Setelah Ulang Tahun


Satu hari setelah tanggal 14 Juli, tanggal yang sama dimana 33 tahun yang lalu aku dilahirkan ke dunia ini, disambut dengan senyum bahagia dan ucapan syukur dari orangtua dan kerabat. Waktu hidup di dunia memang bagaikan roda yang berputar. Kalau dulu lahirnya diriku disambut dengan ucapan syukur, sekarang tiba giliran diriku sendiri untuk mengucapkan syukur Alhamdullillah karena maseh dikarunia berkah doa selamat dari keluarga dan teman-teman. Karena kado ulang tahun yang paling indah bagiku selain menerima ucapan doa yang diberikan secara tulus dan ikhlas :)

Sungguh tidak pernah menyangka kalau aku akan mendapatkan ucapan sebanyak itu. Jujur, sungguh sesak rasa haru bahagia di dada dan juga masih dipenuhi rasa tidak percaya diriku mendapatkan perhatian dari teman-teman sekalian, apalagi jika mengingat komunikasi dengan sebagian teman-teman di facebook hanya terbatas via website semata, belum berkesempatan untuk bertatap muka.

Untuk tahun ini, tahun 2009 adalah juga tahun pertama kali dimana aku mendapatkan banyak sekali ucapan selamat, lebih dari 200 ucapan selamat yang sebagian besar aku terima di wall facebook-nya Alvi, sampai-sampai ada seorang teman yang berkata,"wah lo seperti artis aja Vie, banyak yang ngucapin di facebook...apa seh rahasianya?"

Apa ya rahasianya ? Aku juga ga tau harus jawab apa. Temanku itu pun kemudian berkata,"mungkin karena lo sering bikin notes kali vie?"
Ya, mungkin juga.
"Iya pasti karena lo sering bikin notes...coba kalo lo ga sering bikin notes, apa mereka masih ingat lo? Karena kesannya kan di notes lo itu kan seorang perempuan, ibu tunggal yang tegar, pinter dan rendah hati. Terus pernah ga lo berpikir Vie, apakah memang kepribadian lo seperti yang dibayangkan orang-orang ketika membaca notes lo? Atau jangan-jangan ketika lo membuat suatu notes, lo membuat personifikasi ke diri lo supaya orang-orang tertarik untuk membaca notes lo!"

Hm....apakah memang aku seperti analisa temanku itu?
Yang jelas, aku hanya bisa menjawab pertanyaan temanku itu dengan,"Lo tau gw semenjak belom jaman-nya FB, apakah menurut lo ada seseorang Alvi yang lain dalam notes yang gw buat, yang tidak sama dengan seorang Alvi yang lo kenal di dunia nyata?"
Dan, temanku pun tidak menjawab. Aku juga sepertinya tidak membutuhkan jawaban darinya. Seperti biasa, aku lebih cenderung memilih me-refleksi-kan diri ku sendiri, menilai diriku sendiri.

Hanya orang lain yang lebih bisa obyektif untuk menilai diri kita. Itu yang sering kita dengar, dan yang juga sering aku dengar. Dan dulu pun aku mengikutinya. Tetapi hasilnya hanyalah kebingungan lebih dalam yang aku dapat. Aku malah tidak bisa menjadi diriku sendiri. Aku malah merasa menjadi seseorang yang lain, seseorang alvi yang lain yang diinginkan oleh orang lain. Lebih sulit lagi, ketika keinginan orang lain tidak sama antara satu dengan yang lainnya, dan aku harus menjadi seorang Alvi yang lain dan banyak versi Alvi lainnya untuk memuaskan penilaian orang lain. Semakin jauh dari aku mengenal diriku sendiri, karena semakin aku tidak menjadi diri aku sendiri.

Ketika manusia dalam kebimbangan, hanya hati nurani nyang bisa menolong. Karena ketika seorang manusia berada dalam kepalsuan, tidak dalam bentuk jati dirinya sendiri, hati nuraninya akan memberikan peringatan, hati nuraninya akan tidak tenang dan sekarang tergantung manusia itu apakah mau mendengarkan hati nuraninya atau terus bersikap mengacuhkannya. Dan sikap yang aku ambil adalah mendengarkan hati nuraniku berbicara. Sekali manusia mendengarkan hati nuraninya berbicara, maka akan semakin peka kemampuan manusia itu untuk mendengarkan dan membaca makna-makna tersirat kehidupan.

Itu yang aku alami dari pengalaman menjalani kehidupan ini, terlebih setelah berani menantang arus dan menerima resiko yang terpahit sekalipun, hanya untuk menjadi diriku sendiri dan mengambil keputusan untuk diriku sendiri. Tapi ingat, selalu ada alasan dan hikmah dari setiap keputusan dan kejadian. Setiap perjalanan dan pengalaman hidup membuat diriku semakin bertambah dewasa untuk bersikap lebih rendah hati, bertenggang rasa dengan berusaha memahami orang lain, lebih sabar untuk menerima dan memahami setiap situasi dan kondisi yang ada, yang kesemua-nya itu akan semakin menambah keberanian diriku untuk menilai diri sendiri, untuk lebih meneliti diriku ini, dan semakin sering pula aku menatap bercermin ke dalam cermin, melihat ada tidaknya kejujuran dalam diriku ini....sampai saat ini.

"Apapun yang kita lakukan, yang baik maupun yang buruk, maka konsekuensi dan akibat dari perlakukan itu sesungguhnya akan kembali kepada diri kita sendiri, di dunia ini, sekarang juga."