Makan Siang Membawa Hikmah Pencerahan
Kemaren, baru pulang dari makan siang dan udah nongkrong lagi di balik meja dan nanar menatap satu set kompie kesayangan di ruangan kerja yang juga dicintai oleh teman-teman sekantor -dicintai karena ruangan gw ini selalu tersedia makanan dan berbagai macam cemilan he..he..,red-, sementara pikiran gw maseh terpaku pada satu keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu dan seorang putri kecil mereka, yang meja tempat mereka menikmati makan siang hanya berjarak satu meja denganku yang juga lagi menikmati makan siang di suatu restoran favorit dekat kantor. Hmm...pasangan itu maseh tampak muda, dilihat dari postur tubuh sang pasangan dan diperjelas dengan menilik usia putri mereka yang kira-kira seumuran dengan putri bungsuku yang masih berumur 7 tahun itu. Senang sekali melihat keluarga kecil ini, mereka terlihat bahagia yang tertera jelas dari bahasa tubuh mereka yang dilingkupi aura kehangatan dan sekali-kali terdengar tawa berderai sang orangtua menanggapi celotehan imut lucu yang terlontar dari mulut mungil putri tercinta mereka.
Tanpa sadar konsentrasi gw yang tadinya tertuju pada makanan dan canda riang dengan teman-teman, teralih mengarah ke keluarga kecil ini. Semakin asyik gw melanjutkan mengamati keluarga itu dari tempat gw berada, sementara teman-teman yang lain sepertinya juga lagi asyik dengan kesibukan bergosip-gosip ria. Kali ini, si putri kecil tampak begitu nyaman dan manja dalam pelukan ayahnya. Bergantian mereka berdua, ayah dan anak, menggoda sang istri sekaligus seorang ibu yang tentunya juga sangat mereka cintai.
Melihat tingkah polah mereka lebih lanjut, semakin terasa pula rasa hangat yang penuh keakraban dan kasih sayang itu menghampiri diri dan hatiku. Akan tetapi, harus diakui gw mulai merasakan adanya suatu keinginan dan kerinduan untuk mempunyai dan menikmati hangat dan nyamannya suasana kekeluargaan yang utuh seperti yang dimiliki oleh keluarga kecil ini. Suatu keinginan yang selama ini selalu gw tepiskan dari hati dan pikiranku. Suatu keinginan yang selama ini selalu tampak terlalu jauh diluar daya jangkauanku. Hm...tapi siang ini, mengapa rasa itu datang dan terasa kuat? Apakah ini hanya merupakan suatu bentuk rasa cemburu akan kehangatan yang dimiliki oleh keluarga kecil itu? Rasanya tidak, karena gw menikmati dan juga tertular merasakan aura bahagia yang tidak sengaja tercipta dari keluarga kecil itu. Hm.....apakah anak2ku juga akan merasakan hal yang sama apabila mereka ada disampingku pada saat ini?
Putusnya pernikahan semestinya juga tak memutuskan dan mematikan tanggung jawab sebagai seorang ayah maupun ibu terhadap anak, dan juga sebaliknya. Semestinya seiring dengan berjalannya waktu, rasa dendam yang dipunyai akan semakin pupus dan perbuatan memaafkan juga melupakan bukan lagi merupakan suatu hal yang sukar dan tidak mungkin. Karena tak bisa dipungkiri, darah yang mengalir di tubuh seorang anak sebagian berasal dari ayahnya dan sebagian lagi merupakan perwujudan kasih sayang yang sama dari sang ibu. Seperti darahku dan darah mantan suamiku yang masing-masing mengambil tempat dan porsi yang sama besar dalam tubuh anak2ku sehingga sampai kapanpun walau telah putus ikatan pernikahan tapi aliran darahku dan mantan akan terus terikat dan bermuara dalam satu tubuh, yaitu tubuh anak2ku.
Menyadari hal ini, saya bersama anak2 masih menyebutkan nama sang mantan dan juga sang ayah dalam doa kami, semoga kesehatan dan kebahagiaan selalu menyertainya dan semoga Tuhan melindungi setiap gerak dan langkah yang menyertainya. Bagaimanapun tak dapat dipungkiri, kebahagiaan sang ayah adalah kebahagiaan anak2 dan kesedihan anak2 adalah juga kesedihan sang ayah walopun mungkin sekarang rasa itu belum dapat terwujud dengan sempurna. Namun, keyakinan akan niat baik dan kekuatan doa diperkuat hubungan darah akan menjadi sempurna suatu saat kelak.