Nyawa Rakyat Hanya Di-Hargai Peluru Karet Oleh Pemerintah
Dalam Standard Operation and Procedure (SOP) negara-negara di dunia ini, pasukan anti huru-hara di negeri manapun, penggunaan peluru karet merupakan tahap kedua dari upaya menjinakkan masa yang tidak terkendali, yang biasanya diawali dengan himbauan, lontaran gas airmata, dan tembakan ke atas sebagai peringatan.
Menurut Wikipedia, definisi dari Peluru Karet adalah proyektil yang terbuat dari karet, atau yang dilapisi karet, yang ditembakkan dari senjata api.
SOP pasukan anti huru-hara di mana pun hanya membolehkan menembak peluru karet dalam jarak yang telah ditentukan, sehingga jika peluru karet mengenai sasaran, maka tidak akan mampu menembus kulit dan hanya membuat luka kecil atau memar.
Tujuan penggunaan peluru karet hanya membuat efek kejut dan takut, sedikit sakit, agar massa yang tidak terkendali membubarkan diri. Sasaran peluru karet pun dilakukan secara amat selektif, hanya kepada orang-orang yang diidentifikasi sebagai provokator massa.
Peluru karet digunakan sebagai senjata tidak mematikan, namun tetap dapat menembus kulit manusia. Peluru karet tetap dapat menyebabkan kematian apabila digunakan pada jarak dekat atau terkena bagian vital seperti kepala.
Sidang Paripurna Century yang telah berlangsung selama dua hari, kepolisian yang menjaga keamanan Sidang Paripurna tidak hanya memakai water canon dan gas air mata, akan tetapi telah menembakkan peluru karet ke arah demonstran kontra SBY. Dilaporkan setidaknya ada satu orang mahasiswa yang terkena tembakan peluru karet di dada dan sedang mendapatkan perawatan di RS Pelni.
Walaupun peluru karet lazim digunakan untuk menangani urusan huru hara dan unjuk rasa, namun wajarkah apabila peluru karet selalu digunakan bahkan untuk keadaan yang belum 'genting' sekalipun? Dan apakah benar telah memenuhi SOP ditembakkan harus dari jarak tertentu sehingga tidak akan membuat luka yang memerlukan perawatan rumah sakit?
Jika fakta di lapangan korban-korban peluru karet selalu harus mendapatkan perawatan di rumah sakit, bukankah ini berarti telah ada suatu pelanggaran terhadap SOP?
Apakah benar bahwa keselamatan nyawa demonstran (hampir) tidak ada harganya, seperti yang dikatakan Jubir Demokrat yang bernama Sutan Bhatoegana, malam ini yang mengatakan di TV One,""Biasa demonstran terluka...wajar,namanya juga berjuang...kalo ga mau terluka, pulang aja, nonton lewat TV di rumah...ga usah kesini".
Kalau benar keselamatan nyawa rakyat sudah tidak berharga lagi di mata pemerintah, lalu masih akan kah kita percayakan kelangsungan bangsa ini yang juga berarti hidup kita, rakyat Indonesia, kepada pemerintahan yang seperti itu?