When I free my body from its clothes, it seems to me that my soul takes deeper and free
"Apakah gw sudah benar-benar bisa ikhlas? Apakah gw sudah benar-benar bisa menerima segala hal, apapun itu - either good or/and bad-, yang telah-sedang-dan akan terjadi dalam hidup gw? Tidakkah gw munafik?"
Jujur, beberapa kalimat di atas merupakan contoh dari sekian banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang maseh dan terus gw pertanyakan ke-diri gw sendiri, terutama akan, lagi dan setelah membuat suatu note. Ada ketakutan dalam diri adanya image orang, terutama setelah membaca note gw, bahwa seorang Alvi itu sudah mencapai tahap ikhlas. Gw takut jatuh terbuai oleh image tersebut, yang bisa membawa gw masuk ke dalam golongan orang munafik karena dalam kondisi yang terbuai mabuk oleh pujian, gw tidak akan bisa mengkondisikan diri untuk melakukan pengkoreksian atau introspeksi diri.
Akan tetapi terlepas dari penilaian orang, dalam setiap kejadian entah itu teguran, ujian, cobaan maupun kutukan, gw selalu berpikir "it's all only about mind games, it's all about perception."
Diri, atau tepatnya pikiran, gw yang akan menentukan:
- bagaimana dan seberapa jauh gw bisa menggolongkan hal-hal yang terjadi dalam hidup gw itu adalah suatu teguran, ujian, cobaan, kutukan....atau malah NOTHING HAPPENED !
- andaikan hal-hal itu memang merupakan suatu teguran, ujian, cobaan maupun kutukan, seberapa mampunya gw men-set my mind, my body and my soul kalo semua teguran, ujian, cobaan maupun kutukan itu sifatnya hanya 'singgah',come and go, dan tidak akan pernah menjadi sesuatu yang sifatnya menetap dan permanen dalam hidup gw.
- seberapa tahan diri gw untuk tidak membandingkan kejadian-kejadian dalam hidup gw dengan orang lain, seperti 'mengapa seh kok hidup gw penuh cobaan mulu, padahal gw udah berusaha menjadi orang baik, bekerja keras dan taat beribadah loh sedangkan hidup teman-teman gw yang lain kayaknya mulus-mulus aja'
- yang akhirnya perbandingan ini akan mempertanyakan keyakinan dan kepercayaan gw atas konsep bahwa Tuhan itu Maha Adil, yang akan membuat gw mempertanyakan kebijaksanaan Tuhan.
Mungkin ini akan terdengar seperti 'Alvi, si sok tau" tetapi gw tahu bahwa untuk membuat diri gw ikhlas, gw tidak perlu untuk dibimbing oleh seseorang, ataupun melakukan yoga dan meditasi ataupun berzikir. Mungkin juga gw termasuk orang yang aneh dan kurang beriman, tapi bagi gw kadar keikhlasan seseorang tidak diukur melalui sedikit atau banyaknya kadar keimanan yang dimiliki oleh seseorang. Tidak perlu melewati zikir untuk memperoleh keikhlasan. Karena kenapa kita baru ingat berzikir disaat kita membutuhkan pertolongan keikhlasan dari-Nya?
Bukankah seharusnya kita melakukan apa yang diperintahkan oleh-Nya tanpa meminta ataupun menuntut balas?
Bukankahh seharusnya kita melakukan kewajiban kita tanpa ada pamrih dibaliknya?
Hingga kini konsep untuk ikhlas, bagi gw, maseh terasa absurd untuk dijelaskan tetapi dapat dirasakan oleh jiwa.
"When I free my body from its clothes, from all their buttons, belts, and laces, it seems to me that my soul takes a deeper and free."