Susah Ga Seh Jadi Ibu Tiri Yang Baik??



Mungkin bisa dibilang hampir semua wanita di muka bumi ini ga kebayang bakal jatuh cinta setengah mati ma kaum duda dan dengan membawa anak pula. Yah namanya jodoh...kita kan emang ga pernah tau siapa sih jodoh kita nanti. Tapi hm.....menikah dengan duda yang membawa anak-anak sebagai pelengkap dirinya...yang pasti udah kebayang dibenak kita tuh bahwa hidup kita bakal lebih meriah dari bayangan kita selama ini. Udah pasti lah, kita ngebayangin awal pernikahan hanya di-isi oleh kita dan pasangan saja, sehingga masih tersedia cukup banyak waktu luang yang bisa kita nikmati hanya berdua dan juga ruang kosong yang tidak perlu kita segera isi penuh sampai saat kita merasa telah tiba waktu yang tepat untuk itu.

Tapi jatuh cinta dan kemudian menikah dengan pria yang berstatus duda dengan anak tentunya seketika membuyarkan segala bayangan yang selama ini tersimpan dalam benak kita. Jangankan bisa berleha-leha menikmati waktu luang dan ruang kosong itu, meskipun seejenak, jangan-jangan masa pacaran kita saja sudah direcoki oleh banyak pihak...tidak hanya keluarga dan teman-temannya saja, tetapi ditambah juga oleh anak-anaknya dan (mungkin) mantan istrinya. Namanya punya anak dari perkawinan terdahulu, membuat adanya suatu hubungan yang tidak bisa terputuskan sama sekali dengan sang mantan istri. So, mau ga mau, ikhlas ataupun tidak, suka atau tidak suka, kalau kita benar-benar cinta dan berniat membangun keluarga dengan si dia, maka harus menerima dirinya beserta paket lengkapnya:)

Nah, sebelum bersiap-siap menjadi ibu tiri secara instant, lebih baik dan ga ada salahnya membaca artikel ini yang merupakan hasil survey kecil-kecilan terhadap sekumpulan kecil teman-teman yang berstatus 'ibu tiri' dengan tujuan untuk memberikan sekilas gambaran realitas mengenai kehidupan seorang ibu tiri.

- Paham untuk tidak memaksakan anak-anak tiri untuk secara instant menyukai kita
Untuk menerima seseorang yang baru dalam kehidupan kita tentunya membutuhkan tidak sedikit perasaan suka terhadap seseorang yang baru tersebut. Dan untuk menumbuhkan perasaan suka ini secara wajar, tentunya membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan harus didukung oleh interaksi personal dengan intensitas yang cukup sering dan berkualitas.

Karena, menurutku, anak-anak tidak akan bisa langsung pertama kali langsung menganggap diri kita sebagai 'ibu ke-dua'. Bagi anak-anak, seseorang harus cukup layak untuk menyandang status ibu. Tidak bisa begitu saja kita mengharapkan anak-anak dengan ikhlas bersedia untuk memanggil kita ibu hanya karena kita menikah dengan ayah mereka. "Siapa Loe? Emangnya loe pernah melahirkan gw?" demikianlah ringkasnya pendapat anak-anak. Bagi anak-anak yang mempunyai hubungan yang baik ataupun tidak baik dengan ibu kandung mereka, keadaannya akan sama saja. Mereka akan merasa sang wanita baru ini hendak mencuri kasih sayang sang ayah. Tidak akan pernah mudah dan butuh proses tentunya. Terutama karena image ibu tiri yang kadung jelek di pikiran masyarakat umum, ekspektasi dan pengertian dari kata sifat "Baik" yang berbeda antar individu, dan sampai belum adanya metode baku yang tepat mengenai "Bagaimana Menjadi Seorang Ibu Tiri yang Baik dan Benar".

Nah, sebaiknya biarkan saja hubungan ini beserta keintimannya berjalan dan terbangun secara alami dan wajar. Perbesar rasa kesabaran dan rasa empati kita terhadap anak-anak pasangan.


- Paham bahwa peran kita sebagai ibu tiri bukanlah pelengkap kekurangan ataupun melebihi peran sang ibu kandung
Ingatlah, bahwa figur ibu kandung tetaplah ibu kandung di mata anak-anaknya, seburuk apapun dia. Dan begitu juga dengan kita. Peran dan status kita sebagai ibu tiri, akan tetap sebagai ibu tiri di mata anak-anak, sebaik apapun kesan kita di mata mereka.

Diriku percaya sebagai ibu tiri, kita tidak akan bisa berbuat atau memberikan yang lebih baik dari yang dapat diperbuat ataupun diberikan oleh orangtua kandung. Kita tidak dapat menembus ikatan darah yang terjalin antara anak tiri kita dan orangtua kandungnya.
Sebagai orangtua tiri, kita tidak lantas menjadikan diri kita lebih baik daripada orangtua kandungnya hanya karena kita menerima tugas sebagai orangtua untuk seorang anak yang secara biologis bukan anak kita. Kita mempunyai banyak keterbatasan seperti kita tidak mempunyai hak untuk memarahi anak tiri seperti orangtua kandung melakukannya.

Paling banter hal yang seharusnya dapat kita lakukan adalah memberikan kelembutan dan pengertian dimana banyak orangtua kandung lupa akan hal ini karena orangtua kandung tidak merasa perlu untuk disukai, mereka tahu terlepas dari apapun kesalahpahaman ataupun ketidakcocokan antara mereka dan anak2nya, akan selalu ada ikatan darah yang menghasilkan cinta yang tanpa syarat dan tidak mengenal batas yang selalu terjalin antara mereka.



- Paham bahwa status ibu tiri bukan lantas membuat diri kita kehilangan identitas diri
Tunjukkan diri kita apa adanya. Jangan memanipulasi diri kita menjadi seseorang dengan figur ibu yang ideal, karena segala bentuk kepura-puraan tidak akan berlangsung lama seiring kelelahan yang akan semakin besar menimpa kita. Lagipula anak-anak adalah 'sensor alami' yang terbaik dari segala alat sensor yang ada. Anak-anak dengan nalurinya yang masih polos dan tajam akan bisa menilai apakah kita benar-benar tulus sayang pada diri mereka atau tidak.

Sebaiknya para ibu tiri harus benar-benar mengerti akan hal ini. Sangat besar kemungkinan ibu untuk melakukan apa saja demi merasa ingin disukai oleh anak2 tiri mereka. Bahkan kadang harus bersandiwara menjadi seseorang yang bukan diri mereka sendiri untuk mendapatkan cinta dari anak2 tiri mereka. Tetapi hal ini tidak akan berjalan untuk selamanya. Tidak ada seseorangpun yang dapat bertahan dengan nyaman hidup dalam kepalsuan. Tidak akan ada seseorangpun yang dapat memakai topeng selama yang dia inginkan. Apalagi kalo tujuannya tidak tercapai, dan hasilnya pun akan lebih jauh dari sekedar baik.


- Paham keharusan untuk meminimalisasikan seminimal mungkin rasa cemburu yang timbul pada diri kita
Sebagai seseorang yang baru menikah tentunya kita pengen mempunyai waktu pribadi hanya berdua-duaan saja dengan sang pasangan. Namun, kok kayaknya hal ini terkesan tidak mungkin ya apalagi melihat keakraban yang sangat erat antara pasangan dengan anak-anaknya. Cemburu sih...tapi mau gimana lagi....mau ga mau kan kita ga bisa memiliki dia sepenuhnya alias harus membagi perhatian pasangan dengan sang anak, dan tidak bisa mengeluh apabila porsi perhatian sang pasangan ternyata lebih besar untuk anak-anaknya daripada untuk kita.

Kalau kita mulai merasakan hal ini merasuki pikiran dan hati kita, sadarkanlah dengan mengingat kembali komitmen awal beserta segala pertimbangannya mengapa kita malah memilih sang duda untuk menjadi pasangan hidup ketimbang sejuta pria single diluar sana. Tentunya plus-nya lebih banyak daripada minus-nya kan? Nah, ingatlah sejuta point-point plus ini untuk mengenyahkan rasa cemburu itu.Anak-anak bukan saingan kita, tetapi sudah merupakan bagian dari hidup kita sekarang yang harus dengan tulus kita sayangi dan terima, sama besarnya rasa sayang dan penerimaan terhadap ayah mereka.

Orangtua tiri, menurutku, harus sadar memiliki tugas yang tanpa pamrih. Orangtua tiri tidak akan bisa menjadi pemenang utama dalam merebut hati anak2 tiri maupun pasangan kita. Namun, perlu juga disadari ada satu hal yang sebaiknya selalu diingat, sesungguhnya situasi untuk anak tiri bahkan lebih parah dari kita.

Orang dewasa, kita, masih selalu bisa mendapatkan suami atau istri yang baru. Namun, anak hasil dari perceraian tidak akan mendapatkan ayah atau ibu yang baru, sama seperti mereka tidak akan mendapatkan sebuah hati yang baru ataupun paru-paru yang baru. Baik dalam suka maupun duka, senang maupun susah, anak2 akan selalu dalam bayang2 orangtua kandungnya dan begitupun juga orangtua kandung terhadap anak-anak mereka.

So, setelah baca uraian diatas, kembali tanyakan dengan jujur pada diri kita sendiri, jauh kedalam hati nurani, sudahkah kita siap untuk menyandang gelar ibu tiri?:)