Bertahan-kah atau Pergi Saja
Setelah sekian lama tidak aktif mengunjungi milis orangtua tunggal, beberapa hari belakangan gw lumayan sering memelototi email-email para teman member. Ternyata permasalahan yang beredar masih berkutat itu-itu saja, tidak berubah dari jaman awal gw bergabung dengan milis ini sampe saat sekarang. Salah satunya adalah kebingungan seorang istri yang merasa ‘digantung’ oleh suaminya, tidak bercerai atau tetapi juga tidak merasa mempunyai pernikahan (apalagi yang bahagia). Hm…seringkali gw ‘gemes’ loh melihat tipe istri yang seperti ini, karena gw berpendapat tipe istri seperti ini malah cenderung ‘menyebalkan’…so no wonder deh suaminya kaburrrr…..!!!!
Jahat ya gw??? Negative thinking banget ya gw???? Maybe you think like that, but I believe that I am not. Satu fenomena luar biasa dari hubungan antar sepasang anak manusia adalah semakin kita memburu cinta, maka cinta itu pun akan semakin kencang lari meninggalkan kita. Tapi tentunya, tidak mungkin cinta lari meninggalkan kita tanpa adanya suatu alasan atau penjelasan. Pasti ada!! Cuman karena kita tidak menyukai alasan atau penjelasan tersebut, maka kita pun bersikap dan mengatakan ke teman-teman,”Oh poor me…..he left me without reason..even he never told me goodbye….atau dengan airmata bercucuran kita pun cenderung menyalahkan diri sendiri dengan mengatakan,”Mungkin dia ninggalin gw karena sekarang gw udah endut, ga cantik lagi…padahal gw kan jadi endut gini gara-gara ngelahirin anak dia dan dengan adanya anak-anak sekarang, mana sempat lagi gw ke salon…kok dia ga mau ngerti sih.”
Mau menyalahkan dia kek, atau menyalahkan diri sendiri….tetep aja ujung-ujungnya mencari dukungan dan pembenaran atau pemakluman dari orang-orang terdekat atas masalah yang sedang dihadapi. Tetapi bagi gw sih, itu bukan sikap yang bijaksana. Dukungan dari orang-orang terdekat yang simpati atas diri kita yang sedang menghadapi masalah berat, memang terasa menyenangkan. Tetapi di lain pihak kan, banyaknya pendapat juga akan membuat diri kita semakin sulit membuat keputusan tepat, yang benar-benar kita inginkan. Belum lagi, kalau kemudian dukungan tersebut malah menjadi ‘kompor’ yang dapat mendorong kita untuk membuat suatu keputusan yang sifatnya impulsive, yang ujung-ujungnya berakhir dengan penyesalan dan mulailah kalimat I wish I never did that en se-abgreg2 I wish lainnya.
Daripada repot meminta pendapat, bantuan dan dukungan dari orang lain, even teman terdekat, lebih baik kita menanyakan dulu kepada diri sendiri, untuk mengetahui apa sih yang benernya kita harapkan dari hubungan ini. Think rationally, whether it is worth us while to hold him back for the sake of the marriage or is it genuine love and respect that we feel for him?
And, believe me, it's not the end when a man leaves you - no matter how bereft you may feel. You have to turn your face towards the experience and make it your beginning:)