Hal-Hal Penting Pra Pernikahan



Gw adalah seorang janda karena perceraian. Dan untuk beberapa notes yang gw tulis memang sepertinya terkesan sekali kalo gw tuh termasuk yang memprovokasi perempuan-perempuan untuk jangan takut bercerai ha...ha.. atau mungkin malah dari note-note yang gw buat, pernikahan kok jadinya tidak se-indah seperti yang dituliskan di novel-novel atau film-film drama romantis yang berakhir happy ending, seperti komentar dari seorang teman,"Vie, pernah kebayang ga ma loe kalo para perempuan yang baca tulisan-tulisan loe, mereka malah jadi berpikir dua kali buat menikah".

Aduh teman-teman, mohon maaf sekali kalo tulisan-tulisan gw malah membuat gambaran buruk mengenai kehidupan pernikahan. Terus terang, tidak ada maksud untuk menggambarkan pernikahan secara buruk, apalagi karena gw bercerai. Ada pepatah yang mengatakan,"Perceraian karena meninggalnya pasangan alias cerai mati hanya akan membawa kenangan indah dari perkawinan dan sebaliknya, yang dapat di-ingat dari perceraian hidup adalah hal-hal yang jelek saja karena lebih banyak kenangan yang menyedihkan ketimbang menggembirakan".

However, Marriage is a huge commitment. It joins two lives by law. In fact it joins two families. Who ever has seen "Meet the Fockers" knows that it is not a laughing matter. There is a lot the the to-be-weds are thinking about. Walking down the altar with a person, hand in hand, and vowing your love in sickness and in health, to have and to hold, is not an impulsive decision to take. Think about it, together. Discuss your fears, concerns and relationship issues. Ask the questions to be asked before marriage, and answers the questions that are asked to you, honestly. That should help the two of you take the right path into a fresh new life.

1. Apakah kamu dan pasangan benar-benar sudah siap untuk menikah?
Kesiapan untuk mengikatkan diri dalam suatu pernikahan tidak bisa sepenuhnya dikaitkan dengan umur seseorang. Kedewasaan dan kematangan karakter sama sekali tidak berbanding lurus dengan pertambahan umur seorang anak manusia. Jujur, diriku bisa mengatakan ini karena inilah apa yang aku alami dulu. Kesiapan dalam hal ini lebih ditekankan pada kebulatan tekad dan mental sepasang anak manusia yang hendak menikah, termasuk kesiapan untuk saling menyesuaikan diri satu dengan yang lainnya. Ingatlah, bahwa seseorang sangat mustahil untuk merubah karakter yang telah terbawa dari sejak lahir sehingga jangan pernah mengharapkan bahwa saling dapat mengubah satu sama lainnya. Yang ada hanyalah penyesuaian, saling menyesuaikan. Inilah kesiapan mental yang paling perlu, yang paling dibutuhkan dalam mengarungi dunia perkawinan.

2. Sifat dan Kebiasaan
Masa pacaran yang lama bukan berarti lantas menjamin kita sepenuhnya mengetahui sifat dan kebiasaan pasangan. Makanya ada pepatah yang mengatakan aslinya seseorang baru terlihat setelah menikah. Oleh sebab itu, diriku setiap kali berpacaran dengan seseorang selalu meminta satu syarat, yaitu tidak boleh ada jaim-jaim. Ya apa aslinya elo, tampilin aja, terutama yang jelek-jeleknya. Nanti kan tergantung diriku yang menilai sendiri, apakah bisa menerimanya atau tidak. Apabila hal ini bisa diterapkan, bisa diharapkan di pernikahan nanti, diriku tidak akan terkaget-kaget jantungan he...he...



3. Money, Honey!
Di antara semua hal yang perlu dipertimbangkan sebelum menikah, uang adalah aspek sensitif. Masa pacaran yang penuh dengan nuansa toleransi, takut menyinggung perasaan pasangan, ga enakan, membuat kita merasa 'sungkan' untuk blak-blakan dalam mendiskusikan hal ini dengan pasangan. Percaya deh, mendingan ga enakan di masa-masa pacaran ketimbang menjadi GA ENAK di masa pernikahan nanti. Dan Alpie juga sudah mengalami hal ini, jadi benar-benar percaya deh ma alpie he..he..
Pasangan yang terasa royal dan tidak perhitungan di masa-masa pacaran, kemungkinan bisa berubah setelah menikah nanti. Mungkin bukan karena dia tiba-tiba menjadi pelit, tetapi karena cara berpikirnya sudah berbeda dibandingkan masa pacaran. Dulu hanya ada kamu dan aku, sekarang setelah menikah, kamu dan aku telah berkembang menjadi kita karena ada keluarga yang bertambah (mertua, ipar, dan mungkin (calon) anak-anak). Sehingga, kegiatan menabung dan berinvestasi pun yang dulunya tidak pernah terpikirkan, tiba-tiba menjadi hal nomer satu yang HARUS dilakukan. Well.....that's a very good things to do. Yup...that's a very very nice...sampai kemudian pasangan meminta kita untuk ikut berkontribusi membayar beberapa pengeluaran rumah tangga karena gajinya sudah habis untuk kegiatan investasi dan tabung menabung ini. Alih-alih bayangan awal 'my money is my money and your money is also my money' yang diidam-idamkan terwujud, yang ada malah my money is not totally mine anymore....it's already ours...plus....oh sedihnya yang tadinya dulu kita bisa shopping sesukanya, sekarang harus rela berhemat dan menahan diri dari membeli barang kesukaan yang kalo dulu sih ga perlu pikir-pikir panjang untuk membelinya. Huhuhuhu.....kok ternyata menikah itu menjadi seperti ini sih?????? Dan keluhan-keluhan pun berlanjut......dan...kayaknya kalo awal pernikahan saja sudah diisi oleh keluhan-keluhan, bisa dibayangkan akan bagaimana kehidupan perkawinan itu selanjutnya???
Jadi penting sekali untuk bersikap jujur dan transparan membahas hal ini sebelum menikah. Lakukanlah dengan kepala dingin, tanpa ada keinginan untuk saling mendominasi satu sama lain. Utamakan demi kepentingan bersama, demi niat bersama membangun mahligai perkawinan yang ever lasting. Kondisi keuangan juga menentukan apakah seorang istri harus bekerja atau tidak.

4. Your place, or mine?
Hal ini juga merupakan salah satu yang sensitif untuk dibahas sewaktu berpacaran. Karena mau ga mau, pasti hal ini sangat berkaitan dengan kondisi keuangan. Mau tinggal dimana kita nanti setelah menikah? Masih di rumah orangtua-kah? Ngontrak atau membeli? Apapun hasil keputusannya harus mengakomodir kepentingan, kebutuhan, kenyamanan serta kemampuan ke dua belah pihak. Sebisa mungkin, jauhkan dulu keinginan-keinginan atau 'titipan harapan' juga gengsi dari pihak keluarga. Ingatlah, bahwa bagaimanapun bentuk rumah kita (mau kecil, besar, sederhana ataupun mewah) pengertian rumah lebih dalam daripada sekedar bentuk fisik. Rumah adalah dimana cinta kita berada.

5. Children?
This is a very important one of the relationship questions to ask before marriage. Having and raising a kid is a big responsibility, not only about financial condition. Chilren are better to be raised with love and attention from parents, not money. So, do not decide to leap into it when one of you in "not quite sure". It is not so much of a marriage deal breaker, but you need to discuss this, nonetheless.

6. Let's talk about sex, baby!
Well, sex is important. We all know that. So, in case the two of you are already facing certain amount of tension or differences on the sexual front, don't commit and marry before those differences are sorted. If the two of you had decided on celibacy till you are married, have the sex talk. It will help create the longing for each other. Sex is not TABOO things to discuss!



7. Cleaning stuff alias bersih-bersih
Sangat Sangat Penting! Jangan pernah untuk tidak membahas peran kerja individu di dalam rumah. Pria dapat menjadi partner yang sangat kacau untuk tinggal bersama. Pria pada dasarnya tidak teratur. Dan akan menjadi saat-saat yang dapat membuat kita menangis bombay ketika kita meminta tolong suamiuntuk sekedar membersihkan toilet, dan dia berkata, "Tidak, itu bukan tugas saya, saya kan lelaki, masak laki-laki disuruh kerja kayak gini sih...saya kan tugasnya cari uang aja". Jadi, sebelum menikah sebaiknya kita dan pasangan duduk bersama dan mengambil suatu kesepakatan mengenai pekerjaan rumah tangga. Jelaskan dan berikanlah pengertian pada pasangan, walaupun terlihat sederhana, namun pekerjaan rumah tangga tidak akan pernah habisnya. Dan akan sangat berarti bagi kita apabila pasangan bersedia untuk membantu. Lagipula yang berkepentingan pada rumah tangga ini kan bukan diri kita duang, pasangan juga kan? Apalagi, mengerjakan pekerjaan rumah tangga bersama akan dapat memperkuat ikatan kebersamaan diantara kita dan pasangan. Jika dijelaskan dengan baik-baik, tidak memaksa, apalagi ditambah dengan bumbu rayuan sedikit, gw yakin pasangan akan luluh mendengar permintaan kita:)

8. Mertua dan Ipar....Oh Tidakkkkk
Remember the movie "Monster in-law"? Well, tentunya kita tidak pengen lah mengalami hal seperti itu. Sebagai warga negara Indonesia yang cenderung budaya kekeluargaannya sangat kental, maka menikah tidak hanya lantas mengikatkan diri pada pasangan saja, namun juga berarti bersedia untuk merangkul keluarga intinya. Apalagi sebagai makhluk beragama, seringkali kita mendengar nasihat yang mengatakan bahwa setelah menikah maka anggota keluarga kita pun bertambah, dari yang hanya mempunyai sepasang orangtua, maka akan menjadi dua pasang, dan begitupun dengan abang, kakak dan adek kita. Menganggap dan memperlakukan mertua dan ipar seperti layaknya orangtua dan saudara kandung,yahhh susah-susah gampang. Tapi yang jelas tidak ada yang mungkin. Dan percayalah bahwa situasi ini tidak hanya mempusingkan bagi kita, namun juga bagi pihak keluarga pasangan. Sama-sama mau belajar menyesuaikan diri satu sama lain dan kemauan untuk saling berkompromi adalah kuncinya. Dengan orangtua dan saudara kandung aja, kadang kita bertengkar....so wajar saja kalo sesekali kita mengalami konflik dengan mertua dan ipar.


So....demikianlah beberapa hal yang gw pikir dapat menjadi kerikil-kerikil dalam perkawinan. Dan gw percaya, selain 8 hal diatas, pasti masih banyak lagi hal-hal lainnya dan antara suatu pasangan yang satu dengan pasangan yang lain, masalahnya bisa berbeda. Namun apapun masalahnya, rasa cinta, komunikasi serta pengertian adalah kunci jawaban yang paling penting untuk diingat dan diterapkan selama kehidupan pernikahan yang diharapkan dapat bertahan sampai hanya maut yang memisahkan:)