Sang "Pendekar" HAM
Para tokoh politik, pemerintahan dan LSM, baik lokal maupun asing, di Indonesia sering berkata kita harus menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM). Tapi apakah sebenarnya mereka benar-benar mengerti tentang HAM itu sendiri? Bila ditanyakan pertanyaan ini kepada mereka, akan dengan lancar mereka mengoceh tentang pengertian HAM berdasarkan textbook. Hm....sesungguhnya dengan berkata seperti itu, menurut gw, mereka tidak mengerti esensi tentang HAM itu sendiri, karena mereka masih mengoceh berdasarkan pengertian yang tertulis di textbook. Mereka tidak berkata dari hati, karena tidak ada esensi HAM di hati mereka. Seperti kata pepatah,"seseorang yang sering berkoar-koar mengatakan kebaikan tentang dirinya, maka sesungguhnya tidak ada satupun kebaikan tentang dirinya." Gw mengenal seseorang yang berpendidikan tinggi, dan seorang pendekar HAM juga. Akan tetapi apakah ada ruh dari HAM itu sendiri di dalam semua tindakannya terhadap orang lain??? Jawabannya TIDAK. Mungkin begitu juga halnya dengan para pendekar HAM yang lainnya dinegeri ini yang selalu berkoar-koar tentang penegakan HAM akan tetapi diri mereka lah yang masih banyak melalukan pelanggaran HAM...sungguh ironis kan??
Bagi gw, HAM sama halnya dengan banyak hal lainnya di dunia ini. Menegakkan HAM sama susahnya maupun sama mudahnya dengan tindakan menyarankan seseorang untuk berhenti merokok, misalnya. Hanya niat dari hati orang itu sendiri yang bisa menjawabnya, bukan peraturan, bukan omongan dan bujuk rayu orang lain, bukan hukuman, bukan program, bukan lain-lainnya.
Seorang pendekar HAM tidak akan beranggapan bahwa dirinya telah melakukan penegakan HAM yang akhirnya perbuatan mereka sendirilah yang malah menodai perkataan mereka sendiri. Para pendekar HAM ini seringkali lupa diri. Seringkali mereka merasa bagaikan seorang ksatria perkasa yang (tadinya) bertujuan untuk menolong orang lemah dan teraniaya, namun malah keperkasaan mereka ini membuat mereka lupa diri, euforia yang terlalu berlebihan, menjadikan diri mereka "super lebih". Dengan perasaan "super lebih" ini mereka seringkali tidak sadar bahwa mereka telah mencemooh dan memandang rendah orang lain hanya karena mereka menganggap diri mereka lebih mulia, lebih humanis karena MERASA telah menegakkan HAM. Padahal sesungguhnya mereka tidak lebih dari seorang penipu atau pedagang pinggir jalan yang dengan omongannya ingin orang lain percaya bahwa diri mereka seperti yang mereka bilang dan koar-koarkan, telah melakukan sesuatu yang benar, yang mulia atas nama kemanusiaan. Apabila sang para pendekar ini mau membuka rahasia hatinya, berterus terang dan jujur kepada diri sendiri, mereka akan malu dengan semua yang mereka lakukan karena seorang pendekar HAM yang tulus tidak akan menghujat, menuduh, mencemooh selain selalu tampil cinta damai dan rendah hati.
Seseorang pendekar HAM, yang benar-benar mengerti esensi dari HAM itu sendiri akan melihat dan mengenal orang lain sebagaimana baiknya dia mengenal dirinya sendiri. Seorang pendekar HAM akan menyadari bahwa kita semua adalah saudara dalam kemanusiaan. Kemanusiaan adalah induk dari kasih sayang. Dan seperti halnya anak-anak manusia dari sepasang orangtua, tidak benar dan tiada hak pula dari seorang anak untuk mengakui bahwa dirinya lebih istimewa dan lebih disayang oleh sang orangtua. Jadi apabila kita yang mengaku sebagai seorang pendekar HAM ingin melindungi orang lain dengan dalih HAM, yakinkan terlebih dahulu apakah benar bahwa diri kita, sang pendekar HAM, telah melindungi diri kita sendiri dengan HAM ataukah malah memperdayakan HAM demi keuntungan pribadi semata?