Tampilkan postingan dengan label Vie. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Vie. Tampilkan semua postingan

Akhirnya Mereka Mengundurkan Diri Juga!


Seminggu belakangan ini dilanda kesibukan menyelesaikan laporan triwulan ke lembaga donor, hanya menyisakan sedikit waktu untuk melirik sejenak perkembangan berita terkini di republik tercinta ini. Dan dari sedikit berita yang sempat gw lirik itu, ada salah satu berita yang membuat gw terkejut yaitu mengenai pengunduran diri dua orang (mantan) ‘atasan’ dari suatu lembaga dimana gw pernah ‘mengabdi’ sebelumnya.

Waktu itu, keputusan ‘mengabdi’ di lembaga tersebut karena gw kagum pada sepak terjang lembaga-lembaga seperti ini, yang membantu kaum yang terpinggirkan, yang ternistakan, yang termarjinalkan, yang tersingkirkan, dan yang tidak pernah mendapatkan keadilan. Terlebih sebelumnya, proses perceraian gw sempat mendapatkan bantuan dari kantor cabang lembaga tersebut sehingga semakin membulatkan tekad untuk ‘mengabdi’ di lembaga ini. Dan tekad itu pun, seakan gayung bersambut, tiba-tiba saja dan tak sengaja mataku terantuk pada suatu iklan lowongan di suatu media yang memberitakan dibukanya kesempatan untuk ‘mengabdi’ di lembaga tersebut. Lebih lanjut, seakan niat baik yang katanya selalu diberkati oleh Tuhan, proses perekrutan pun berlangsung mudah dan lancar sehingga gw pun berhasil mendapatkan suatu posisi ‘pengabdian’ di lembaga tersebut.

“You never really understand a person until you consider things from his point of view--until you climb inside of his skin and walk around in it”, suatu quote yang sangat gw gemari dari novel To Kill A Mocking Bird. Ternyata pepatah ini benar adanya. Penilaian sepintas di awal bisa sangat bertolak belakang dari kenyataan sebenarnya, setelah kita menjalani kehidupan di dalamnya dan menemukan bahwa para pemimpin lembaga ini yang diluar sana selalu mendengungkan dan mengagungkan kalimat suci nan sakti “Hak Asasi Manusia” dan yang juga terlihat selalu memperjuangkan “Keadilan Bagi Rakyat Miskin”, tidaklah seperti demikian adanya dalam memperlakukan para ‘keluarganya’, atau lebih tepatnya gw katakan ‘para bawahannya’ di lembaga yang dipimpinnya ini.

Karena hanya di lembaga ini, dari para personel pemimpin itu, gw mendapatkan begitu banyak ‘pengalaman tak terduga’, seperti:
Pengalaman menyaksikan dan juga mengalami untuk pertama kali perlakuan yang bertolak belakang dari semangat kemanusiaan yang selama ini selalu dijunjung tinggi oleh para personel pemimpin, seperti makian kata-kata ‘kebun binatang’ ataupun beberapa perlakuan tidak manusiawi lainnya yang menyakiti fisik maupun mental (seringkali sih menyakiti mental secara sulit untuk dibuktikan apabila sang ‘korban’ melakukan pengaduan, kecuali ada saksi dan bukti-bukti lain). Khususnya untuk diriku menjadi paranoid, sangat enggan dan takut untuk datang ke kantor. Bolak-balik dan berulang kali sakit. Errornya lagi, kadang sang pemimpin saking seringnya marah-marah, sering juga lupa dia lagi berhadapan dengan siapa. Sehingga pernah kejadian, staff lembaga donor pun dia maki-maki yang berujung keluarnya peringatan berupa teguran keras dari lembaga donor terhadap salah satu personel pemimpin yang bersangkutan.Satu lagi, gw juga baru tau ternyata di lembaga pun memakai istilah "orang gajian" ketika menghardik 'bawahannya'.


Pengalaman menyadari bahwa bagaimana orang-orang ini yang bertitel ‘aktivis’ ini bisa membantu orang lain, sedangkan menyelesaikan masalah di dalam lingkungannya saja tidak bisa, malah terkesan ‘menutup-nutupi'. Diriku juga mendapatkan bahwa ada tipe pemimpin yang apabila melihat 'bawahannya' nerimo-nerimo saja, bukannya instropeksi diri dan insyaf, malah makin semena-mena. Sayangnya, tipe pemimpin inilah yang menghuni lembaga itu.

Aneh Tapi Nyata dan Hanya Ada di Lembaga Ini, yaitu dimana para pemimpin yang mengharuskan kami, para 'bawahan' memutar keras otak untuk mencari pemasukan, mendapatkan uang, termasuk apabila itu harus menggunakan uang pribadi kita. Lalu apa yang dia kerjakan dong??? Hanya tau beres aja! Kalimat favoritnya adalah,"Pokoknya gw ga mau tau, itu harus dibayar, cari dari mana kek uangnya!". Atau baru kali ini ada pemimpin yang meminta gaji kepada bawahannya, bukan sebaliknya. Pokoknya semua serba terbalik, aneh tapi begitu nyata adanya. Jadi no wonder, kalo kemudian lembaga itu jarang sekali dapat program besar, karena para pemimpinnya tidak mau berpikir dan berusaha. Cuman sibuk memikirkan diri sendiri saja dan hanya mau mengerti hasil akhirnya!

Miris Tapi Nyata dan Hanya Ada di Lembaga Ini (juga), yaitu yang katanya lembaga pemerhati orang miskin, tetapi sering kali melihat sang para pemimpin bersikap tidak peduli apabila ada orang miskin yang datang. Kalau tidak sangat dengan terpaksa, Biar saja para karyawan yang melayani, itu katanya!

Pengalaman bahwa orang itu bisa berjanji dan berkata apa saja demi mencapai tujuan, yang ternyata hanya untuk kepentingan pribadinya. Ketika temanku yang saat itu berprofesi sebagai salah satu Direktur lembaga tersebut mendirikan suatu perusahaan yang katanya perusahaan komersial tersebut adalah suatu badan fund raising dari lembaga tersebut, sehingga ketika perusahaan tersebut kesulitan keuangan untuk membayar gaji pegawainya, diriku bersedia untuk meminjamkan uang pribadiku, dengan pikiran bahwa bagaimanapun perusahaan itu harus berjalan karena kan fungsinya penting sebagai fund raising, dan gw jg memikirkan bagaimana juga nasib keluarga pegawainya kalo tidak gajian, lagipula kalo mengutip info mereka bahwa perusahaan media itu merupakan badan fund raising dari lembaga tersebut,berarti kan perusahaan tsb atas nama lembaga yg notabene pasti uang gw dijamin oleh para pendiri lembaga ini yang semuanya tokoh-tokoh terkemuka negeri ini dan akan sangat segera dibayarkan. Ternyata, kata memang hanya tinggal kata, dan janji hanyalah tinggal janji. Perusahan media tersebut kemudian terbukti didirikan tidak atas nama lembaga, melainkan atas nama pribadi tiga orang, para personel pemimpin lembaga ini dan janji untuk membayar pinjaman mereka kepada diriku, sampai saat ini belum juga terselesaikan, bahkan terkesan tidak ada itikad baik untuk membayar kembali uangku yang nominalnya mencapai lebih seratus juta rupiah yang merupakan hasil jerih payahku kemaren selama bekerja setahun lebih di Singapura.
Pengalaman ‘dimaki’ hanya karena berkampanye semangat kemanusiaan dan bantuan hukum lewat grup milis perusahaan media ini, membuat diriku mulai mencurigai status kepemilikan perusahaan media ini. 'Makian' itu jg membuat gw mengerti bahwa status pemimpin lembaga bukan berarti lantas dia mencintai lembaga ini, mencintai masyarakat dan berjuang untuk masyarakat. Seringkali status ini hanya dijadikan prestise atau sekedar batu loncatan bagi dirinya untuk mendapatkan beasiswa atau jabatan politis nanti setelah masa jabatan selesai. Opportunis dan Hipokrit itulah julukan diriku bagi para pemimpin lembaga yang seperti ini. Inilah cikal bakal mengapa diriku menjadi sangat membenci para opportunis dan hipokrit ini. Karena para opportunis dan hipokrit menggunakan bahkan menjual nama dan nasib orang lain, orang miskin untuk kepentingan dirinya sendiri. Bagiku, opportunis dan hipokrit ini adalah juga seorang ‘pembunuh rakyat’ yang bertopeng di balik nama besar lembaga yang dipimpinnya.


Hm….masih banyak lagi kalo semuanya gw tulis. Tapi jujur, mengingat kembali akan hal-hal seperti ini, masih menyakiti hati walaupun sampai saat ini dan sebisa mungkin, gw berusaha untuk mengikhlaskan. Mungkin ada yang bertanya, apa mungkin diriku saja yang terlalu ‘melebih-lebihkan’? Well, bisa saja pihak lain berpendapat demikian. Gw sangat tidak berkeberatan, toh setiap makhluk hidup di dunia ini bebas mengemukakan pendapatnya ataupun untuk mengambil sikap. Namun, setidaknya gw berani mengambil langkah drastis dengan nekat berani mengundurkan diri dari status yang cukup penting di lembaga ini. Tidak hanya itu, gw juga telah berani bersikap terbuka dan apa adanya dalam mengkomunikasikan dan mengklarifikasikan semua pengalaman seperti yang gw tulis diatas yang menjadi alasan-alasan pengunduran diriku, di hadapan para pendiri dan pengawas lembaga ini, agar mereka mengetahui bahwa ada masalah yang cukup serius untuk diperhatikan dan diselesaikan dengan segera agar tidak lagi terulang kejadian-kejadian serupa nantinya (mengingat hal-hal yang menimpa diriku ini bukanlah pertama kali terjadi, alias pernah terjadi sebelum-sebelumnya).

Lalu kemudian, apakah pengunduran diri sang para personel pemimpin lembaga ini adalah buah dari sikap pengunduran diriku itu? Apakah diriku dengan menuliskan ini tidak merasa takut akan 'balasan' dari mereka? Jujur, ga penting bagi gw untuk memikirkan itu lebih lanjut. Tapi, jujur lagi, alasan pengunduran diri serta pencapaian yang disebut para personel pemimpin lembaga ini membuat diriku tersenyum geli. Karena bagiku, tidak pernah akan timbul perasaan ‘jenuh', apalagi sampai berhenti, untuk membela dan memperjuangkan nasib rakyat kecil, tentunya apabila kita benar-benar mencintai dan berjuang untuk rakyat. Dan lagi, apakah suatu bangunan yang direnovasi menjadi mewah bisa dikatakan pencapaian?? Seharusnya pelayanan bagi masyarakat adalah pencapaiannya, bukan bangunan mewah! Dan apabila pun ada 'balasan' dari mereka, gw harap mereka bisa membuktikan 'balasannya' tersebut! Gw ingin menggaris-tegaskan kepada mereka," Tolong-lah untuk lain kali bersikap selayaknya predikat dan pendidikan yang Anda sandang. Ingatlah bahwa kita semua adalah sesama makhluk Tuhan yang sederajat dan harus sama-sama saling menghargai, bukan untuk dipermainkan ataupun dimanfaatkan!"

Mencintai dan terus berjuang untuk masyarakat haruslah dilakukan bersama-sama dengan pihak-pihak yang benar-benar tulus, tanpa tendensi pribadi apapun. Itu juga lah yang menjadi alasan mengapa akhirnya gw memutuskan untuk menulis semua ini, agar orang lain juga mendapatkan pemahaman untuk tidak lagi lebih melihat ke nama besar suatu lembaga, tetapi lebih kepada akhlak dan itikad para personelnya, yang mudah-mudahan negeri ini tidak lagi dipenuhi oleh para opportunis dan hipokrit, khususnya dari para pihak yang bertopeng ‘aktivis’. Suatu LSM harus tetap ada sebagai kontrol bagi kinerja pemerintah, tetapi pastikan LSM itu dipimpin dan dimotori oleh orang-orang yang benar-benar MANUSIA!

Mengapa Vie Menginginkan Suami?



Why do I want a Husband? Iya ya....apakah diriku masih membutuhkan seorang suami?

Apakah benar diriku masih membutuhkan seorang pendamping hidup? Apakah diriku masih mau mencoba lagi? Seperti kata anak-anakku,"Kita ga apa-apa sih mami menikah lagi. Tapi nanti ayah baru mau ngapain, Mami? Secara kan Mami selama ini bisa melakukan semuanya sendirian dan kita pun tidak mengeluh kok".

Selama lebih dari 6 tahun menjanda ini, memang mungkin belum saat yang tepat bagi diriku berjumpa dengan "Mr Wonderful",seseorang yang diriku nilai sangat layak untu dijadikan calon suami. Kesannya Vie menjadi too picky ya, pake ada kriteria layak atau tidak layak. Padahal kan peluang dan pilihan bagi seorang janda dengan anak seperti diriku ini kan tidaklah luas. Tapi yah boleh2 aja toh....sapa sih yang mau gagal untuk ke-dua kalinya? Kalo bisa kan seoptimal mungkin harus aku hindari.

I have no complain at all why I don't meet this Mr Wonderful yet. Karena sadar kalo diriku ini juga tidak mencari dengan sengaja kok. Se-ketemunya ada. Lah kok jadinya pasrah begitu yak? Allah kan menyuruh kita manusia untuk berusaha. Well, dengan bekerja di luar rumah, bertemu orang baru, berteman adalah merupakan suatu 'usaha', begitulah diriku menanggapi pengertian dari 'usaha' ini. Walaupun tidak dengan sengaja mengusahakan untuk secepatnya mendapatkan si Mr Wonderful, diriku ini kadang membayangkan how much easier life would be if I had a partner. You know, a wonderful man to carry in the groceries when the weather is cold and rainy. Someone to pick up my children from school when I’m running late. A man to be my safety net if I lost my job. So wonderful imagination kan...makanya aku menjuluki si potential man itu dengan julukan Mr Wonderful...jiyahhhh he...he...

Kembali ke topik semula, Apakah diriku masih menginginkan seorang suami? Jika ya, mengapa diriku menginginkannya?



Aku menginginkan seorang pria untuk dijadikan suami agar ada seseorang yang memperhatikan, menjaga dan menyayangi diriku lebih dari sekedar teman, juga agar diriku mempunyai seseorang yang rela bekerja keras mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan aku dan anak-anak sehingga aku bisa nyante-nyante aja di rumah alias ga repot harus kerja lagi, terus supaya aku bisa membagi beberapa masalahku jadi kepalaku ga terus pusing apalagi menjelang pertengahan bulan he...he...

Tetapi, setelah aku membaca daftar alasan mengapa Vie menginginkan seorang suami ini, diriku malah terkejut. Wah ternyata betapa egoisnya diriku ini. Daftar alasan ini menunjukkan dengan jelas bahwa dalam suatu hubungan, diriku mengharapkan lebih banyak menerima ketimbang memberi. Padahal diriku paham bahwa suatu hubungan tidak akan berjalan dengan baik apabila satu atau dua orang yang menjalin hubungan tersebut maunya menerima mulu. However, no woman should marry a man soley for sanctuary or for security.

Pernikahan adalah suatu hubungan yang diberkahi oleh Tuhan. Dan kita menikah pun harus didasarkan dengan niat untuk mengasihi pasangan kita sampai kematian memisahkan. Yang artinya adalah sebanyak mungkin memberikan kasih tanpa syarat. Sebaiknya kita pun menyadari bahwa tidak seharusnya kita menyandarkan semua keinginan kita pada calon suami kita. Tidak tepat rasanya, karena dia pun manusia biasa seperti kita yang mempunyai keterbatasan. Hanya kepada Tuhan-lah kita menyandarkan semua keinginan itu. Karena memang hanya Tuhan yang bisa mengabulkan semua keinginan kita. Jadi, jika diriku masih menginginkan seorang suami, alasan yang tepat adalah karena diriku mencintainya, dan membutuhkan dalm hidupku bukan untuk alasan materiality. Tapi karena diriku meyakini bahwa dengan hadirnya seseorang kembali dalam hidupku, bisa membawa diriku menjadi seseorang yang lebih memahami kodratku sebagai seorang wanita,lebih menghargai hidup ini, memiliki keimanan yang lebih baik, kecintaan terhadap Tuhan yang semakin besar, dan lebih mengasihi sesama. Pendeknya, aku membutuhkan suami yang dirinya patut untuk kujadikan imam di dunia dan akhirat untuk diriku dan anak-anak. Amin:)

Vie Matre?? Vie Suka Shopping?? Ember....So What Gitu Loh???


One day, my guy friend ever told me that most all a woman cares about how is much cash she has and how many branded bags and shoes she has to put it in. I was understandably offended at first, but after I simmered down and thought about it, I had to admit that the material things in life are indeed important for most women. From street fashion labels to haute couture, I am sure women know all the brands like the back of their hand:)

Shopping is definitely one of women’s greatest joys. Which bring me to next point, wanting the finer things in life or being materialistic isn’t a problem, as long as I am not relying on someone else to get it. We maybe have or know a friend or a friend’s friend who only goes out with men who are particularly generous, who own platinum credit cards and the good job. To me, this is when the woman cross the line and become flat-out gold-digger. Having a guy who can afford to pay for anything my heart desires might sound like an irresistible deal. But if I am actively looking for men who will be able to feed my need for material goods, then it doesn’t say much about my level of independence. It also questions my priorities in relationship.

If material goods decide who I date, then they become definitive aspect of my relationship. And I have to ask myself at the end of the day, that is what I want my partner to value in me– that I am just a woman who really knows how to spend his cash. So, it is no wonder the world materialistic has gotten such bad reputation. I have no problems with being materialistic in term of liking finer things. I just never want to be gold-digger. If I have to work very hard to get a car, then I will and I did. At least I know I would not only have a car on my own, I would have my self-respect intact as well.

Please be noted that--->Materialism is buying things we don't need, with money we don't have, to impress people who don't matter.

From Career Oriented Woman To Be 100% Full Time Wife & Mother...Is It Choice OR Sacrifice?


Seorang teman bertanya,"Vie, sewaktu lo masih menikah dan memutuskan untuk tidak bekerja alias menjadi 100% ibu rumah tangga, apakah keputusan lo itu merupakan suatu pilihan atau suatu pengorbanan dan pengabdian seorang istri terhadap permintaan suami? Lalu apakah lo bahagia dengan pilihan yang diambil saat itu?"

Ahh.....pertanyaan ini membawa diriku kembali ke dalam memori masa enam tahun lalu. Awal masa-masa perkawinan dimana mantan suamiku meminta diriku ini untuk melepas pekerjaanku di Jakarta, pindah bersamanya ke Medan, dan tidak hanya itu, sang mantan juga meminta aku untuk tidak bekerja.

Hm....suatu permintaan yang sulit sekali untuk dipenuhi. Terlepas dari seberapa besarnya rasa cinta dan niat pengabdian untuk menjadi seorang istri yang baik dan taat pada suami, melepas pekerjaanku, mengikuti suami pindah ke kota yang sama sekali baru dan asing bagiku serta akan berstatus 'jobless' disana, seakan-akan aku harus totally mengenyahkan dan melupakan sejumlah gaji yang selama ini dapat membuat diriku merasa mandiri, challenge, social life, and recognition for all my many years of study and work.

So now those question make myself wondering: Was my decision (at that time) a choice? Or a sacrifice? Perhaps a little of both?

Waktu itu keputusanku adalah memenuhi semua permintaan suamiku yang tentunya berdasarkan alasan yang dapat diduga dengan mudah oleh semua orang. Family needs and urgency came first. Suatu alasan yang dianggap mulia dan sudah seharusnya diambil oleh setiap istri dan ibu di dunia ini. Tetapi apakah diriku benar-benar sudah bisa bilang dengan seyakin-yakinnya HELLO WORLD...I AM TOTALLY HAPPY WITH MY DECISION & WILL NEVER EVER REGRET IT!

The fact was at that time though I knew I was making the right decision, there was a part of myself was grieving. Terkesan egois dan menyesali?? Mungkin. “But a part of me wonders when will it be my time. What about my dreams? I mean, when I got married, I knew marriage would be hard work and I had to letting it pass me by.”

For myself, I think there are both choice and sacrifice. Aku yakin sekali diriku ini tetap mempunyai semangat yang sama apabila diberikan kesempatan kedua untuk dapat mengejar segala cita-cita dan ambisi karirku. Tapi...hidupku ini tidaklah akan sama seperti dulu lagi. Tiap episode hidupku sekarang ini tidaklah lagi hanya diriku dengan segala keinginanku sebagai pemain utama, ada beberapa individu baru yang masuk ke dalam kehidupanku, memainkan peran yang porsinya sama besar dan saling tergantung serta terkait satu sama lain.

Suatu pernikahan tidak berlangsung lancar dengan sendirinya. Anak-anak tidak langsung tumbuh besar dengan sendirinya. Keberlangsungan pernikahan dan tumbuh kembang anak-anak butuh keterlibatan orang-orang dewasa yang berkepentingan di dalamnya.

Make peace with what we give up? I doubt that ever happens. Sometimes, when big opportunities come along or I feel buried in the enormity of my responsibilities, reality crunches dreams down a scale or two. And it can hurt…for awhile anyway. But I guess we are,parents, should be proud of ourselves when we sincerely let the heart lead us to choose and sacrifice anything that we believe is the right thing for the future of our family.

So friends...if it happens to yourself, what would it be a choice or a sacrifice?

Ketika Vie Di-Lamar..eh Di-Ramal....eh salah lagi...Di-Analisa denk :)



Iseng2, Vie 'di-analisa' loh oleh seorang temen yang berprofesi sebagai seorang Numerologist.
Numerologist adalah seorang penganalisa kepribadian seseorang dengan menggunakan media angka-angka. Kalau kamu cari di Wikipedia, maka tertulis 'Numerology is the study of the mystical properties of numbers. It was studies for over 3000 years by mathematicians, including the famous Phytagoras".

And here are Vie's result:


- The Life Path Number

Dibutuhkan tanggal, bulan dan tahun kelahiran untuk menghitung This Life Path Number. Suatu angka yang didapatkan dari perhitungan atas The Life Path Number ini mewakili karakter utama dari seseorang, yang disebut juga dengan Numerological DNA...widih keren banget ya...ternyata angka-angka punya DNA juga he..he..

Nah setelah dihitung, my Numerological DNA jatuh pada angka 8 (delapan). Artinya apa ya?? Mudah2an bagus...harus bagus dunk, secara angka 8 itu kata-nya orang Cina adalah angka yang bagus karena garis angkanya tidak terputus...so, mesti bagus! (pake maksa dikit he..he..)

Well, ternyata...angka DNA gw yang 8 ini menyatakan bahwa gw adalah seorang dengan kepribadian yang berprinsip kebahagiaan dan kesuksesan itu adalah hari ini dan saat ini.

Hm..sepertinya tepat neh karena gw kan emang berprinsip bahwa gw hidup hanya untuk hari ini alias gw tidak suka untuk berandai-andai atau memasukkan unsur masa depan dalam segala tindakan yang gw ambil dalam menjalani kehidupan.
I do really concern on reality and immediacy. Therefore, I always live my life to the fullest, do only best for today.


- The Destiny Number

Perhitungan angka nasib ini menggunakan nama lengkap seseorang yaitu nama awal, tengah dan akhir, dimana angka ini menunjukkan tujuan dan misi kehidupan yang diemban oleh seseorang.

Dari nama lengkap yang telah gw berikan pada teman gw itu, maka didapatkan angka nasib gw adalah 3.
Wah....kayaknya ga bagus neh...secara tadi angka 8 dengan garis tak terputusnya menjadi angka 3 yang garisnya ga nyambung..malah terputusnya besar banget...menganga banget...tapi kalo dilihat dari sisi lain, angka 3 ini mirip bentuk hidung manusia ya...karena hidung adalah salah satu alat vital bagi seorang manusia, so berarti penting kan...nah tau aja, hasilnya juga bagus...karena yang penting2kan berarti dibutuhkan...dan yang dibutuhkan itu pasti baik dunk..misal, masak kita membutuhkan sesuatu yang kurang baik bagi diri kita sendiri?? ga mungkin kan??

Aduh...maaf ya kalo sampe ngasal kayak gini...maklum, namanya juga orang panik he..he..yo wis, sekarang serius deh...eng ing eng...

Ternyata, katanya temen gw, seseorang dengan angka 3 ini adalah seseorang dengan tujuan untuk selalu menularkan menularkan 'good energy' berupa happiness dan optimism kepada sekitarnya sehingga orang-orang dengan angka 3 sebagai angka nasib dikenal mempunyai sifat yang sangat expressive, easy going, rendah hati dan persuasive.
Hore.....tuh bener....alhamdulillah, bagus kan wink....wink...wink

Tapi....apakah bawel dan cerewet itu bisa dikatakan sama dengan expressive ga ya?? karena gw seringnya mendapat komentar bawel dan cerewet dari teman2 gw...yah mungkin beda2 tipis deh ya..jadi bisa di'bungkus'kan??:)
En then, easy going....yah tentulah..secara gw bawel gitu loh....jadinya mau ga mau, sadar ga sadar, ga bisa gw mencoba untuk JAIM apabila bertemu orang baru...karena ga tahannnnnn.....JAIM IS NOT VIE:)
Dan...menularkan virus yang berupa good energy ini ya...huehuehue....kalo yang ini mah gw tidak yakin...karena beda2 seh pendapat temen2 gw...ada yang bilang BERISIK!! tapi banyak juga yang bilang,"Ga enak deh Vie kalo ga ada elo...sepi banget dunia jadinya"....jadi gw menyebarkan kebahagiaan atauu malah mengganggu my surrounding nehhhh?? kalo malah gw jadi 'disturbing' berarti mission is failed...atau gw yahhhh missing in action deh hiks...hiks...hiks...

Nah, sisi negatifnya adalah seseorang dengan angka 3 sebagai angka nasib bisa menjadi seorang manipulator...yang bisa memanipulasi seseorang untuk melakukan hal-hal yang kurang baik...atau hanya untuk kepentingan seseorang itu sendiri...makanya untuk mencegah gw berubah dari Vie si seorang yang rendah hati nan ceria namun bawel tapi tidak sombong MENJADI Vie si manipulator,temen gw itu menganjurkan gw untuk banyak-banyak melakukan refleksi diri. Siap dilaksanakan deh teman!:)

- Soul Urge Number

Wah..angka apalagi neh...mana pengucapan dalam bahasa inggrisnya susah banget lagi...
Soul Urge Number ini sering disebut juga sebagai Hidden Desire Number alias angka yang menunjukkan Hasrat Terpendam.

Wow....ndankdut banget ga sihhhhh? Hasrat Terpendam....wekekekek....wekekekek....

Jadi apa ya kira-kiranya hasrat terpendam gw???

Oh ya, Hidden Desire Number gw adalah 4 (empat). Angka 4 ini kalo diamati, dilihat2 mirip 'huruf A ga jadi' ya......kalo dianalisa lebih lanjut sih, angka ini awalnya seperti berusaha untuk menyambung seluruh garisnya...dan kelihatannya seperti berhasil secara sudah terlihat ada penyambungan dua garis...tapi ga tau kenapa, proses penyambungan dua garis ini tidak berhenti dititik temu, malah lanjut terus...Jadi kalo mau diinterpretasikan secara logika sih ya balik lagi mirip-mirip pengertian Soul Urge Number ini alias emang ada tujuan atau hasrat gw yang belum terpenuhi atau terselesaikan......Ternyata, analisa gw cemerlang juga ya he..he..
So, hasrat terpendam gw seperti apa sih???

Katanya temen gw, hasrat terpendam seorang Vie itu adalah financial freedom. Detailnya, masih katanya temen gw itu, seorang Vie itu ingin banget hidup tanpa perlu mengkhawatirkan uang.
Hm...salah satu prinsip hidup gw yang lain adalah gw selalu percaya bahwa porsi rejeki untuk masing-masing umat manusia di muka bumi ini sudah ditentukan oleh Sang Maha Pencipta. Jadi, lots money is not going to be my concern. Walaupun gw seorang single parent dengan dua anak yang full menjadi tanggungan gw.
Tapi.....mungkin memang dibawah alam sadar gw, ada kekhawatiran yang selama ini selalu berusaha gw tepiskan mengenai,"apakah gw bisa memberikan all the best thing yang tentunya memerlukan dana yang besar untuk Dali dan Zahra."

Jadi kalo gw berusaha menganalogikan dengan angka 4 sebagai angka hasrat terpendam gw ini, titik temu dua garis tadi adalah titik atas alam sadar yang menyeimbangkan kekhawatiran gw akan uang dengan prinsip gw yang rejeki sudah ditakdirkan oleh Tuhan. Namun, dibawah alam sadar, sebagai seorang manusia normal dan juga sebagai seorang ibu tunggal dengan dua anak yang menjadi kewajiban seorang Vie untuk dapat membesarkan mereka dengan sebaik-baiknya, kekhawatiran ini ternyata belum dapat 100% ditepiskan sehingga garis kekhawatiran tadi pun terus berlanjut dari titik temunya.

Kira2 pas ga analoginya?:)


- The Inner Dream Number

Ini adalah angka yang terakhir yaitu angka yang menunjukkan mimpi terpendam dari seseorang. Kalo sebelumnya tadi adalah angka hasrat terpendam, nah sekarang adalah angka mimpi terpendam. Sama2 terpendam, tapi bukankah mimpi sama dengan hasrat ya?

Temen gw menjelaskan, dream number ini lebih bersifat menjelaskan cita-cita terpendam seseorang. Dan cita-cita terpendam gw adalah menjadi seorang pengusaha atau seorang politisi.

Hm...hanya satu kalimat deh komen dari gw..."Apa Kata Dunia Bila Vie Menjadi Seorang Pengusaha atau Politisi??" :):):)

I'm me.. . . Vie is the type of woman I am.


I'm the type of woman that will turn up her radio, not only to prevent others from hearing her screams, but to prevent herself from hearing them too.

I'm the type of woman who keeps everything inside because she can't trust anyone anymore, for she has been hurt too severely too often in the past.

I'm the type of woman who looks, but never pursues. The one who's always quiet, in the corner, watching as others make total and complete fools of themselves.

I'm the type of woman who, once I know you, will help you through anything, even if I don't like you. The type who doesn't like to see people hurt, even though she's hurting so much on the inside.

I'm the type of woman that can make your day when I talk, or smile, because the only way I can survive is to see the smiles on others faces.

I'm the type of woman that gets good grades, even when she doesn't care. The type who will do any dare, just for the rare thrill.


I'm the type of woman that is numb inside, but wear a smile just so people don't see the pain I hide.

I'm the type of woman that puts up barriers so that people can't smuggle their way into my heart and hurt me more than I already am.

I'm the type of woman you can trust and depend on with anything.

I'm the type of woman who hates to get lost in thought, for she is afraid of memories.

I'm the type of woman that likes to do things by myself.

I'm the type of woman who is too stubborn to give up, to give into anything, no matter the cost.

I'm the type of woman that is hard, emotionless, hardhearted, apathetic. . . but doesn't let it show.

I'm the type of woman that collects love quotes and sad, touching quotes, just for fun.

I'm me... . Vie is the type of woman I am.

Life of Vie


My friends said that i look inhere nothing extra ordinary in me. Therefore, I don't pretend to be anything more than what I am. I've lived a simple quite, dedicated and secured life. At the moment, I do an ample amount of work for a non-govt-org...which has been the center of my life for the past years and I believe helping our fellow-poor man is the rent for the space we occupy in this earth, the more rent you pay the greater will be your happiness and joy in living...and I also believe in the saying that "the best creed we can have is charity towards the creeds of others."

I learned to live alone without letting anyone come into my life. I've adjusted to the sound of quiet environment. I have my pocket books. I have my music that soothes my aching soul. I have my computer which has brought me to my homepage in the internet. I have my notes which allows my emotions to flow... my heart is free to comment what I feel. Maybe that's the good thing. Otherwise my feelings would be pinned up inside of me until the day I die.

I have also my own fears...my heart lives in isolation. I fear love itself or should I be honest to say that I still fear myself of being in love. Love is so hard to obtain yet so easy to lose. When you lose love, you lose part of yourself. To lose that love was devastating. It's far more painful that I describe. I have never felt such sadness and undeniable loneliness. My heart shattered into pieces so small that even the angel's couldn't find them all. My soul cried for my broken heart but smiled for his happiness as well.

I tend to view things very differently,positively, as I stand in front of the mirror, I look carefully, cautiously. I have almost the same body curve when I was still a young woman 10 years ago, nothing has much changed, except for my stomach. Now I have the mommy's stomach so complete with its stretchmarks and flabby skin. The same chubby face with reddish hair and blue lenses eyes. I take a second look at my eyes and noticed the tears that I'm trying so hard to hold back coz I have not to feel sad, I have to look and feel happy for him. The mirror holds the reflection of the woman that I am. What the mirror doesn't reflect is my heart and soul.

As I reflect on the life that I led....I know without a doubt... God knows that I have done my very best. So far in my life I have been steady and never changing. I've been blessed in my life to have a great kids and a kind also understanding friends that will back up like boosting my ego when feeling so small and stand beside me when I am wrong allowing me to learn from my mistakes.

And as I embark on the new road...and continue my journey on a separate place...it's time for me to create the life, also love, that I really wanted. It was time for me to let go my past...time to float free from pain...I had struggled to define for myself the meaning of my faith. I began to realize that they were entwined, always had been with me to keep me moving. My faith, my pillars of strength was my only back up. As I continue praying for guidance and right direction, and grasp all the new life events ahead...my heart was still...I knew...I just knew...It's going to be all right....:))

Vie suka nulis karena....



Dear temans,

Alhamdulillah banyak yg sudi untuk mampir dan membaca notes saya dan tak jarang pula saya mendapatkan apresiasi dari teman-teman sekalian.

Sebenarnya, saya tidak pantas utk mendapatkan apresiasi ini selain karena saya masih baru menulis dan juga krn tulisan saya maseh jauh dari sekedar untuk bisa dibilang baik. Menulis bagi saya hanya sekedar merupakan suatu terapi pencurahan dan penyembuhan perasaan positif dan (kebanyakan) negatif karena saya termasuk orang yg susah untuk bercerita atau curhat ke orang lain, dan kebetulan saya juga anti menggosip dan digosipin seh he..he...oh iya, kebiasaan insomnia sy juga memungkinkan untuk menulis di malam hari waktu suasana lagi sepi dan tenang.

Juga karena saya merasa cerita langsung ato curhat itu, tidak pernah membuat saya merasa lega 100%. Mengapa?:

1. Sebagian dari diri saya berpikir kalo saya curhat ke orang lain, dimana tentunya saya akan cenderung mencari tempat curhat yg saya percaya dapat menenangkan saya, yang tentunya adalah orang2 yg menyayangi ato pro ke saya, yg semangat juang mereka dalam membela saya kira-kira sama dengan "Membela Sampai Titik Darah Penghabisan". Tetapi bukannya ini malah menunjukkan bahwa sebenarnya saya hanya mencari pembenaran atas curhatan saya yg belum tentu juga benar (menurut pandangan orang lain). Sehingga sebenarnya saya tidak mendapatkan apa2 untuk perbaikan diri, selain tetap bersifat egois.

2. Curhat langsung itu umumnya lbh bersifat immediate atau segera. Disaat saya sedih atau lg emosi, saya akan mencari teman untuk mendengarkan curhatan saya sebagai pihak tertindas yg tentunya maseh dipengaruhi oleh perasaan emosi negatif. Syukur, jika si tempat curhatan adalah orang yg bijaksana, nah kalo ternyata malah lebih bersifat "Ngomporin", bukannya setelah curhat menjadi tenang, malah menjadi tambah emosi atau malah menjadi depresi.

3. Curhat sangat dapat berpotensi mengganggu waktu pribadi pihak si tempat curhat,misal karena curhatan langsung bersifat impulsif, maka saat kita bete, saya ga akan peduli apakah teman mempunyai waktu luang untuk mendengarkan atau jangan2 udah bosen ngedengerin curhatan yang itu2 saja.

Menulis mengajarkan saya untuk lbh sabar karena saya hanya bs menulis setelah beberapa lama peristiwa atau subyek masalah itu terjadi.
Saya tidak bisa menulis dalam keadaan emosi, ga tau kenapa. Setelah tenang dan mulai menulis, susunan kata dan kalimatpun mengalir begitu saja spt air. Hal ini akan membuat saya untuk lebih bisa bercerita dalam pandangan yg lebih netral dan obyektif.

Terus terang, jangankan untuk mempublish secara komersil, bahkan tadinya tidak terpikir bahwa notes saya menarik minat teman2 untuk mampir membaca bahkan rela meluangkan waktu berharga teman2 sekalian untuk memberikan tanggapan. Dari berbagai macam tanggapan tersebut, ada yang pro, netral maupun kontra dengan tulisan saya dimana semuanya Insya Allah merupakan input yang berguna untuk proses pembelajaran dalam menyeimbangkan antara logika dan perasaan dan juga jalan atau gaya pikir akan menjadi lebih terstruktur.

Dengan menulis,secara tidak langsung sekaligus saya akan mendapatkan salinan keras dari berbagai kejadian dan pengalaman hidup yang mungkin apabila saya mendapatkan masalah serupa di lain hari, saya telah mempunyai bentuk acuan penyelesaiannya, dimana tulisan-tulisan ini juga bisa saya jadikan sebagai alat pengkoreksian diri atau cermin dengan membandingkan perilaku diri sekarang dengan perilaku terdahulu yang tersimpan dalam tulisan saya.

Sekali lagi terima kasih atas atensi dan dukungan teman2 sekalian, terutama untuk yang berpendapat dan sekalian menganjurkan agar notes ini dicetak dan dipublikasikan. Saya sangat terharu dan tersanjung sekali atas semua apresiasi maupun kritik dari teman2 sekalian. Bukannya saya tidak menghargai saran2 teman2 sekalian, tapi hingga detik ini dan entah sampai kapan saya belum berniat untuk membukukan dan mengkomersilkan kumpulan notes saya dimana saya ingin dapat terus dengan bebas mencurahkan pikiran dan perasaan saya dalam bentuk tulisan tanpa dilatarbelakangi atau ditunggangi pesan2/tuntutan2/aturan2/p
rosedur2/proses2/deadline/pikiran2 yang rumit yang berlaku dan bersifat mengikat.

Juga mungkin karena saya melihat pengalaman hidup saya belom pantas untuk dijadikan sebuah buku. Selain itu saya ingin tetap di kenal menjadi seorang Alvi seperti yang sekarang ini, Alvi yang bukan seorang penulis karena profesi itu maseh jauh diluar jangkauan dan kapabilitas saya. Saya berpendapat untuk menjadi (dan layak dipanggil) seorang penulis, tidak cukup hanya mengandalkan bakat dan ide yang menarik, tetapi juga harus menguasai bentuk tulisan dan gaya tata bahasa yang memadai dan tentunya itu butuh pendidikan dan pembelajaran yang menghabiskan banyak waktu, pikiran, tenaga, dan juga materi. Salut untuk para penulis Indonesia !

Pengen Punya Bayi Lagi...Endut Lagi Dunk....


Sekarang giliran diriku menceritakan tentang hal ke-dua yang paling memberatkan ketika memiliki anak yaitu membengkaknya badan hingga hampir seperti balon raksasa. Well, mungkin diriku terlalu berlebihan dengan memakai kalimat 'balon raksasa' untuk menggambarkan betapa besarnya badanku saat itu...tapi....setidaknya itu ucapan yang terlontar dari mulut seseorang yang pernah aku dengar beberapa tahun yang lalu.

Pengalaman mengandung dua anak dengan kenaikan berat badan yang sama dalam dua kehamilan tersebut yaitu 72 kg memang membuatku terlihat seperti balon raksasa. Berat badan sewaktu kehamilan yang menunjukkan angka 72 kg memang sangat terlihat sangat sangat tidak proporsional dengan tinggi badanku yang cuman 155 cm itu saja. Teringat sewaktu hamil dulu, terkadang aku memandang foto diriku semasa gadis yang berberat badan 47 kg, dan lalu mataku akan otomatis berpaling ke depan kaca melihat sang balon raksasa yang terpampang di depannya....wah...sungguh beda sekali ya....sungguh menakjubkan kadang hanya dengan pertambahan berat badan yang signifikan akan dapat membuat diri kita terlihat sangat berbeda.

Banyak pengalaman mengesalkan namun konyol, bila diriku sekarang ini mengingat-ingat kembali, yang aku alami sewaktu hamil dulu:

"Saat itu gw udah hamil 7 bulanan dan lagi nemenin adek ipar yang kebetulan juga sama-sama sedang hamil, tapi dia baru hamil 3 bulan, untuk periksa kehamilan di rumah sakit langganan. Namun baru sampe di depan lobby rumah sakit, reception dan satpam yang di depan lobby langsung buru2 nyiapin kursi roda buat gw ......Nah Loh... gw kan bingung ya, masa mo nemenin adek ipar check up mesti pake kursi roda segala...trus gw bilang ma orang itu kalo gw bisa jalan sendiri kok...eh terus dia bilang gini "Gpp bu, disini kalo ibu2 mo melahirkan prosedurnya harus mengenakan kursi roda dan kita antar sampe ruang bersalin"......Busyet deh, yang ada gw bengong sebentar terus ketawa ngakak.. ada2 aja neh orang.....gw baru hamil 7 bulan udah disangka mo melahirkan....ato emang badan gw udah besar banget ya....jadi orang2 nyangkanya gw udah deket2 mo melahirkan he..he.."

atau pengalaman lain yang seperti ini:

"Dulu tuh biarpun lagi hamil gede, gw maseh aja nyetir mobil kemana-mana...Alhamdullillah kalo kata orang2 tua dulu seh, hamil gw termasuk 'hamil kebo' yaitu kehamilan tanpa mual2, tanpa muntah2, tanpa lemes2, tanpa pusing2 dan tanpa ngidam, yang ada malah pengen makan dan beraktivitas mulu ....
Makanya mantan suami gw dulu tuh pernah bilang,"syukur hamil-nya lo kagak nyusahin ya Vie"
Aniwei, suatu sore hari di jaman dulu ceritanya gw lagi nyetir mobil Jeep Wrangler kesayangan mo beli roti kegemaran suami...Dan karena gw orangnya mungil, kalo tidak mau disebut pendek, kalo duduk di jok depan Jeep Wrangler tuh badan gw langsung 'nyelengsep' alias yang keliatan dari depan cuma bagian muka dan kepala gw aja, dan kalo dilihat dari belakang seperti 'mobil setan' yang bisa jalan sendiri tanpa supir he..he...
Nah lagi asyik2nya nyetir tuh, tiba2 disamping gw pas lagi di lampu merah ada seorang co (cakep juga seh he..he..) yang ngeklakson-in gw sambil senyum2 sambil nunjuk2 ke tepi jalan di depan...mungkin maksudnya dia ngajakin kenalan kali ya..
Tapi gw mah cuek aja...terus aja jalan..dan tu co maseh aja ngikutin sambil ngeklaksonin terus...dan gw tetep nyetir dengan sok cuek bebek.
Sampailah akhirnya gw di toko roti langganan, so gw parkir mobil di halaman parkir toko tersebut dan eh tuh co ikut berhenti juga di belakang mobil gw. Dengan nyante gw turun, walopun rada susah payah seh karena mobil Jeep kan lumayan tinggi sedangkan kehamilan gw waktu itu udah masuk 8 bulan. En lucunya, si co kan ikut keluar juga dari mobilnya tapi setelah dengan jelas ngeliat badan gw secara utuh dan menyeluruh dengan perut yang besar banget, langsung tu co tanpa basa basi masuk lagi kedalam mobilnya dan tancap gas he..he..
Kaget apa doi ga pede ya mo kenalan ma gw :)

nah terus satu lagi pengalaman yang mengesankan:

"Dengan tinggi 172 cm dan berat (saat itu) sekitar 110 kg membuat mantan suami-ku terlihat besar dan endut he...he......Sewaktu aku belum hamil, teman-teman dan keluarga sering berkomentar angka 10 ketika melihat kami sedang berjalan bersisian....namun...ketika sedang hamil dimana besarnya badanku ini hampir menyaingi body mantan suamiku, komentar orang-orang pun ikut berubah. Yang tadinya cukup berkomentar dengan dua patah kata yaitu angka 10, sekarang komentarnya agak lebih panjang dengan sedikit mengutip ayat dalam Al-Quran ...katanya mereka, "Memang benar ya kata Tuhan seperti dalam surat Ar-Rum ayat 22 dengan menciptakan bagi kita pasangan dari jenis kita...Pria endut maka dapat wanita yang endut juga seperti kalian"....hm....maksud elo??:)"

Setelah melahirkan pun diriku maseh dibelit masalah kegemukan secara hanya 5 kg lemak tubuh yang hilang dari tubuhku ini, yang artinya aku harus menghilangkan sekitar 20 kg lagi. Oh God, rata-rata berat badan lahir dari kedua bayiku yang sekitar 3.5 kg itu plus 1.5 kg plasenta dan lain2nya mengartikan bahwa seluruh lemak itu disimpan oleh badanku sendiri, bukannya menuju ke bayiku......Jadi ya no wonder kalo bentuk badan diriku setelah melahirkan pun hanya berbeda tipis dengan berat badan sebelum melahirkan, dan aku pun maseh ditakdirkan untuk tetap puas dengan bergaya ala ibu-ibu hamil dengan tetap memakai baju-baju hamilku hiks..hiks.....

Pengalaman yang mengesankan setelah melahirkan:

"Satu bulan setelah melahirkan gw bawa bayi gw ke dokter anak di rumah sakit untuk imunisasi....En, pas gw ke receptionist mo daftar, gw bilang ke mba suster-nya pendaftaran untuk dokter anak...trus si mba-nya diem en komen.....hmm.....dokter kandungan apa bu ?....Nah gw kan bingung kok dokter kandungan tapi mungkin si mba-nya salah denger kali ya..trus gw bilang lagi....tolong ke dokter anak mba.....eh si mba-nya malah nge-jelasin nama2 dokter kandungan yang ada disitu sapa aja...hm...mulai bete dunk gw....akhirnya gw panggil baby sitter gw yang lagi gendong baby gw di ruang tunggu dan gw bilang ke receptionistnya "Menurut mba, buat bayi ini kira2 dokter kandungan mana ya yang bagus ?". Si mba-nya langsung pucet dan minta maaf sambil ngejelasin kalo dia ngirainnya gw mo periksa kehamilan. He..he.....at that time, gw ga tau mesti sebel, mesti ketawa atau mesti gimana........"

atau pengalaman yang satu lagi neh:

"Dalam rangka memperingati Pekan Gizi di pre-school Dali, seorang dokter anak didatangkan oleh sekolah untuk meng-examine pertumbuhan murid-muridnya. Saat berumur 1.5 - 4 tahun, Dali mengalami masa-masa susah makan dan minum susu. Dali selalu menolak setiap diberi nasi dan lauk pauknya, juga menolak susu. Dia hanya mau mengemil biskuit bayi SUN, sehingga tidak heran jika aku sering khawatir bila melihat tubuhnya yang kurus kering walopun secara keseluruhan Dali jarang sakit. Ternyata bukan hanya diriku saja yang khawatir, tetapi sang dokter anak yang dipanggil oleh sekolahan anakku pun merasakan hal yang sama, malah mungkin terlalu berlebihan sehingga sang dokter pun merasa perlu memanggil diriku dan sang mantan suami.
Sewaktu kami berdua menghadap, komentar pertama terlontar dari mulut sang dokter adalah "wah kedua orangtuanya subur-subur begini kayak balon raksasa kok anaknya bisa kurus ya"...dan aku otomatis pun langsung membalas,"wah ternyata dokter juga bisa mengdiagnosa sebelum memeriksa dulu ya..hebat banget ya pak dokter ini"...ga peduli kalo saat itu muka sang dokter menjadi merah padam, entah karena malu atau karena jengkel kepada diriku.

Yaaaa....itu deh sekelumit pengalamanku berbadan endut banget seperti balon raksasa sewaktu hamil dulu. Dan seperti apakah perjuanganku untuk menurunkan berat badan...kita sambung lagi nanti ya....udah saatnya bersiap-siap ngantor lagi neh:)


...TO BE CONTINUED AGAIN>>>>

Pengen Punya Bayi Lagi....Tapi...Oh Tidak....


Melihat seorang perempuan yang sedang hamil, kadang membawa diriku kedalam suatu paradoks. Di satu sisi, kerinduan untuk menimang seorang bayi dan mencium harum wangi tubuh mungil nan montok seringkali menyergap. Akan tetapi, seringkalipula kerinduan itu buyar dikala pikiran mulai beralih ke suatu hal yang paling berat dari suatu kerinduan untuk memiliki seorang bayi. Ya iyalah Vi, hamil itu kan berat...berat membawa perut yang membesar itu kan?? Walah, bukan itu maksudnya...Kalo cuman membawa perut seh, pengalaman memiliki dua orang anak mah enteng-enteng aja tuhhhhh...

Hal terberat itu bukanlah kehamilan atau kesakitan saat melahirkan meskipun melalui operasi caesar sekalipun, akan tetapi.......kewajiban baru untuk melek setiap malam yang menyebabkan waktu tidur kita jauh berkurang dan satu hal lagi, yaitu tambahan sekian kilo berat tubuh untuk jangka waktu yang tidak dapat ditentukan hiks...hiks...

Ih Alvi parah banget seh membandingkan anugrah dikaruniai seorang anak dengan hal-hal yang sepele seperti itu???? Tau ga, kalo masih banyak pasangan di dunia ini, terutama kaum calon ibu, yang rela tidak tidur dan bersedia menjadi gendut untuk jangka waktu yang tidak terbatas asal diberikan rejeki seorang anak oleh Tuhan.

Waduhhhh...Alvi jadi merasa bersalah dan berdosa neh....kesannya kok gw tidak mensyukuri nikmat Tuhan ya....tapi sih dalam tulisan ini dan tulisan gw yang sebelum2nya, gw hanya mencurahkan pikiran, perasaan dan pendapat atas dan dari diri seorang yang bernama Alvi, tidak atas nama seseorang yang bernama B, C ataupun D. Karena Alvi dan B, C ataupun D adalah individu2 yang berbeda yang tentunya pikiran, perasaan dan pandangannya pun akan berbeda-beda pula. Lalu, apakah berarti perbedaan yang ada ini lalu harus membuat aku membuat tulisan yang bisa menjembatani semua perbedaan? Atau, harus menulis dengan keterpihakkan pada pendapat umum masyarakat? Tidakkah bisa lagi untuk menulis dengan jujur dan bebas mengalir sesuai kata hati dan juga pikiran yang mendesak keluar untuk dicurahkan?

Jadi kembali lagi ke topik curhatan semula, yaitu hal terberat bagi seorang Alvi yang telah berpengalaman memiliki dua orang anak, apabila ingin kembali mempunyai seorang bayi adalah kurangnya waktu tidur dan berat badan yang bertambah puluhan kilo. Mungkin dulu pada masa-masa awal pernikahan sampai kehamilan pertama, gw masih berpikiran seperti calon ibu pada umumnya yang jangankan cuman kurang tidur ataupun berubah menjadi balon raksasa, nyawapun bersedia dikorbankan untuk kehadiran seorang bayi mngil dalam pelukan. Itu suatu sikap nan penuh kasih sayang tulus dari setiap (calon) ibu yang sangat patut untuk dihargai, bahkan Tuhan pun sangat me-mulia-kan sikap ini sehingga ada hadist Nabi yang mengatakan bahwa meninggal sewaktu melahirkan ataupun seorang ibu yang menyusui anaknya dikatakan sebagai salah satu bentuk dari Jihad di jalan Allah.

Namun, mungkin karena sifat manusia yang tidak pernah puas, tidak pernah bersyukur ataupun karena juga adanya hukum alam untuk menyeimbangkan seperti ada kanan-kiri, materi-anti materi, terang-gelap, plus-minus, maka ada juga idealis-pragmatis.
Setelah melewati masa-masa dengan prinsip ke-idealisme-an yang ditandai dengan kelahiran seorang anak dalam puncaknya, maka lalu diri gw dihadapi dengan kenyataan adanya kewajiban dan tuntutan yang harus dilakukan dan dipenuhi seorang ibu.

Kurangnya waktu tidur malam misalnya. Adanya kewajiban untuk melek semalaman mengurusi seorang bayi yang baru lahir, tentunya sudah gw perkirakan di awal-awal masa sebelum kehamilan dan sepertinya saat itu gw fine-fine aja, no problemo deh singkatnya. Dan mungkin satu dua hari bahkan seminggu setelah melahirkan seh....gw maseh fine-fine aja....Akan tetapi, setelah melewati seminggu ......hiks...hiks.....gw mulai menunjukkan tanda-tanda meminta pertolongan, yang jujur walopun ada perasaan gengsi yang bertanggung jawab he..he..(emang ada ya yang namanya gengsi bertanggungjawab??)....maksudnya ada perasaan tidak mau menyusahkan orang lain. Gw secara sadar menginginkan anak ini kok berarti dengan secara sadar pula gw harus menerima dan menjalankan segala konsekuensinya. Memang seh harusnya bukan gw aja, sang suami atau pasangan pun harusnya mempunyai tekad serupa. Seperti kehadiran seorang anak yang dimulai dengan adanya konsepsi dan lalu kehamilan, maka tidak akan terjadi pembuahan ataupun konsepsi itu apabila tidak ada sumbangan sperma dari pihak laki-laki alias sang suami.

Tapi, apabila ternyata sang suami kurang atau tidak berkontribusi ikutan melek begadang mengurusi si kecil dengan alasan "Aku kan udah capek seharian di kantor, kamu kan di rumah aja bla..bla.." membuat diriku untuk tidak lebih lanjut menuntut kontribusi suami untuk ikutan dalam urusan melek dan begadang ini. Yah kemudian, jadilah diriku beserta sang bayi mungil menikmati malam-malam panjang sampai pagi hari menjelang dengan becanda berdua, menangis berdua ketika bayiku kehausan sedangkan diriku harus menahan rasa sakit melepuhnya tangan karena tersiram air panas akibat mata tidak sepenuhnya dapat terbuka menahan rasa kantuk yang teramat hebat ataupun terkena demam karena infeksi pada jahitan operasi caesar gara-gara aku terlalu banyak bergerak dan menggendong bayi.

Di siang hari, di saat bayi biasanya terlelap tidur ....diriku yang semenjak tadi malam setengah mati mengantuk malahan merasa tidak ingin tidur atau setidaknya mengambil kesempatan untuk ikut beristirahat selagi bayiku tenang dan damai dalam tidurnya. Entah karena jam waktu tubuh yang masih mengikuti kebiasaan Alvi 24 tahun yang lalu (saat itu) dimana tubuh mengenali pagi dan siang hari sebagai saatnya beraktifitas dan malam hari baru saatnya beristirahat, atau karena pikiran tidak bisa tenang karena masih mengkhawatirkan banyak hal seperti, membersihkan botol susu anakku, cucian, belanja, masak, rumah, dsb membuat diriku tidak akan bisa beristirahat di siang hari. So, kalo para suami atau bapak-bapak ada yang mengeluhkan betapa capeknya mereka seharian di kantor (yang prakteknya seh bukan seharian, tetapi hanya 8 jam dalam sehari) sewaktu sang istri memohon bantuannya untuk ikut mengurusi sang bayi di malam hari, tentunya para bapak-bapak sekarang sudah dapat membayangkan betapa sang istri atau ibu-ibu ini, kalo mau dibandingkan, entah berapa ribu kali lebih capek untuk jam kerja 24 jam sehari.

Hal kedua tentang badan endut....nanti aja deh curhatannya gw sambung lagi ya...sekarang gw harus siap-siap ngantor dulu:)...

...TO BE CONTINUED......

Vie Lagi Mellow uwo..uwo..uwooooo

Alvi lagi mellow neh.......and lagi mellow mellow gini suka ngebayangin momen2 yang romantis gitu deh he..he...jadi malu he..he...
1. Fallin in love
2. Riding down to country side or walking in the beach waiting for sunset with someone I love and my kids
3. Going to sleep listening to the rain pouring outside
4. Getting out of the hot shower and wrapping myself with a warm, fuzzy towel or being hugged by someone I love
5. Laughing at my own stupid things
6. Sharing a wonderful dinner with all my friends
7. Listening to a song that reminds me of an important person in my life
8. Knowing there is someone out there caring for me
9. Feeling this buzz in my stomach when seeing this "special someone
10. Seeing smile on my children face
11. Wearing the shirt of a person I love and smelling his own body perfume
12. Visiting an old friend of mine and remembering great memories
13. Hearing someone I care telling me "I LOVE YOU"