orangtua untuk seorang anak yang secara biologis bukan anak kita. Kita mempunyai banyak keterbatasan seperti kita tidak mempunyai hak untuk memarahi anak tiri seperti orangtua kandung melakukannya.

Paling banter hal yang seharusnya dapat kita lakukan adalah memberikan kelembutan dan pengertian dimana banyak orangtua kandung lupa akan hal ini karena orangtua kandung tidak merasa perlu untuk disukai, mereka tahu terlepas dari apapun kesalahpahaman ataupun ketidakcocokan antara mereka dan anak2nya, akan selalu ada ikatan darah yang menghasilkan cinta yang tanpa syarat dan tidak mengenal batas yang selalu terjalin antara mereka.

Sebaiknya para orangtua tiri harus benar-benar mengerti akan hal ini. Sangat besar kemungkinan orangtua tiri untuk melakukan apa saja demi merasa ingin disukai oleh anak2 tiri mereka. Bahkan kadang harus bersandiwara menjadi seseorang yang bukan diri mereka sendiri untuk mendapatkan cinta dari anak2 tiri mereka. Tetapi hal ini tidak akan berjalan untuk selamanya. Tidak ada seseorangpun yang dapat bertahan dengan nyaman hidup dalam kepalsuan. Tidak akan ada seseorangpun yang dapat memakai topeng selama yang dia inginkan. Apalagi kalo tujuannya tidak tercapai, dan hasilnya pun akan lebih jauh dari sekedar baik.

Orangtua tiri, menurutku, harus sadar memiliki tugas yang tanpa pamrih. Orangtua tiri tidak akan bisa menjadi pemenang utama dalam merebut hati anak2 tiri kita. Namun, perlu juga disadari ada satu hal yang sebaiknya selalu diingat, sesungguhnya situasi untuk anak tiri bahkan lebih parah dari kita.

Orang dewasa, kita, masih selalu bisa mendapatkan suami atau istri yang baru. Namun, anak hasil dari perceraian tidak akan mendapatkan ayah atau ibu yang baru, sama seperti mereka tidak akan mendapatkan sebuah hati yang baru ataupun paru-paru yang baru. Baik dalam suka maupun duka, senang maupun susah, anak2 akan selalu dalam bayang2 orangtua kandungnya.