Cara-nya Vie Hidup Sebagai Orangtua Tunggal


Pie, bagi-bagi dunk rahasia-nya 'betah' menjadi orangtua tunggal lebih selama lebih dari 7 tahun ini. Kalimat ini sering banget mampir di fesbuk maupun di blog-nya vie. Dan sebenarnya gw rada gimana gitu ketika diminta memberikan tips-tips sebagai singleparent. Bukannya pelit atau bagaimana, tetapi seringkali diri ini diliputi kekhawatiran yang amat sangat kalau-kalau tips-tips gw malah membuat kualitas hidup teman-teman menjadi tidak lebih baik, atau malah teman-teman tidak menjadi diri sendiri. Karena sampai saat ini gw masih meyakini bahwa hanya diri kita sendirilah yang mengetahu apa yang cocok, apa yang terbaik bagi diri kita. Bukan orang lain, meskipun itu anak-anak kita sendiri, dan walaupun itu psikolog ataupun psikiater terkenal sekalipun.

Namun, seorang teman pula kemudian meyakinkan diriku bahwa kekhawatiran aku sungguh sangat tidak beralasan dan sekalian meremehkan kemampuan teman-teman untu meresapi dan memilah informasi yang terbaik untuk diri mereka sendiri. Well, sounds masuk akal juga dan akhirnya Bismillahirohmanirahim dibawah ini beberapa hikmah yang didapat diri gw selama menjadi hidup sebagai single parent, dan mudah2an bermanfaat bagi teman-teman yang kebetulan membutuhkan ya...amin:)


1 - Berusaha untuk memaafkan walaupun terkesan tidak mungkin akan tetapi jangan memaksakan diri untuk melupakan

Ini pasti berhubungan dengan sang mantan kita, mantan suami maksudnya:) Bukan munafik, kalo kita pasti ngerasa marah, kesel, geram, sedih, dendam ma mantan pasangan...bukan mustahil perasaan-perasaan seperti ini masih kita rasakan walaupun saat pertama kali palu itu diketukkan telah berlalu sekian tahun lamanya. Malah kok kayaknya makin lama waktu berlalu, rasa marah cs ini kok makin kuat mencengkram hati dan pikiran kita ya?

Waduh....ayo cepat kita singkirkan rasa-rasa negatif ini. Widihhhh Pie sok tau deh, ngomong mah emang enak, ngejalaninnya susah taukkk!
Weeitsss....jangan salah, gw tau kok kalo ngomonginnya emang gampang dan sebaliknya sangat susah ngejalaninnya, tapi kan bukan tidak mungkin. Malah sangat mungkin sekali. I had been there, remember:).. Kata kuncinya untuk memaafkan adalah ikhlas dan sadar diri.

Ikhlas tentunya tidak sulit untuk dilakukan ketika diri kita yang pertama kali menginginkan perceraian ini. Terlebih dahulu menginginkan perpisahan dan perceraian tentu sebelumnya diri kita telah terlebih dahulu menimbang resiko-resikonya, bahkan resiko terburuk sekalipun, dan otomatis tentu menakar kemampuan kita untuk menerima dan menjalani kehidupan sebagai orangtua tunggal, termasuk kemampuan menghidupi diri sendiri dan anak2 apabila kemungkinan sang mantan tidak memberikan nafkah. Makanya, jujur, sangat tidak masuk akal bagi gw apabila melihat seorang janda yang masih trauma dan frustasi berkepanjangan, apalagi jika sang janda tersebut yang pertama kali menginginkan perceraian.

Keadaan mungkin akan sedikit lain bagi seseorang wanita yang dirinya dicerai oleh suaminya. Mungkin dirinya akan sangat sulit untuk menerima perceraian ini, karena bukan dirinya lah yang menginginkan. Diceraikan juga kadang menghasilkan suatu perasaan seperti dilecehkan, tidak dibutuhkan lagi, dibuang. Apalagi kalo ternyata sang wanita ini masih merasakan cinta untuk sang suami dan masih berharap perkawinannya terselamatkan. Sehingga ketika perceraian terjadi, mungkin sekali perasaan marah, sakit hati akan sangat susah untuk disingkirkan. Lalu bagaimana bisa ikhlas menerima kenyataan? Bisa dong, dengan menyadari bahwa perceraian ini terjadi bagaimanapun bukanlah hanya kehendak seseorang saja dalam suatu perkawinan. Meskipun suami kita yang pertama kali secara konkrit menginginkan perpisahan, secara tidak langsung, mungkin dibawah alam sadar, diri kita pun berkontribusi memberikan signal yang ditangkap suami bahwa diri kita pun menginginkan hal yang serupa.

wah...gila lo Vie, masak gw memberikan signal memberikan ijin pada suami gw untuk berselingkuh? Dengan selalu curiga, mendominasi, cemburu, berat sebelah, bukannya itu perilaku yang akhirnya suami berpikir ternyata memang benar kalau rumput tetangga memang lebih hijau daripada tanah gersang di rumahku.

Nah, kalau sudah menyadari bahwa diri kita pun turut berkontribusi terhadap perceraian yang terjadi, maka diri kita pun akan dapat memaafkan diri kita sendiri, kemudian memaafkan dia walaupun tentu kita tidak dapat menuntut hal serupa akan dilakukan olehnya. karena dia pribadi yang lain, diluar diri kita yang tidak dapat kita kendalikan.

Begitupun dengan halnya melupakan. Apa yang membuat manusia menjadi makhluk yang paling sempurna? Salah satunya adalah kemampuan untuk menyimpan kenangan. Lalu mengapa juga kita harus membuang kenangan2 buruk kalo kenangan2 menyedihkan itu ternyata akan malah bisa membantu diri kita menjadi lebih kuat dan lebih baik dalam menjalani sisa hidup ini?



2 - Be the best parent as we can possibly be by making the most of everything we have

Ketakutan terbesar menjadi janda dengan anak-anak adalah tidak bisa memberikan yang terbaik buat anak-anak. Padahal hal itu tidaklah perlu dikhawatirkan. Don’t beat ourselves up for what cannot be. Do recognize what we can do to create a good life for our child to the best of our abilities. Give as much as we can without setting goals that are unrealistic for one parent to achieve.

Meskipun kita tidak mempunyai banyak uang seperti sang mantan, akan tetapi kita mempunyai sangat banyak cinta dan kasih sayang untuk anak-anak kita. Cinta dan kasih sayang adalah hal-hal yang tidak dapat dibeli oleh berapapun banyaknya uang yang ada di dunia ini.


3 - Rengkuhlah kehangatan cinta, perhatian dan kasih sayang keluarga dan teman-teman

Keluarga seharusnya tidaklah selalu harus berarti biologis semata. Teman-teman yang tulus perhatian dan peduli ma kita juga adalah keluarga kita, walaupun tanpa ada hubungan darah. Surround ourselves and children with family and friends we know and trust - people who care about both of us. “Aunts” and “Uncles” and even “Grandparents,” who are not blood-related can be just as beneficial to our child as actual biological family members. The “family” we create for our children can provide him or her with the same kind of love and support as a traditional family. They can also help us with our responsibilities as a single parent. Let them play an active role in our child’s life. Learn to turn to our “family” when you need a break. Nobody should have to go it alone and we will probably be able to be a better parent by relying on our “family” of close friends to support us our children.

Thats why the family and friends are what for, aren't they?:)


4 - Bertanggungjawab kepada diri sendiri dan masyarakat

Buktikan kepada masyarakat bahwa kita adalah singleparent yang bertanggungjawab, bahwa kita adalah seorang single parent yang positif, tidak takut untuk bekerja dan hidup mandiri, mampu membesarkan anak2 secara baik dan yang penting kita harus bisa menunjukkan kalo kita bahagia dan tidak menyesali takdir menjadi seorang single parent. Keputusan menjadi orang tua tunggal adalah keputusan yang dirasakan perlu untuk dilakukan demi menyelamatkan pertumbuhan dan perkembangan anak2 secara lahir maupun mental/emosi untuk dapat tumbuh kembaang dengan baik dan normal, ketimbang tumbuh kembang di lingkungan keluarga utuh yang tidak sehat misalkan dengan seorang ayah/ibu yang pemarah/ main tangan/otoriter, atau dengan seorang ayah/ibu yang gemar selingkuh/poligami/poliandri.

Just Go flow with our lives dan tetep berjuang demi kebahagiaan kita dan anak2 di masa kini dan masa2 mendatang.


5 - Bertanggungjawab kepada anak-anak

Remember whatever lead us to where we are today, we are responsible for another life - the innocent life of our children, who didn’t ask to be born. Anak-anak kita tidaklah menjadi pihak yang bertanggung jawab akan terjadinya perceraian, sehingga apapun dampaknya perceraian yang akan berakibat pada anak-anak, maka tugas kita lah sebagai orang dewasa yang bertanggungjawab untuk meminimalisir dampak tersebut. Sikap dan tindakan kita selanjutnya paska perceraian dengan tetap optimis, ikhlas, ceria, bahagia, produktif akan menjadi panutan bagi diri anak-anak kita dalam menemani langkah-langkah mereka menapaki masa-masa kedewasaan diri mereka. Berikan rasa kenyamanan dan keamanan dan pastikan bahwa tidak ada hal serius yang perlu dikhawatirkan walaupun mungkin akan terjadi sedikit perubahan dalam keluarga setelah perceraian. Dan yang paling utama, pastikan bahwa anak-anak tidak akan kekurangan kasih sayang dari kedua orangtuanya, dari ayah dan ibu kandungnya, dimanapun mereka berada dan itu berlaku untuk selama-lamanya.


6. - Berdoa mudah-mudahan Tuhan selalu bersama meringankan langkah kita dan anak-anak:)