Setelah Lebih Dari 6 Tahun Bercerai...



Seharian minggu hanya aku habiskan di rumah saja bersama anak2. Selain alasan kurang sehat, aku memang sedang tidak ingin keluar rumah. So, berkumpullah aku dan anak2 di kamar tidur kami. Aku duduk di atas tempat tidur dengan novel Man and Boy, Five People U Meet in Heaven, Memoir The Glass Walls, Cosmopolitan dan Asia Travel Magazines.

Dan tak jauh di depanku, Dali dan Zahra duduk diatas karpet. Dali sibuk membolak balik buku Dinosaur Map and History, sedangkan Zahra sibuk mengisi buku kumpulan soal matematika u/ kelas 2 sekolah dasar.

Mungkin karena aku dan anak2 sangat larut dalam kegiatan kami masing2, suasana terasa hening.

Tetapi tak lama kemudian keheningan itu terpecahkan oleh suara Dali yg bertanya kepadaku.

"Mami, kok Dali lihat sekarang Mami ga pernah jalan sama teman-teman Mami lagi?"
"Emangnya kenapa Dali?"
"Mami lagi ga punya pacar ya?"
"Yup."
"Cari pacar dong Mami."
"Tumben nyaranin mami gitu, kenapa kok tiba2 begitu?"
"Supaya mami cepat menikah, jadi kalo nanti Dali dan dek Zahra udah pada kerja, Mami kan udah tua tuh...kalo mami menikah kan ada yg nemenin, enggak sendirian kayak Eyang (mamaku-red). Pasti eyang kesepian deh ditinggal Atok (alm papaku-red) ke Surga."
"Iya mami, dek Zahra setuju sama bang Dali tapi papa baru mesti bikinin kamar sendiri buat Zahra."

Hm..Aku bingung, kagum, cemas, sekaligus takjub mengetahui kedua anakku telah berpikir ttg masa depan ibunya.Tidak hanya berpikir, mereka sekaligus juga mengkhawatirkan kemungkinan terburuk yaitu aku yg semakin beranjak tua nanti akan sendirian kesepian tanpa teman di rumah apabila mereka telah dewasa nanti yang harus bekerja sehingga akan lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah.
Dan mereka jg menyimpulkan jalan penyelesaiannya adalah mami harus mencari pacar, eh salah, calon suami yg bersedia untuk menikahiku dan juga bersedia untuk menemaniku sampai akhir hidup. Ha...ha...pemikiran anak2ku yg maseh berumur 8 dan 7 tahun itu sangat analitis, terstruktur tapi praktis:)

Analytical dan terstruktur krn rupanya mereka, terutama Dali aware kl udah lama maminya tidak pernah jalan dengan teman2nya, terutama malam minggu dan minggu malam, kata Dali, ak pasti di rumah. Itu berarti mami ga punya pacar he..he...
Dan hasil analisa mereka selanjutnya kl ga punya pacar terus, kemungkinan ga menikah yg kemungkinan selanjutnya mami akan sendirian ga ada temannya di hari tua.

Practical ya karena anak2ku berpikir praktis mengenai pemecahannya yaitu cari calon suami dan menikah.

Pikiranku yg sedang mengembara mencerna perkataan Dali, dikejutkan lagi oleh kalimat yg diucapkan (kali ini) oleh Zahra kepada abangnya.

"Bang Dali, tapi kalo nanti papa mo ketemu kita, gimana ayo? Kita dan mami kan pasti ikut papa baru, rumahnya pindah kan?"

Dengan santainya Dali menjawab,"Gampang dek, Papa kan bs ikut acara "Termehek-mehek", ha...ha...ha..



Tak terasa, perceraianku telah memasuki masa lebih dari 6 tahun, dan 3 tahun pertama setelah perceraian diriku sama sekali tidak berniat untuk menjalin hub dengan seseorang lagi karena sibuk untuk menata kembali kehidupan, menyesuaikan diri lagi dengan lingkungan yang baru walopun benernya seh aku malah kembali ke lingkungan awal, kembali ke Jakarta. Tapi setidaknya aku telah tinggal di Medan kurang lebih 4 taun lamanya, udah bisa menyesuaikan diri disana, malah bisa dibilang udah terbiasa dengan kehidupan disana. Dan saat itu yang terpenting mencari pekerjaan, secara waktu menikah dulu mantan suami menghendaki istrinya menjadi ibu rumah tangga sejati.
Nah, jadi 3 tahun pertama perceraian itu bener-bener aku konsen banget untuk menata diri dan kehidupan lagi..terus terang meskipun kembali di Jakarta lagi, 2-3 bulan pertama aku sempet asing dengan Jakarta, mana diriku ga update nomer telepon temen2 (waktu menikah aku emang loss contact banget, secara tahun 2000-2004 kan belum jamannya FACEBOOK maupun FRIENDSTER he..he..)..

So, kayaknya emang mulai dari awal lagi deh....nyari perlengkapan untuk Dali dan Zahra( secara aku meninggalkan semua barang2 milik diriku dan anak2- sempet inget berantem ma Dali karena dia ngotot mau bawa mobil aki JEEP WRANGLER-nya yang gede banget itu-), terus nyari sekolahan untuk Dali (karena pas kita pisah gitu, dia lagi di tengah2 waktu sekolah, untungnya maseh playgroup), nyari nomer telepon temen2, nyari pekerjaan, nyari orang yang bantu untuk jaga anak2, dan banyak lagi deh, untung aja ga nyari rumah, karena mamaku dengan senang hati mempersilahkan diriku kembali ke rumahnya, malah melarang keras2 niat awal diriku yang tadinya hendak ngontrak rumah/tinggal sendiri.

Tiga tahun berjalan....baik aku dan kedua anakku sudah mulai terbiasa dengan kehidupan baru kami. Dari awal semenjak kembali ke Jakarta dan ditawari nyokap untuk tinggal kembali di rumahnya, aku katakan bersedia asal nyokap dan penghuni rumah yang lain berjanji untuk tidak melontarkan satu statement apapun yang menjelekkan nama dan image mantan suami ke anak2.Biar bagaimanapun pahitnya kejadian perceraian yang aku alami, di mata anak2 figur papanya harus bersih karena bagaimanapun mantan adalah papanya anak2 dan akan terus menjadi papanya anak2 selamanya.

Makin lama tahun berjalan, kayaknya seh makin males untuk punya suatu relationship. Mungkin aku salah, tapi yang aku rasakan kira2 spt ini,"sekarang aja hidup aku kayaknya udah penuh, udah pusing mikirin diri sendiri dan 2 anak yang maseh sangat butuh perhatian, terus sepertinya kalo masuk satu orang lg apakah dia akan dapat mengerti kalo diriku (mungkin) kurang dapat memperhatikan sebanyak yang dia minta?"...Walopun pada masa-masa itu aku banyak sekali teman pria, tapi bagiku mereka hanyalah teman-teman biasa, tidak lebih. Takaran definisi "'laki-laki" apakah sebagai teman biasa atau pacar untuk seorang Alvi adalah aku tidak akan mempertemukan ataupun memperkenalkan seseorang itu dengan anak2 maupun keluarga (tidak akan pernah mengajak dia masuk ke dalam rumah) kalo dia hanyalah sebagai teman biasa.



Sampai akhirnya ada satu orang yang dateng dalam kehidupanku. Seorang duda yang usianya bertaut kurang lebih 14 taun diatas usiaku (misal Mr X- red). Dari sikap perilakunya yang sopan, akhirnya orang ini dapat meyakinkan diriku untuk mencoba kembali menjalin suatu hubungan lagi, untuk berkomitmen lagi. Dan segalanya berjalan dengan lancar, kecuali satu yang menghambat, yaitu Mr X kurang dapat mingle dengan anak2. Mungkin emang karena sifat dia yang pendiam. Tapi bagiku, terlepas dari sifat seseorang apakah itu pendiam ataupun tidak, seseorang yang menyukai anak kecil (apalagi khususnya orang yang pernah mempunyai anak) akan terlihat. Dan awal2 bulan pertama berhubungan dengan Mr X, terlihat dia sering memperhatikan anak2, sering jalan ma anak2, tapi makin lama kesininya kok jarang ya? Padahal sering kali aku bilang ke dia kalo aku akan lebih bahagia jika sesekali kita membawa anak2 pergi jalan bersama2. Sekali2 loh, misalkan dalam satu bulan 4 kali ketemu, mungkin kita bisa luangkan 1 kali saja waktu bersama dengan anak2. Dia bilang iya, tapi tetep aja..sampe akhirnya ucapan Zahra menyadarkan aku pada suatu malam. Sehabis pulang dari makan malam, dan Mr X lagi mengantarkan gw ke dalam rumah, di pintu teras rumah Zahra udah berdiri disana. Sewaktu Zahra melihat gw masih berbicara di depan teras dengan Mr X, Zahra langsung berkata dengan ketus,"Om, ini kan udah malam. Ini waktunya Mami untuk Zahra. Zahra mau tidur ditepokin Mami. Om pulang deh, om kan punya rumah sendiri. Masak lama2 dirumah orang, emangnya mo nginep ?!"..
Hm...aku sangat terkejut sekali mendengarnya, langsung aku kasih isyarat Mr X untuk pulang. Dan kemudian apa yang bisa aku lakukan terhadap Zahra? Terhadap seorang anak kecil yang waktu itu berumur 4 tahun yang menunggu mamanya pulang untuk menepok2 pantatnya? Jawabannya adalah Tidak Ada, selain membawa Zahra kembali ke dalam kamar dan menepok pantatnya sampai tertidur.

Besok paginya, mamaku memanggil. Wah isyarat mau dinasehatin neh. Hm..benar saja kan!. Mamaku bercerita kalo Dali dan Zahra mengadu bahwa mereka akan tinggal bersama Eyangnya saja apabila Mami menikah dengan Mr X. Mereka emang tidak bilang mengapa dan mamaku pun cukup bijaksana untuk tidak memperpanjang masalah itu dengan anak2. Dan mamapun memberlakukan hal yang sama terhadapku, mama hanya menasihatiku untuk tidak hanya memakai perasaan, tetapi juga memakai logika dalam hal ini.
Akhirnya setelah melewati beberapa pemikiran dan pertimbangan, aku pikir sebaiknya ini emang ga diteruskan walopun sangat sedih juga ya karena untuk pertama kalinya setelah perceraian, akhirnya bisa jatuh cinta lagi tapi harus patah hati lagi he..he..tetapi rasa jatuh cinta dan rasa patah hatiku itu tidak sebanding dengan rasa sedih dan rasa bahagia ke-dua anakku. Sekali lagi, tidak ada yang namanya "Bekas Anak" maupun "Bekas Orang Tua". Dan akhirnya hubungan diriku dengan Mr X pun berakhirlah sudah.

Semenjak itu, memang aku sepertinya semakin menutup hati dan diri. Well, setidaknya itu yang aku denger dari beberapa temen. Pertanyaan selanjutnya benar atau tidak?..Well, mungkin benar karena aku memang lebih hati2 dalam memilih apalagi anak2 kini makin besar makin sensitif, makin ber-opini, makin kritis dan makin menyuarakan pendapatnya. Walopun mereka sudah memberikan lampu hijau kepadaku, itu tidak berarti mereka akan oke2 aja apabila orang dengan kualitas dan sikap yang sama seperti Mr X diatas datang kembali ke dalam kehidupan pribadiku.
Tapi dari sekian banyak orang," masak ga ada seh yang deket ma anak2 lo?"



Jawabannya ada..ada...tapi masalahnya aku ga ada "feeling" ma mereka...Kali ini, aku pengen menemukan seseorang yang bisa match tidak hanya denganku, tetapi juga ke anak2 dan begitu juga sebaliknya, aku ke dia dan juga aku ke anak2nya (apabila dia mempunyai anak2)...dan mencari yang seperti itu sangat susah, karena perasaan tidak bisa berbohong ...but i am willing to wait...walopun kata seorang temen, bahwa masa expired aku tinggal 2 taun lagi sebagai wanita untuk "laku" atau maseh menarik dilirik pria, ...ha..ha...

Aku tidak bisa begitu saja memindahkan hatiku ke pria lain setelah perkawinan aku berantakan karena diam-diam mantan suami menikah lagi. Mungkin wanita emang spt itu, beda dengan pria dimana bisa langsung menikah lagi hanya sesaat setelah perceraian disahkan atau malah menikah lagi padahal masih terikat dalam perkawinan. Memang, tidak semua pria dan tidak semua wanita spt itu, tapi setidaknya yg terjadi antara aku sebagai wanita dan mantan suami mewakili kaum pria..he..he...

Kebetulan, aku juga termasuk ke dalam tipe orang tua yang kurang menyukai sekian banyak orang asing yang seenaknya keluar masuk ke dalam kehidupan anak2 seolah anak2 hanya sekedar hobi yang dapat kita tekuni dan kemudian ditinggalkan sesuka hati.
Dan aku juga mungkin termasuk ke dalam orang yang romantis. Tetapi tidak sedemikian romantisnya sampai yang dapat terbuai dengan suasana dan janji kosong yang manis dan menyenangkan. Aku lebih menginginkan seseorang yang mengusap2 kakiku saat tua nanti dan mengatakan kepadaku bahwa cintanya tidak berubah. Aku ingin seseorang dengan siapa diriku, dirinya dan anak2 kami dapat tumbuh bersama...sampai tiba waktunya dimana akhirnya aku dan dia menjadi tua bersama, mengantarkan anak2 ke dalam fase kedewasaan yang mandiri dan bertanggung jawab, hingga Insya Allah dapat menimang cucu2 kami, Amin:)