Tampilkan postingan dengan label Humanity. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Humanity. Tampilkan semua postingan

Akhirnya Mereka Mengundurkan Diri Juga!


Seminggu belakangan ini dilanda kesibukan menyelesaikan laporan triwulan ke lembaga donor, hanya menyisakan sedikit waktu untuk melirik sejenak perkembangan berita terkini di republik tercinta ini. Dan dari sedikit berita yang sempat gw lirik itu, ada salah satu berita yang membuat gw terkejut yaitu mengenai pengunduran diri dua orang (mantan) ‘atasan’ dari suatu lembaga dimana gw pernah ‘mengabdi’ sebelumnya.

Waktu itu, keputusan ‘mengabdi’ di lembaga tersebut karena gw kagum pada sepak terjang lembaga-lembaga seperti ini, yang membantu kaum yang terpinggirkan, yang ternistakan, yang termarjinalkan, yang tersingkirkan, dan yang tidak pernah mendapatkan keadilan. Terlebih sebelumnya, proses perceraian gw sempat mendapatkan bantuan dari kantor cabang lembaga tersebut sehingga semakin membulatkan tekad untuk ‘mengabdi’ di lembaga ini. Dan tekad itu pun, seakan gayung bersambut, tiba-tiba saja dan tak sengaja mataku terantuk pada suatu iklan lowongan di suatu media yang memberitakan dibukanya kesempatan untuk ‘mengabdi’ di lembaga tersebut. Lebih lanjut, seakan niat baik yang katanya selalu diberkati oleh Tuhan, proses perekrutan pun berlangsung mudah dan lancar sehingga gw pun berhasil mendapatkan suatu posisi ‘pengabdian’ di lembaga tersebut.

“You never really understand a person until you consider things from his point of view--until you climb inside of his skin and walk around in it”, suatu quote yang sangat gw gemari dari novel To Kill A Mocking Bird. Ternyata pepatah ini benar adanya. Penilaian sepintas di awal bisa sangat bertolak belakang dari kenyataan sebenarnya, setelah kita menjalani kehidupan di dalamnya dan menemukan bahwa para pemimpin lembaga ini yang diluar sana selalu mendengungkan dan mengagungkan kalimat suci nan sakti “Hak Asasi Manusia” dan yang juga terlihat selalu memperjuangkan “Keadilan Bagi Rakyat Miskin”, tidaklah seperti demikian adanya dalam memperlakukan para ‘keluarganya’, atau lebih tepatnya gw katakan ‘para bawahannya’ di lembaga yang dipimpinnya ini.

Karena hanya di lembaga ini, dari para personel pemimpin itu, gw mendapatkan begitu banyak ‘pengalaman tak terduga’, seperti:
Pengalaman menyaksikan dan juga mengalami untuk pertama kali perlakuan yang bertolak belakang dari semangat kemanusiaan yang selama ini selalu dijunjung tinggi oleh para personel pemimpin, seperti makian kata-kata ‘kebun binatang’ ataupun beberapa perlakuan tidak manusiawi lainnya yang menyakiti fisik maupun mental (seringkali sih menyakiti mental secara sulit untuk dibuktikan apabila sang ‘korban’ melakukan pengaduan, kecuali ada saksi dan bukti-bukti lain). Khususnya untuk diriku menjadi paranoid, sangat enggan dan takut untuk datang ke kantor. Bolak-balik dan berulang kali sakit. Errornya lagi, kadang sang pemimpin saking seringnya marah-marah, sering juga lupa dia lagi berhadapan dengan siapa. Sehingga pernah kejadian, staff lembaga donor pun dia maki-maki yang berujung keluarnya peringatan berupa teguran keras dari lembaga donor terhadap salah satu personel pemimpin yang bersangkutan.Satu lagi, gw juga baru tau ternyata di lembaga pun memakai istilah "orang gajian" ketika menghardik 'bawahannya'.


Pengalaman menyadari bahwa bagaimana orang-orang ini yang bertitel ‘aktivis’ ini bisa membantu orang lain, sedangkan menyelesaikan masalah di dalam lingkungannya saja tidak bisa, malah terkesan ‘menutup-nutupi'. Diriku juga mendapatkan bahwa ada tipe pemimpin yang apabila melihat 'bawahannya' nerimo-nerimo saja, bukannya instropeksi diri dan insyaf, malah makin semena-mena. Sayangnya, tipe pemimpin inilah yang menghuni lembaga itu.

Aneh Tapi Nyata dan Hanya Ada di Lembaga Ini, yaitu dimana para pemimpin yang mengharuskan kami, para 'bawahan' memutar keras otak untuk mencari pemasukan, mendapatkan uang, termasuk apabila itu harus menggunakan uang pribadi kita. Lalu apa yang dia kerjakan dong??? Hanya tau beres aja! Kalimat favoritnya adalah,"Pokoknya gw ga mau tau, itu harus dibayar, cari dari mana kek uangnya!". Atau baru kali ini ada pemimpin yang meminta gaji kepada bawahannya, bukan sebaliknya. Pokoknya semua serba terbalik, aneh tapi begitu nyata adanya. Jadi no wonder, kalo kemudian lembaga itu jarang sekali dapat program besar, karena para pemimpinnya tidak mau berpikir dan berusaha. Cuman sibuk memikirkan diri sendiri saja dan hanya mau mengerti hasil akhirnya!

Miris Tapi Nyata dan Hanya Ada di Lembaga Ini (juga), yaitu yang katanya lembaga pemerhati orang miskin, tetapi sering kali melihat sang para pemimpin bersikap tidak peduli apabila ada orang miskin yang datang. Kalau tidak sangat dengan terpaksa, Biar saja para karyawan yang melayani, itu katanya!

Pengalaman bahwa orang itu bisa berjanji dan berkata apa saja demi mencapai tujuan, yang ternyata hanya untuk kepentingan pribadinya. Ketika temanku yang saat itu berprofesi sebagai salah satu Direktur lembaga tersebut mendirikan suatu perusahaan yang katanya perusahaan komersial tersebut adalah suatu badan fund raising dari lembaga tersebut, sehingga ketika perusahaan tersebut kesulitan keuangan untuk membayar gaji pegawainya, diriku bersedia untuk meminjamkan uang pribadiku, dengan pikiran bahwa bagaimanapun perusahaan itu harus berjalan karena kan fungsinya penting sebagai fund raising, dan gw jg memikirkan bagaimana juga nasib keluarga pegawainya kalo tidak gajian, lagipula kalo mengutip info mereka bahwa perusahaan media itu merupakan badan fund raising dari lembaga tersebut,berarti kan perusahaan tsb atas nama lembaga yg notabene pasti uang gw dijamin oleh para pendiri lembaga ini yang semuanya tokoh-tokoh terkemuka negeri ini dan akan sangat segera dibayarkan. Ternyata, kata memang hanya tinggal kata, dan janji hanyalah tinggal janji. Perusahan media tersebut kemudian terbukti didirikan tidak atas nama lembaga, melainkan atas nama pribadi tiga orang, para personel pemimpin lembaga ini dan janji untuk membayar pinjaman mereka kepada diriku, sampai saat ini belum juga terselesaikan, bahkan terkesan tidak ada itikad baik untuk membayar kembali uangku yang nominalnya mencapai lebih seratus juta rupiah yang merupakan hasil jerih payahku kemaren selama bekerja setahun lebih di Singapura.
Pengalaman ‘dimaki’ hanya karena berkampanye semangat kemanusiaan dan bantuan hukum lewat grup milis perusahaan media ini, membuat diriku mulai mencurigai status kepemilikan perusahaan media ini. 'Makian' itu jg membuat gw mengerti bahwa status pemimpin lembaga bukan berarti lantas dia mencintai lembaga ini, mencintai masyarakat dan berjuang untuk masyarakat. Seringkali status ini hanya dijadikan prestise atau sekedar batu loncatan bagi dirinya untuk mendapatkan beasiswa atau jabatan politis nanti setelah masa jabatan selesai. Opportunis dan Hipokrit itulah julukan diriku bagi para pemimpin lembaga yang seperti ini. Inilah cikal bakal mengapa diriku menjadi sangat membenci para opportunis dan hipokrit ini. Karena para opportunis dan hipokrit menggunakan bahkan menjual nama dan nasib orang lain, orang miskin untuk kepentingan dirinya sendiri. Bagiku, opportunis dan hipokrit ini adalah juga seorang ‘pembunuh rakyat’ yang bertopeng di balik nama besar lembaga yang dipimpinnya.


Hm….masih banyak lagi kalo semuanya gw tulis. Tapi jujur, mengingat kembali akan hal-hal seperti ini, masih menyakiti hati walaupun sampai saat ini dan sebisa mungkin, gw berusaha untuk mengikhlaskan. Mungkin ada yang bertanya, apa mungkin diriku saja yang terlalu ‘melebih-lebihkan’? Well, bisa saja pihak lain berpendapat demikian. Gw sangat tidak berkeberatan, toh setiap makhluk hidup di dunia ini bebas mengemukakan pendapatnya ataupun untuk mengambil sikap. Namun, setidaknya gw berani mengambil langkah drastis dengan nekat berani mengundurkan diri dari status yang cukup penting di lembaga ini. Tidak hanya itu, gw juga telah berani bersikap terbuka dan apa adanya dalam mengkomunikasikan dan mengklarifikasikan semua pengalaman seperti yang gw tulis diatas yang menjadi alasan-alasan pengunduran diriku, di hadapan para pendiri dan pengawas lembaga ini, agar mereka mengetahui bahwa ada masalah yang cukup serius untuk diperhatikan dan diselesaikan dengan segera agar tidak lagi terulang kejadian-kejadian serupa nantinya (mengingat hal-hal yang menimpa diriku ini bukanlah pertama kali terjadi, alias pernah terjadi sebelum-sebelumnya).

Lalu kemudian, apakah pengunduran diri sang para personel pemimpin lembaga ini adalah buah dari sikap pengunduran diriku itu? Apakah diriku dengan menuliskan ini tidak merasa takut akan 'balasan' dari mereka? Jujur, ga penting bagi gw untuk memikirkan itu lebih lanjut. Tapi, jujur lagi, alasan pengunduran diri serta pencapaian yang disebut para personel pemimpin lembaga ini membuat diriku tersenyum geli. Karena bagiku, tidak pernah akan timbul perasaan ‘jenuh', apalagi sampai berhenti, untuk membela dan memperjuangkan nasib rakyat kecil, tentunya apabila kita benar-benar mencintai dan berjuang untuk rakyat. Dan lagi, apakah suatu bangunan yang direnovasi menjadi mewah bisa dikatakan pencapaian?? Seharusnya pelayanan bagi masyarakat adalah pencapaiannya, bukan bangunan mewah! Dan apabila pun ada 'balasan' dari mereka, gw harap mereka bisa membuktikan 'balasannya' tersebut! Gw ingin menggaris-tegaskan kepada mereka," Tolong-lah untuk lain kali bersikap selayaknya predikat dan pendidikan yang Anda sandang. Ingatlah bahwa kita semua adalah sesama makhluk Tuhan yang sederajat dan harus sama-sama saling menghargai, bukan untuk dipermainkan ataupun dimanfaatkan!"

Mencintai dan terus berjuang untuk masyarakat haruslah dilakukan bersama-sama dengan pihak-pihak yang benar-benar tulus, tanpa tendensi pribadi apapun. Itu juga lah yang menjadi alasan mengapa akhirnya gw memutuskan untuk menulis semua ini, agar orang lain juga mendapatkan pemahaman untuk tidak lagi lebih melihat ke nama besar suatu lembaga, tetapi lebih kepada akhlak dan itikad para personelnya, yang mudah-mudahan negeri ini tidak lagi dipenuhi oleh para opportunis dan hipokrit, khususnya dari para pihak yang bertopeng ‘aktivis’. Suatu LSM harus tetap ada sebagai kontrol bagi kinerja pemerintah, tetapi pastikan LSM itu dipimpin dan dimotori oleh orang-orang yang benar-benar MANUSIA!

Empati Hanyalah Modal Yang Gw Punya


Banyak komentar yang mengisi fesbuk-ku terutama ketika diriku lagi berkata 'pedas' mengkritik pemerintah. Ada komentar yang mendukung pernyataanku, tetapi banyak juga yang berkomentar negatif, seperti 'lo tuh Vie bisanya cuman ngomong doang' atau 'emangnya lo bisa buat apa sih? lo kan cuman rakyat biasa, bukan pejabat ataupun wakil rakyat' atau 'munafik banget sih lo Vie' atau 'jangan bisanya cuman meng-kritik doang, lo bisa kasih ide yang lebih baik ga?' atau 'udah lo pikirin aja cari uang buat anak-anak lo, ga usah main politik-politikan' atau komentar yang bernada mengancam 'lo ga takut 'dihilangkan'?'

Jujur, sebenarnya seh gw tidak merasa tersinggung, sakit hati, apalagi sampe ngerasa takut mendengar komentar-komentar negatif tersebut. Dan jujur juga, gw tidak merasa diri gw ini munafik, oportunis ataupun hipokrit seperti yang mereka bilang. Dan kalau boleh jujur lagi, tidak ada sedikitpun rasa benci gw terhadap pemerintah. Kalaupun gw meng-kritik pemerintah, gw menilai itu wajar karena gw masih merasa sayang dan peduli dengan negara Indonesia ini. Kalo gw malah diam melihat sesuatu yang mengganggu 'perasaan' gw, bukannya itu malah menjadikan diri gw munafik?

Kalau ada satu hal yang bisa gw salahkan sebagai penyebab mengapa gw bersikap seperti itu adalah rasa empati gw yang terlalu dalam bagi bangsa ini, bagi saudara-saudara setanah-air. Dan masalahnya rasa itu tidak bisa gw cegah. Kadang rasa empati ini membuat diriku menjadi impulsive dengan mengorbankan segala yang diriku punya untuk orang lain. Bukan bermaksud untuk memuji diri sendiri, tetapi ketika diriku ini berani mengkritik orang lain, mengkritik pemerintah, maka berarti sebelumnya diriku sudah yakin bahwa gw tidaklah sama mutunya dengan orang-orang yang gw kritik.

Jika gw mengkritik pemerintah yang tidak peduli dengan orang miskin, berarti sebelumnya gw harus bisa jujur dan meyakini bahwa gw peduli membantu orang miskin dengan segala kemampuan dan keterbatasan yang gw punya.
Jika gw mengkritik pemerintah yang hanya omong doang, setidaknya gw harus terlebih dahulu memastikan bahwa gw bukanlah seorang dengan penuh kebohongan dan kepalsuan.
Jika gw mengkritik pemerintah tidak mempunyai hati nurani, maka terlebih dahulu gw harus bertanya kepada diri sendiri, masihkah gw memakai nurani?

Empati yang dalam terhadap sesama hanya itulah modal yang gw punya. Empati yang membuat gw merasa menjadi manusia seutuhnya. Lagipula, bukankah untuk itu mengapa otak dan hati diciptakan oleh Tuhan untuk manusia? Setidaknya, gw menganggap empati adalah 'harta karun' yang harus kita wariskan kepada anak cucu kita demi masa depan Indonesia yang lebih baik.

Sang "Pendekar" HAM




Para tokoh politik, pemerintahan dan LSM, baik lokal maupun asing, di Indonesia sering berkata kita harus menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM). Tapi apakah sebenarnya mereka benar-benar mengerti tentang HAM itu sendiri? Bila ditanyakan pertanyaan ini kepada mereka, akan dengan lancar mereka mengoceh tentang pengertian HAM berdasarkan textbook. Hm....sesungguhnya dengan berkata seperti itu, menurut gw, mereka tidak mengerti esensi tentang HAM itu sendiri, karena mereka masih mengoceh berdasarkan pengertian yang tertulis di textbook. Mereka tidak berkata dari hati, karena tidak ada esensi HAM di hati mereka. Seperti kata pepatah,"seseorang yang sering berkoar-koar mengatakan kebaikan tentang dirinya, maka sesungguhnya tidak ada satupun kebaikan tentang dirinya." Gw mengenal seseorang yang berpendidikan tinggi, dan seorang pendekar HAM juga. Akan tetapi apakah ada ruh dari HAM itu sendiri di dalam semua tindakannya terhadap orang lain??? Jawabannya TIDAK. Mungkin begitu juga halnya dengan para pendekar HAM yang lainnya dinegeri ini yang selalu berkoar-koar tentang penegakan HAM akan tetapi diri mereka lah yang masih banyak melalukan pelanggaran HAM...sungguh ironis kan??

Bagi gw, HAM sama halnya dengan banyak hal lainnya di dunia ini. Menegakkan HAM sama susahnya maupun sama mudahnya dengan tindakan menyarankan seseorang untuk berhenti merokok, misalnya. Hanya niat dari hati orang itu sendiri yang bisa menjawabnya, bukan peraturan, bukan omongan dan bujuk rayu orang lain, bukan hukuman, bukan program, bukan lain-lainnya.



Seorang pendekar HAM tidak akan beranggapan bahwa dirinya telah melakukan penegakan HAM yang akhirnya perbuatan mereka sendirilah yang malah menodai perkataan mereka sendiri. Para pendekar HAM ini seringkali lupa diri. Seringkali mereka merasa bagaikan seorang ksatria perkasa yang (tadinya) bertujuan untuk menolong orang lemah dan teraniaya, namun malah keperkasaan mereka ini membuat mereka lupa diri, euforia yang terlalu berlebihan, menjadikan diri mereka "super lebih". Dengan perasaan "super lebih" ini mereka seringkali tidak sadar bahwa mereka telah mencemooh dan memandang rendah orang lain hanya karena mereka menganggap diri mereka lebih mulia, lebih humanis karena MERASA telah menegakkan HAM. Padahal sesungguhnya mereka tidak lebih dari seorang penipu atau pedagang pinggir jalan yang dengan omongannya ingin orang lain percaya bahwa diri mereka seperti yang mereka bilang dan koar-koarkan, telah melakukan sesuatu yang benar, yang mulia atas nama kemanusiaan. Apabila sang para pendekar ini mau membuka rahasia hatinya, berterus terang dan jujur kepada diri sendiri, mereka akan malu dengan semua yang mereka lakukan karena seorang pendekar HAM yang tulus tidak akan menghujat, menuduh, mencemooh selain selalu tampil cinta damai dan rendah hati.

Seseorang pendekar HAM, yang benar-benar mengerti esensi dari HAM itu sendiri akan melihat dan mengenal orang lain sebagaimana baiknya dia mengenal dirinya sendiri. Seorang pendekar HAM akan menyadari bahwa kita semua adalah saudara dalam kemanusiaan. Kemanusiaan adalah induk dari kasih sayang. Dan seperti halnya anak-anak manusia dari sepasang orangtua, tidak benar dan tiada hak pula dari seorang anak untuk mengakui bahwa dirinya lebih istimewa dan lebih disayang oleh sang orangtua. Jadi apabila kita yang mengaku sebagai seorang pendekar HAM ingin melindungi orang lain dengan dalih HAM, yakinkan terlebih dahulu apakah benar bahwa diri kita, sang pendekar HAM, telah melindungi diri kita sendiri dengan HAM ataukah malah memperdayakan HAM demi keuntungan pribadi semata?

A Better Us Create A Better Place To Live In

I ever heard this opinion from one of my friend who said,"...one can't change government, alone or together,even the powerful must know there place or be eliminated, by what's ever most appropriate for the situation, hence the common folk of a nation, stand even less of a chance, we've made ourselves weak in our home land and now we want to save the world around us, to late we've discovered a sad fact of life, accept everything and eventually, everything
becomes acceptable, most of all, the unacceptable,itself . . ."

I think beside the corruption, two other major problems facing the world today are ignorance and stupidity. Even though people are fooling, they still consider themselves wise people. People do not think twice these days. Everything is one way and that I think is the major problem facing the world today. People must begin thinking and reasoning as human beings if we want this world to be a better place. You are telling people to stop smoking but you are a smoker yourself. Doctors who teach people about the harmful effects of cigarettes are the same people smoking 2 and 3 packs a day.

And i also believe nowadays people like to give their opinions without listening to others. I must admit i do fall into this occasionally. It's like those people that like hearing themselves talk but when it's their turn to listen they switch off. Everyone's trying to convince everyone else that their right.
So, all of us as citizens of the world, what is the single most important thing we can do to improve society? Who knows if we all take a little simple thing efforts upon ourselves to focus on one thing, it might create a cascading effect and society might be better for it. Generally, I think before improve the whole system of the world, first we need improve ourselves. Be brave and subversive model for others in an appropriate, non violent way.More often than not we blame our neighbor, our state, our leaders for all the ills around us. But if we can only make a little improvement to our own lives we can further the cause by a step. If we can only take this attitude into the outside world and follow each others examples, the world would be better for it. Just a small deed from each other would collectively make for a better world. It could be something as simple as picking up a piece of litter and throwing it into a trash can.



And here are my thought for the rest:

1. To reduce the selflessness and stop being ignorance. To learn how to co-exist. Without tolerance for one another there can be no peace. Intolerance brings war, fear, and disunity. By learning to accept each others' limitations and take that extra step to love one another, then this world will be a better place for all.

2. Starting to educate children and people near you. It has been proven over and over again that education is the key out of poverty as well as enlightening on things that might form prejudices in the less educated mind. We can give people stuff, money, house but education is truly something that no one can lose or have taken away.

3. Of course, not standing for corruption is very important.Stronger law enforcement. This actually is under the control of the government to implement, but we sure can remind each other to obey the law.

4. To stop all the necessary hate that plagues the world, once we learn to love people for who they are and not try to change that, the world will be a better place.

5. Save the environment by doing a bit in recycling.

6. Stop hurting and harming others. If everybody will feel like this then there wouldn't be any thefts,attacks,wars & the society will be free from many types of social problems.Everywhere there would be a friendly atmosphere.

7. To be helpful to all. We all are so much engrossed in money making and within our family lives that we forget the basic concept of society formation.

8. To help the poor and needy.A lot of us are fortunate and live comfortable, but there are lots of people out there who are struggling in life and needs our help greatly. We can just start with ourselves and lend a helping hand to those in need. If everyone do so, the society will be more gracious and caring and it'll make it a better place for us to live in.

9. Creating equal opportunity for all, which includes equal access to education and work opportunities. If everyone is given the same chance to succeed then I think this will have a positive impact on society.

10. We all want to be a part of our clubs, our cliches, our inner circles. But whatever happened to being a part of our country? So, do our best as the citizen of our country...a citizen of the world.

I don't understand why we treat us each other badly and poorly. We are not that different, inside we are all the same. We should not be judged by our religion or the color of our face, because in the end, we're all running this same race. If we all stop this madness and never forget that in God's eyes,we are all the same:)

Indonesia Unite



I was sitting on Ancol beach on one hot Sunday, watching my two children, a boy and a girl, playing in the sand. They were hard at work building an elaborate sandcastle by the water's edge with gates and towers and moats and internal passages.
Just when they had nearly finished their project, A big wave came along and knocked it down, reducing it to a heap of wet sand.

I expect they would burst into tears, devastated by what had happened to all their hard work. But they surprised me. Instead, they ran up the shore away from the water, laughing and holding hands, and sat down to build another castle.
I realized that they had taught me an important lesson. All the things in our lives, all the complicated structures we spend so much time and energy creating, are built on sand.

Only our relationships to other people endure. Sooner or later, the wave will come along and knock down what we have worked so hard to build up. When that happens, only the person who has somebody's hand to hold will be able to laugh. And I do really hope, we are, Indonesians, as a big family will hold each other hand and share joys and tears together for good.

Think about others while preparing your breakfast...dont forget the birds has nothing to eat
Think about others when you start your own wars...dont forget who ask for peace
Think about others when you go back home, your home, ...dont forget who lives in the tents
Think about others when you sleep in your own bed...dont forget who doesnt have place to sleep
Think about others when you speak of yourself...dont forget the one who lost the right to speak
And when you think about others, think of yourself and say:
I wish i am a candle that lights the dark, and so they are:)