Mengapa Penyelewengan Terjadi??
Kali ini, gw ingin menulis sedikit lebih detail mengenai 'Mengapa Penyelewengan Sampai Terjadi'dengan batasan gw hanya membahas mengenai penyelewengan yang terjadi dalam perkawinan karena penyelewengan itu tidak hanya menimpa pasangan yang menikah saja, tetapi juga pada pasangan yang maseh dalam status berpacaran. Tulisan gw ini juga tentunya hanya berdasarkan pemikiran atas beberapa informasi yang gw dapat dimana sah-sah aja apabila kemudian teman-teman sekalian mempunyai pemikiran dan pendapat lain. Yang jelas, dalam hal ini gw berusaha memisahkan perasaaan subyektif gw sebagai wanita dengan mencoba untuk mengutamakan penerapan logika sebagai seorang manusia, bukan sebagai seorang wanita maupun pria. Juga mengesampingkan unsur-unsur idealisme, kemunafikan beralasan norma-norma dan etika, ataupun feminisme. Jujur, ini hanyalah pikiranku sebagai seorang manusia biasa yang mencoba melihat dan menulis dari sudut pandang seorang manusia normal tanpa bermaksud membela, membenarkan ataupun menyudutkan pihak-pihak tertentu.
Sepanjang maseh ada perkawinan, kemungkinan besar perselingkuhan juga akan terus terjadi.
Ketika sepasang kekasih saling jatuh cinta dan kemudian meneguhkan cinta mereka dalam ikatan pernikahan yang dilandasi janji suci di depan Tuhan. Janji suci untuk saling setia sampai hanya maut yang memisahkan. Janji ini seakan-akan menyatakan bahwa 'kesetiaan' adalah kunci dari kebahagiaan dan kelanggengan suatu perkawinan. Sekilas terlintas dalam pikiran, sepertinya seh tidak susah ya menjamin kesetiaan ini, karena sebagian besar pernikahan tentunya dilakukan oleh sepasang manusia saling mencintai dan menyayangi. Dan saking saling cinta dan sayangnya, sehingga mereka pun mantap untuk berikrar sehidup semati dalam pernikahan. So, kesetiaan pun pasti otomatis sudah menjadi bagian terpenting dari rasa cinta yang mereka miliki. If it does so, apa susahnya dunk? Lalu kenapa maseh ada saja perceraian terutama menimpa pasangan yang menikah karena atas dasar saling cinta dan kasih sayang? Apakah kemudian janji suci ini hanya berupa ucapan manis di bibir aja atau hanya merupakan bagian prosedur dari suatu rangkaian proses panjang perkawinan yang harus dilakukan? Dan kemudian bagaimana mungkin seseorang dapat mengkhianati dan melukai perasaan pasangan yang (katanya) dicintainya bahkan dinikahinya?
Mungkin karena sifat dari sebagian besar manusia yang dinamis, yang selalu berubah-ubah, yang selalu mencari tantangan juga merupakan salah satu faktor umum penyebab terjadinya perselingkuhan. Perselingkuhan umumnya bersifat rahasia, main belakang. Dan biasanya kegiatan yang bersifat menantang bahaya bisa memacu hormon adrenalin yang sekejap dapat merubah kehidupan yang tadinya monoton terlihat menjadi sangat menggairahkan.
Perselingkuhan bagaikan permainan judi, bagaikan permainan rullet Rusia dimana pemainnya sadar harus berhenti sebelum hancur lebih dalam tapi tak kuasa untuk menahan godaan yang sangat menantang, memabukkan tetapi juga sekaligus mematikan.
Gw juga berpendapat perselingkuhan itu tidak mengenal gender, tidak membeda-bedakan jenis kelamin pria dan wanita. Tidak juga mengenal subyek dan obyek atau siapa yang memulai duluan. Mau siapa yang duluan punya niat berselingkuh, baik pria maupun wanita, tetap aja sepasang manusia yang berselingkuh itu ya pelaku perselingkuhan.
Untuk manusia yang berjenis kelamin laki-laki, pemicu bagi mereka untuk melakukan perselingkuhan antara lain adalah:
- putus asa dalam menjadi hubungan perkawinan yang bermasalah
- risk taker alias senang bersinggungan dengan bahaya yang bisa "menyelamatkannya" dari kebosanan hidupnya sekarang
- laki-laki adalah makhluk yang sangat menjungjung tinggi ego-nya sebagai seorang pria jantan dan pengakuan dari banyak wanita akan hal ini adalah sangat penting baginya
- iseng mencari pengalaman seksual baru
- kadar keimanan yang lemah
- balas dendam atas perbuatan pasangan yang telah menyakitkan dirinya
- sering kali mereka beranggapan ini hanya one night stand, one short term
- sering kali juga mereka beranggapan perselingkuhan mereka tidak akan sampe ketauan, dan kalopun ketauan biasanya pasangan mereka, para kaum wanita, akan dapat memaafkan mereka
- apalagi sepertinya sudah menjadi konsepsi sosial dalam masyarakat bahwa lumrah-lah seorang laki-laki melakukan perselingkuhan, sedangkan apabila wanita yang menjadi pelaku perselingkuhan akan lain lagi ceritanya
- pria tersebut benar-benar jatuh cinta dan tidak bahagia dalam perkawinannya
Sedangkan untuk kaum wanita, mungkin motif terjadinya perselingkuhan disebabkan karena:
- meningkatkan rasa percaya diri bahwa maseh ada yang menyukainya
- jatuh cinta (pastinya) :)
- perkawinan yang bermasalah
- rindu akan masa-masa jatuh cinta
- mencari rasa nyaman dan keintiman
- seks yang nyaman dan menyenangkan
- sifat dasar
Namun sekali lagi seperti yang telah gw sebutkan sebelumnya, apapun motif dibelakangnya dan terlepas dari apakah perselingkuhan itu dilakukan terlebih dahulu oleh sang suami atau sang istri, kedua belah pihak tetaplah sebagai pihak utama yang sama-sama bertanggung jawab mengapa perselingkuhan ini sampai terjadi.
Perselingkuhan tidak akan bisa terselesaikan apabila kedua pihak tidak bisa memahami dirinya sendiri dan pasangannya. Tanpa kesadaran dan komitmen untuk bekerja sama menyelesaikan masalah, kejadian ini tak mustahil akan terus terulang kembali.
Sepanjang sang wanita, sang istri menolak untuk memahami penyebab penyelewengan yang dilakukan suaminya, maka suaminya pun akan terus berdusta dan menipunya. Jadi jangan menyalahkan sang suami terlebih dahulu, apalagi sampai menyalahkan dan mencaci maki sang wanita selingkuhan seperti biasa yang dilakukan para sang istri yang terluka. Para sang istri ini tidak berani untuk menghadapi akar permasalahan yang terjadi dalam hubungan perkawinannya, akan tetapi perasaan dan harga dirinya yang terluka membutuhkan pemuas, membutuhkan sasaran lain yang menjadi obyek luapan amarahnya, dan biasanya sang wanita selingkuhan lah yang menjadi targetnya. Akan tetapi, ini tidak akan menyelesaikan masalahnya malah akan membuat permasalahan menjadi lebih rumit.
Begitu pula, sepanjang pihak suami juga menolak untuk mengakui kesalahannya dan belajar untuk mengambil pelajaran dari kesalahannya, maka kebahagiaan dan kepuasan hidup yang di harapkannya tidak akan pernah bisa terwujud, dari siapapun dan seberapa banyaknya para wanita yang hadir dalam hidupnya.
Ayolah, manusia dianggap sebagai makhluk dengan derajat tertinggi dengan segala kecerdasan dan keberadabannya maka keistimewaan ini pula lah yang harus diingat untuk tidak langsung menyalahkan orang lain sebelum mampu untuk mengoreksi diri sendiri.