Kisah seorang wanita dengan tekad yang luar biasa


Mo cerita ttg seorang sahabat yang memilih untuk menikah muda, bukan karena alasan sudah hamil duluan, tetapi karena mereka merasa sama-sama sudah tidak dapat hidup berjauhan, sudah sama-sama merindukan untuk disatukan dalam ikatan pernikahan.

Kerinduan yang memuncak untuk bersanding sebagai suami istri mengalahkan kenyataan yang ada bahwa mereka berdua, waktu itu, masih kuliah walopun sang pria-nya sudah mulai nyambi kerja di sela-sela waktu kuliah. Akan tetapi, apabila kekuatan sang cinta yang maha dahsyat sudah datang menghampiri maka segala sesuatu selain cinta tersebut akan menjadi tidak berarti. Status masih mahasiswa dengan ditopang gaji sang calon suami idaman yang berjumlah dibawah UMR tidak meruntuhkan semangat mereka berdua untuk (yang sekali lagi) menyatukan diri mereka atas nama cinta dalam ikatan perkawinan.

Segala keputusan yang diambil beserta segala sesuatu yang manis maupun pahit terkandung didalamnya juga harus berani untuk dijalani dengan penuh kesadaran, ikhlas dan tanggung jawab. Hal ini juga yang selalu dipegang oleh sahabatku. Bayangan kehidupan yang akan dijalani sebagai suami istri dengan segala kondisi yang ada tentunya tidak akan jauh berbeda dari kenyataan. Tekad untuk hidup mandiri dan tidak lagi mau menyusahkan orang tua, apalagi setelah merasa dirinya bukan lah lagi merupakan tanggungan dan tanggung jawab orangtuanya melainkan sudah beralih menjadi tanggung jawab sang suami, membuat sahabatku ini meneguhkan dan menguatkan dirinya untuk siap menjalani hidup baru dengan status sebagai seorang istri. Suatu kehidupan yang berbeda sama sekali dengan kehidupan dulu yang dipunyainya semaseh lajang. Kehidupan yang mengharuskan sahabatku untuk hidup dengan apa adanya,dengan apa yang mampu diberikan oleh suaminya, walopun itu berarti sahabatku harus rela dan ikhlas untuk hidup dalam kamar kontrakan sempit, naik bis, dan makan ala kadarnya untuk menghemat biaya hidup. Juga tuntutan untuk bekerja membantu sang suami menambah pemasukan keluarga pun dijalani, yang tak lupa disertai tekad untuk menyelesaikan kuliah mereka masing-masing sesegera mungkin.

Ah...andaikata sahabatku itu mau mengeluhkan kondisinya kepada keluarganya tentunya hidup yang dijalani tidak akan seperti ini. Tapi hebatnya, sahabatku itu pantang untuk berkeluh ataupun menampilkan muka muram atau sedih apabila keluarga dan kami, teman-temannya, datang berkunjung. Sahabatku itu, sebaliknya selalu terlihat
ceria seolah tanpa beban dan seakan-akan permasalahan ekonomi yang menerpa keluarga kecil mereka tak berarti apa-apa, yang kutahu ini semua dia lakukan untuk menjaga harkat dan martabat sang suami di depan orang lain, terutama di depan keluarganya.

Pepatah mengatakan, kehidupan itu juga bagaikan roda yang selalu berputar. Ada masa-masa sedih penuh perjuangan tetapi ada pula saatnya masa-masa kegembiraan menuai hasil dari benih-benih yang ditanam. Itu pula yang terjadi pada sahabatku dan sang suami. Segala perjuangan dan kerja keras yang dilakukan disertai tekad dan doa tentunya tidak akan membawa hasil sia-sia belaka. Kehidupan mereka pun perlahan-lahan bergerak menuju ke arah yang lebih baik dan semakin membaik setelah mereka pun dianugerahi keturunan.

Manusia tak lepas dari cobaan dan ujian yang diberikan Tuhan dalam hidup ini. Dan kali ini bukan ujian berupa materi yang menghampiri keluarga sahabat saya, melainkan sikap sang suami yang dulu selalu penuh cinta berubah menjadi kasar terhadap dirinya. Memang kadang uang dan kekayaan bisa membuat manusia terlena, menjadikan manusia meremehkan dan tidak menghargai manusia lain, termasuk seorang manusia yang setia mendampinginya di dalam masa-masa sulit.
Bukan hanya perlakuan kasar sang suami, tetapi sang suami yang kini asyik terlena dalam pelukan dan ciuman wanita lain harus dihadapi dan diterima oleh sahabatku ini. Di lain sisi, perlakuan sang suami terhadap anak2 mereka tetap tidak berubah. Di mata anak2 mereka, sang suami tetap sebagai seorang ayah yang baik dan bertanggung jawab. Entah apa yang dicari oleh sang suami yang tidak didapatkan dari sang sahabatku ini.

Ketika aku meminta izin menuliskan cerita ini, sahabatku mengiyakan,
meski dia masih belum lagi sembuh dari kesedihan. Memang tidak ada
perceraian dan sang suami pun tampak tidak menginginkan perceraian walaupun sikapnya sama sekali belum berubah.

Kehidupan memang terus berjalan. Satu peristiwa, satu hati yang berdarah.
Satu hati yang belum juga sembuh. Peristiwa itu seolah membekukan semua kehangatan, keceriaan, kebahagiaan dan kebanggaan sahabatku sebagai seorang istri.

Entah sampai kapan mereka bisa bertahan, saya tidak tahu. Tak juga mau
menduga-duga. Hubungan normal layaknya suami istri memang sudah patah, akan sulit merekatkannya kembali. Tapi saya mengagumi semangatnya mempertahankan pernikahan, dan tetap menjalaninya dengan kesabaran.
"Dulu hal itu perkara besar buat saya, sampai saya sadar di luar sana, banyak pengalaman yang jauh lebih
buruk, menimpa istri-istri lain. Apa yang terjadi pada saya, barangkali tak seujung kuku yang dialami perempuan-perempuan lain. Juga ada hati-hati kecil yang harus dijaga, setiap mengingat kebahagiaan mereka maka luka hati dan kebahagiaan diri ini tidak menjadi penting lagi. Dan saya harus bisa menjaganya sampai kapanpun," kata sahabatku itu dengan entengnya.

Betapapun saya menghormati komitmen yang dilontarkannya, dan seberapa dalamnya saya bisa menyelami dan memahami pikirannya, sebenarnya banyak yang ingin saya tanyakan padanya. Apakah dia bahagia?
Apakah suaminya bahagia? Kenapa tidak bercerai dan sama-sama memulai yang
baru? Sebagian orang mungkin akan berpikir begitu. Hidup terlalu singkat
untuk larut dalam ketidakbahagiaan.

Sungguh, hanya seorang perempuan luar biasa dengan pikiran seluas samudra dan hati yang hampir sesuci malaikat yang mampu melalui semua cobaan ini dengan ikhlas dan saya sendiri yang sering mendapat komentar kagum dari temen2 atas ke-singleparent-an saya, sesungguhnya kekaguman itu terasa berlebihan. Karena saya sendiri ga yakin apakah bisa bersikap sama memilih kehidupan seperti yang dipilih oleh sahabat saya ini, seorang wanita dengan tekad yang sungguh luar biasa.