Tampilkan postingan dengan label Marriage. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Marriage. Tampilkan semua postingan

Alasan Menikah VS Tidak Menikah


Beberapa alasan Untuk Menikah:
Membuat umur seseorang lebih panjang
Masak sih? Bukannya umur seseorang sudah ditentukan oleh Tuhan ya, no matter what the person marital status is? Well…positive thinking aja deh, menikah berarti adanya seseorang yang perhatian dan akan menjaga serta merawat kita dengan penuh kasih sayang dan cinta he…he…(dankdut ga ya?) Begitupun halnya kita, hidup dengan seseorang yang kita sayang dan cintai kalo bisa kan untuk selama mungkin, dan sekonyong-konyong menjaga kesehatan diripun menjadi sesuatu hal yang sangat penting untuk dilakukan.

Meningkatkan pendapatan
Iya dunk…..khususnya bagi seorang pria, memutuskan untuk menikah berarti bertanggungjawab untuk menafkahi (lahir batin) istrinya, apalagi kalo berbicara tentang keinginan untuk mempunyai keturunan. Namun, adanya mimpi dan keinginan untuk berkeluarga ini akan memacu semangat untuk bekerja lebih giat demi mendapatkan penghasilan yang lebih besar, tentunya dengan cara yang halal ya, bukan dengan cara yang sesingkat-singkatnya namun hasil yang sebesar-besarnya alias korupsi he..he….bagaimanapun kita tidak ingin menafkahi keluarga dengan hasil yang tidak halal kan? Bukan hanya itu, dengan menikah dan berkeluarga maka kemungkinan pengeluaran yang tidak perlupun dapat lebih terkontrol.

Mempunyai keturunan dunkkkk
Technically, we don't need to be married to have a family. But even in this more modern world, marriage is still the standard method for starting a family. Being a father and a mother is a dimension of man/womanhood that just about every man/woman wants to experience, and marriage is the most stable and secure environment in which to start a family.

Mempunyai seseorang untuk menemani di masa sulit dan masa tua nanti
Kesannya egois banget ya…tapi siapa sih yang mau sendirian di masa sulit? Siapa sih yang mau sendirian di masa tua nanti? Mungkin ada, tapi pasti tidak banyak. Ingat lah bahwa kodratnya manusia itu adalah makhluk social yang tidak bisa lepas dari keinginan untuk mempunyai hubungan atau berinteraksi dengan orang lain. Mungkin ketika kita masih dalam usia muda, kita mungkin merasa tidak butuh orang lain. “Hm…adanya orang lain malah bikin repot tauuuu, enakan kayak gini aja…ga ada yang ngelarang-larang”, begitu mungkin pendapat kita. Tetapi, seberapa lama sih kita berada dalam masa keemasan kita itu? Semua ada batasnya, semua masa ada akhirnya. .How's being single going to work out for us when we are 60, and have hair in all of the wrong places and no one can stand to look at us? No one to look at us with eyes full of love no matter terrible look we have. Marriage is an investment in our future. Sure, we sacrifice some of our sweet single years, but in exchange we get to make a long-term investment in one person, building a deep, abiding love that has the potential to last a lifetime.

Mendapatkan keuntungan pajak loh he..he..
Dari nilai PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) yang lebih besar sampai paket asuransi keluarga yang dengan nilai lebih kecil tapi dapet proteksi yang maksimal. Mantab kan:)

Dengan menikah, kita mendapatkan sex lebih sering dengan kualitas yang lebih oke punya, dan juga pastinya halal dan lebih aman dunk
Married couples know each other; they have a feel for each others’ bodies and are aware of their partner's fantasies. Consequently, married sex is better than single sex. Further, a long, stable relationship lends itself to sexual experimentation. Admit it; there are things we'd love to try in bed that we've never told anyone because we were afraid of being judged. But in a long-term relationship founded on trust, we can give voice to our innermost desires…wow…..

Membuat kita menjadi seseorang dengan kualitas yang lebih baik
Menikah adalah suatu proses pendewasaan hidup dimana kita dituntut untuk belajar berkorban, bernegosiasi, dan saling memahami. Semua kualitas yang harus dipunyai oleh seseorang yang layak untuk disebut DEWASA. Tidak seperti proses lain dari pembelajaran dan pendewasaan hidup seperti belajar dan bekerja yang biasanya harus kita tempuh dengan perasaan keharusan, tuntutan dan keterpaksaan, tidaklah halnya dengan menikah. Dengan menikah yang mengutamakan kerelaan dan keikhlasan, maka kita dapat menempun proses ini dengan lebih nyaman, lebih menikmati terlebih dalam proses ini kita tidak sendirian loh..tetapi didampingi oleh seseorang yang mempunyai rasa cinta dan kasih sayang yang sama besarnya.

Selain kualitas pribadi yang lebih baik, kita pun dapat menjadi pribadi yang lebih bahagia sebab Tidak ada kebahagiaan dari seorang manusia yang lebih dapat diraih daripada kehidupan berkeluarga dikelilingi orang-orang yang disayangi dan dicintai.


Beberapa alasan Untuk Tidak Menikah:
Membuat kita tambah endut atau tambah kurus
Loh kok bisa??? Ya bisa dunk…bagi sang istri bertambah gemuk karena melahirkan (dan biasanya sih jarang banget yang bisa balik ke berat asal karena metabolism tubuh yang semakin melambat) dan apabila sang suami mendapatkan istri yang maunya serba ngatur sehingga tertekan dan jadi kurus deh he…he…

Too bad you are already married!
Sering banget kan mendengar istilah ini??biasanya kalo lagi kenalan ma cewek/cowok cakep atau kalo lagi hangin out dengan teman-teman ya he..he..

Marriage is expensive
Dari pesta pernikahannya, dan kebutuhan-kebutuhan setelah menikah…..bahkan sampai (jika) kita bercerai he…he…..

Hilangnya spontanitas
Married couples love to tell people they are still spontaneous. It’s like when people tell you they don’t take crap or that they are not someone you want to mess with. They are full of crap. Spontaneous people don’t talk about how spontaneous they are because they are too busy going places and living a full life. Married people have a diluted and compromised idea of spontaneity. They have spontaneous ideas that then involve months of planning, calendar juggling and last minute cancellations that become “we will do that soon.” They’d love to hop a flight for a weekend trip to Bali, but that money would be better spent on the bills or putting money into buying a bigger house.

Kehidupan yang monoton
Menikah berarti berkomitmen (kalo bisa) untuk selamanya. Berkomitmen berarti ada unsur kompromi didalamnya. Sedangkan hidup ini akan lebih indah dinikmati dengan mengambil resiko melakukan hal-hal yang silly dan ready to enjoy all the surprises inside. This is fine so long as we are the only person who suffers from the setbacks. We can’t take chances when another person’s life, money, health, and future are in our hands. That would be a pretty selfish thing to do. Marriage means we’re keeping the best interests of two people in mind during every decision. Dan satu-satunya resiko yang bakal kita tempuh bersama dengan pasangan dalam pernikahan adalah perceraian.

Menikah itu berarti privasi yang hilang
Dari berbagi nama sampai keharusan membagi kamar yang tadi dihuni sendiri, harus melapor kemanapun pergi, apa yang dikerjakan dan jam berapa nanti pulang, harus siap menemani dan tersenyum lebar ke acara-acara keluarga disaat hari libur, harus selalu ingat kebutuhan keluarga adalah yang terpenting sebelum membeli kebutuhan-kebutuhan pribadi adalah sedikit hal yang membuat pernikahan seperti halnya penjajah hak asasi manusia ha..ha...(alpie terlalu mendramatisir yak:)

Bertahan-kah atau Pergi Saja


Setelah sekian lama tidak aktif mengunjungi milis orangtua tunggal, beberapa hari belakangan gw lumayan sering memelototi email-email para teman member. Ternyata permasalahan yang beredar masih berkutat itu-itu saja, tidak berubah dari jaman awal gw bergabung dengan milis ini sampe saat sekarang. Salah satunya adalah kebingungan seorang istri yang merasa ‘digantung’ oleh suaminya, tidak bercerai atau tetapi juga tidak merasa mempunyai pernikahan (apalagi yang bahagia). Hm…seringkali gw ‘gemes’ loh melihat tipe istri yang seperti ini, karena gw berpendapat tipe istri seperti ini malah cenderung ‘menyebalkan’…so no wonder deh suaminya kaburrrr…..!!!!

Jahat ya gw??? Negative thinking banget ya gw???? Maybe you think like that, but I believe that I am not. Satu fenomena luar biasa dari hubungan antar sepasang anak manusia adalah semakin kita memburu cinta, maka cinta itu pun akan semakin kencang lari meninggalkan kita. Tapi tentunya, tidak mungkin cinta lari meninggalkan kita tanpa adanya suatu alasan atau penjelasan. Pasti ada!! Cuman karena kita tidak menyukai alasan atau penjelasan tersebut, maka kita pun bersikap dan mengatakan ke teman-teman,”Oh poor me…..he left me without reason..even he never told me goodbye….atau dengan airmata bercucuran kita pun cenderung menyalahkan diri sendiri dengan mengatakan,”Mungkin dia ninggalin gw karena sekarang gw udah endut, ga cantik lagi…padahal gw kan jadi endut gini gara-gara ngelahirin anak dia dan dengan adanya anak-anak sekarang, mana sempat lagi gw ke salon…kok dia ga mau ngerti sih.”



Mau menyalahkan dia kek, atau menyalahkan diri sendiri….tetep aja ujung-ujungnya mencari dukungan dan pembenaran atau pemakluman dari orang-orang terdekat atas masalah yang sedang dihadapi. Tetapi bagi gw sih, itu bukan sikap yang bijaksana. Dukungan dari orang-orang terdekat yang simpati atas diri kita yang sedang menghadapi masalah berat, memang terasa menyenangkan. Tetapi di lain pihak kan, banyaknya pendapat juga akan membuat diri kita semakin sulit membuat keputusan tepat, yang benar-benar kita inginkan. Belum lagi, kalau kemudian dukungan tersebut malah menjadi ‘kompor’ yang dapat mendorong kita untuk membuat suatu keputusan yang sifatnya impulsive, yang ujung-ujungnya berakhir dengan penyesalan dan mulailah kalimat I wish I never did that en se-abgreg2 I wish lainnya.

Daripada repot meminta pendapat, bantuan dan dukungan dari orang lain, even teman terdekat, lebih baik kita menanyakan dulu kepada diri sendiri, untuk mengetahui apa sih yang benernya kita harapkan dari hubungan ini. Think rationally, whether it is worth us while to hold him back for the sake of the marriage or is it genuine love and respect that we feel for him?

And, believe me, it's not the end when a man leaves you - no matter how bereft you may feel. You have to turn your face towards the experience and make it your beginning:)

Hal-Hal Penting Pra Pernikahan



Gw adalah seorang janda karena perceraian. Dan untuk beberapa notes yang gw tulis memang sepertinya terkesan sekali kalo gw tuh termasuk yang memprovokasi perempuan-perempuan untuk jangan takut bercerai ha...ha.. atau mungkin malah dari note-note yang gw buat, pernikahan kok jadinya tidak se-indah seperti yang dituliskan di novel-novel atau film-film drama romantis yang berakhir happy ending, seperti komentar dari seorang teman,"Vie, pernah kebayang ga ma loe kalo para perempuan yang baca tulisan-tulisan loe, mereka malah jadi berpikir dua kali buat menikah".

Aduh teman-teman, mohon maaf sekali kalo tulisan-tulisan gw malah membuat gambaran buruk mengenai kehidupan pernikahan. Terus terang, tidak ada maksud untuk menggambarkan pernikahan secara buruk, apalagi karena gw bercerai. Ada pepatah yang mengatakan,"Perceraian karena meninggalnya pasangan alias cerai mati hanya akan membawa kenangan indah dari perkawinan dan sebaliknya, yang dapat di-ingat dari perceraian hidup adalah hal-hal yang jelek saja karena lebih banyak kenangan yang menyedihkan ketimbang menggembirakan".

However, Marriage is a huge commitment. It joins two lives by law. In fact it joins two families. Who ever has seen "Meet the Fockers" knows that it is not a laughing matter. There is a lot the the to-be-weds are thinking about. Walking down the altar with a person, hand in hand, and vowing your love in sickness and in health, to have and to hold, is not an impulsive decision to take. Think about it, together. Discuss your fears, concerns and relationship issues. Ask the questions to be asked before marriage, and answers the questions that are asked to you, honestly. That should help the two of you take the right path into a fresh new life.

1. Apakah kamu dan pasangan benar-benar sudah siap untuk menikah?
Kesiapan untuk mengikatkan diri dalam suatu pernikahan tidak bisa sepenuhnya dikaitkan dengan umur seseorang. Kedewasaan dan kematangan karakter sama sekali tidak berbanding lurus dengan pertambahan umur seorang anak manusia. Jujur, diriku bisa mengatakan ini karena inilah apa yang aku alami dulu. Kesiapan dalam hal ini lebih ditekankan pada kebulatan tekad dan mental sepasang anak manusia yang hendak menikah, termasuk kesiapan untuk saling menyesuaikan diri satu dengan yang lainnya. Ingatlah, bahwa seseorang sangat mustahil untuk merubah karakter yang telah terbawa dari sejak lahir sehingga jangan pernah mengharapkan bahwa saling dapat mengubah satu sama lainnya. Yang ada hanyalah penyesuaian, saling menyesuaikan. Inilah kesiapan mental yang paling perlu, yang paling dibutuhkan dalam mengarungi dunia perkawinan.

2. Sifat dan Kebiasaan
Masa pacaran yang lama bukan berarti lantas menjamin kita sepenuhnya mengetahui sifat dan kebiasaan pasangan. Makanya ada pepatah yang mengatakan aslinya seseorang baru terlihat setelah menikah. Oleh sebab itu, diriku setiap kali berpacaran dengan seseorang selalu meminta satu syarat, yaitu tidak boleh ada jaim-jaim. Ya apa aslinya elo, tampilin aja, terutama yang jelek-jeleknya. Nanti kan tergantung diriku yang menilai sendiri, apakah bisa menerimanya atau tidak. Apabila hal ini bisa diterapkan, bisa diharapkan di pernikahan nanti, diriku tidak akan terkaget-kaget jantungan he...he...



3. Money, Honey!
Di antara semua hal yang perlu dipertimbangkan sebelum menikah, uang adalah aspek sensitif. Masa pacaran yang penuh dengan nuansa toleransi, takut menyinggung perasaan pasangan, ga enakan, membuat kita merasa 'sungkan' untuk blak-blakan dalam mendiskusikan hal ini dengan pasangan. Percaya deh, mendingan ga enakan di masa-masa pacaran ketimbang menjadi GA ENAK di masa pernikahan nanti. Dan Alpie juga sudah mengalami hal ini, jadi benar-benar percaya deh ma alpie he..he..
Pasangan yang terasa royal dan tidak perhitungan di masa-masa pacaran, kemungkinan bisa berubah setelah menikah nanti. Mungkin bukan karena dia tiba-tiba menjadi pelit, tetapi karena cara berpikirnya sudah berbeda dibandingkan masa pacaran. Dulu hanya ada kamu dan aku, sekarang setelah menikah, kamu dan aku telah berkembang menjadi kita karena ada keluarga yang bertambah (mertua, ipar, dan mungkin (calon) anak-anak). Sehingga, kegiatan menabung dan berinvestasi pun yang dulunya tidak pernah terpikirkan, tiba-tiba menjadi hal nomer satu yang HARUS dilakukan. Well.....that's a very good things to do. Yup...that's a very very nice...sampai kemudian pasangan meminta kita untuk ikut berkontribusi membayar beberapa pengeluaran rumah tangga karena gajinya sudah habis untuk kegiatan investasi dan tabung menabung ini. Alih-alih bayangan awal 'my money is my money and your money is also my money' yang diidam-idamkan terwujud, yang ada malah my money is not totally mine anymore....it's already ours...plus....oh sedihnya yang tadinya dulu kita bisa shopping sesukanya, sekarang harus rela berhemat dan menahan diri dari membeli barang kesukaan yang kalo dulu sih ga perlu pikir-pikir panjang untuk membelinya. Huhuhuhu.....kok ternyata menikah itu menjadi seperti ini sih?????? Dan keluhan-keluhan pun berlanjut......dan...kayaknya kalo awal pernikahan saja sudah diisi oleh keluhan-keluhan, bisa dibayangkan akan bagaimana kehidupan perkawinan itu selanjutnya???
Jadi penting sekali untuk bersikap jujur dan transparan membahas hal ini sebelum menikah. Lakukanlah dengan kepala dingin, tanpa ada keinginan untuk saling mendominasi satu sama lain. Utamakan demi kepentingan bersama, demi niat bersama membangun mahligai perkawinan yang ever lasting. Kondisi keuangan juga menentukan apakah seorang istri harus bekerja atau tidak.

4. Your place, or mine?
Hal ini juga merupakan salah satu yang sensitif untuk dibahas sewaktu berpacaran. Karena mau ga mau, pasti hal ini sangat berkaitan dengan kondisi keuangan. Mau tinggal dimana kita nanti setelah menikah? Masih di rumah orangtua-kah? Ngontrak atau membeli? Apapun hasil keputusannya harus mengakomodir kepentingan, kebutuhan, kenyamanan serta kemampuan ke dua belah pihak. Sebisa mungkin, jauhkan dulu keinginan-keinginan atau 'titipan harapan' juga gengsi dari pihak keluarga. Ingatlah, bahwa bagaimanapun bentuk rumah kita (mau kecil, besar, sederhana ataupun mewah) pengertian rumah lebih dalam daripada sekedar bentuk fisik. Rumah adalah dimana cinta kita berada.

5. Children?
This is a very important one of the relationship questions to ask before marriage. Having and raising a kid is a big responsibility, not only about financial condition. Chilren are better to be raised with love and attention from parents, not money. So, do not decide to leap into it when one of you in "not quite sure". It is not so much of a marriage deal breaker, but you need to discuss this, nonetheless.

6. Let's talk about sex, baby!
Well, sex is important. We all know that. So, in case the two of you are already facing certain amount of tension or differences on the sexual front, don't commit and marry before those differences are sorted. If the two of you had decided on celibacy till you are married, have the sex talk. It will help create the longing for each other. Sex is not TABOO things to discuss!



7. Cleaning stuff alias bersih-bersih
Sangat Sangat Penting! Jangan pernah untuk tidak membahas peran kerja individu di dalam rumah. Pria dapat menjadi partner yang sangat kacau untuk tinggal bersama. Pria pada dasarnya tidak teratur. Dan akan menjadi saat-saat yang dapat membuat kita menangis bombay ketika kita meminta tolong suamiuntuk sekedar membersihkan toilet, dan dia berkata, "Tidak, itu bukan tugas saya, saya kan lelaki, masak laki-laki disuruh kerja kayak gini sih...saya kan tugasnya cari uang aja". Jadi, sebelum menikah sebaiknya kita dan pasangan duduk bersama dan mengambil suatu kesepakatan mengenai pekerjaan rumah tangga. Jelaskan dan berikanlah pengertian pada pasangan, walaupun terlihat sederhana, namun pekerjaan rumah tangga tidak akan pernah habisnya. Dan akan sangat berarti bagi kita apabila pasangan bersedia untuk membantu. Lagipula yang berkepentingan pada rumah tangga ini kan bukan diri kita duang, pasangan juga kan? Apalagi, mengerjakan pekerjaan rumah tangga bersama akan dapat memperkuat ikatan kebersamaan diantara kita dan pasangan. Jika dijelaskan dengan baik-baik, tidak memaksa, apalagi ditambah dengan bumbu rayuan sedikit, gw yakin pasangan akan luluh mendengar permintaan kita:)

8. Mertua dan Ipar....Oh Tidakkkkk
Remember the movie "Monster in-law"? Well, tentunya kita tidak pengen lah mengalami hal seperti itu. Sebagai warga negara Indonesia yang cenderung budaya kekeluargaannya sangat kental, maka menikah tidak hanya lantas mengikatkan diri pada pasangan saja, namun juga berarti bersedia untuk merangkul keluarga intinya. Apalagi sebagai makhluk beragama, seringkali kita mendengar nasihat yang mengatakan bahwa setelah menikah maka anggota keluarga kita pun bertambah, dari yang hanya mempunyai sepasang orangtua, maka akan menjadi dua pasang, dan begitupun dengan abang, kakak dan adek kita. Menganggap dan memperlakukan mertua dan ipar seperti layaknya orangtua dan saudara kandung,yahhh susah-susah gampang. Tapi yang jelas tidak ada yang mungkin. Dan percayalah bahwa situasi ini tidak hanya mempusingkan bagi kita, namun juga bagi pihak keluarga pasangan. Sama-sama mau belajar menyesuaikan diri satu sama lain dan kemauan untuk saling berkompromi adalah kuncinya. Dengan orangtua dan saudara kandung aja, kadang kita bertengkar....so wajar saja kalo sesekali kita mengalami konflik dengan mertua dan ipar.


So....demikianlah beberapa hal yang gw pikir dapat menjadi kerikil-kerikil dalam perkawinan. Dan gw percaya, selain 8 hal diatas, pasti masih banyak lagi hal-hal lainnya dan antara suatu pasangan yang satu dengan pasangan yang lain, masalahnya bisa berbeda. Namun apapun masalahnya, rasa cinta, komunikasi serta pengertian adalah kunci jawaban yang paling penting untuk diingat dan diterapkan selama kehidupan pernikahan yang diharapkan dapat bertahan sampai hanya maut yang memisahkan:)

Move Forward, Backward, or Just Stay??



Dulu sewaktu masih single, suka bayangin betapa romantisnya saat-saat lamaran dan pernikahan nanti dan juga betapa enaknya punya suami, punya partner yang siap setia di samping kita 24 jam. Gak ada lagi yang namanya tidur sendiri (udah ditemenin ama 'guling hidup' he..he..) dan ada teman yang siap mendengarkan keluh kesah kita kalo lagi mumet atau bete gitu. Terus betapa tambah ramenya hidup gw dengan hadirnya anak2 buah hati gw dan pasangan yang pasti lucu-lucu dan cantik-cantik mirip mamanya he..he..pokoknya yang terbayang adalah live happily ever after dehhhhh..

Lupa kalo ada pepatah yang mengatakan bahwa kadang kenyataan tidak sesuai dengan impian. Oleh karena itu, sebelum kamu memutuskan untuk berkomitmen menikah dengan seseorang, ada baiknya untuk memerhatikan dua hal berikut ini:

1. Tanyakan kembali kepada diri kamu secara jelas, sepenuh hati, mendalam, penuh keyakinan, dengan kejujuran, apakah diri kamu sudah siap untuk membagi sisa perjalanan hidup kamu dengan seseorang? Sadarkah diri kamu kalo nantinya dalam perkawinan tidak akan ada lagi kata "saya" atau "aku", melainkan akan menjadi "kami" atau "kita"? Bersediakah kamu untuk keluar dari zona nyaman yang selama ini kamu hidup di dalamnya?

When you realize that you are not ready to walk into this path, better stay away. But when you are about to step into this "WORLD", pls get yourself prepared of every single thing of coming "world".



2. Kemudian, tanyakan lagi kepada diri kamu, apakah memang pria ini yang kamu inginkan, yang dan yang kamu percaya untuk menghabiskan hidup bersama-sama sampe tua...sampe maut memisahkan...that's going to be a very long journey which will have up and down moments. Apakah pria ini dengan segala kelebihan dan kekurangannya akan dapat membimbing kamu menuju ending happily ever after, bukannya malah jeblos ke wrong destination?

When you do just "believe" someone whom you are going to marry to, please don't get married. Because if it is only the "believe" you are going to carry along towards the journey of "marriage world", it is not going to work. You have to carry "trust" instead of just this "believe" to put your step into the "marriage world".

Pernikahan Masih Akankah Indah Seperti Berpacaran Dulu??



Sambil menikmati hangatnya kopi di sore hari, gw memiliki janji tuk
ketemu dengan seorang teman di Starbuck Coffee di seberang Sarinah
Sudirman Jakarta.
Di tengah siraman hujan rintik - rintik yang berselimut mendung, datanglah
seorang teman dan bercerita tentang kisah bahagia keluarganya. Sebagai teman yang baik, gw tentu
turut berbahagia mendengar cerita itu. Tapi sayang di akhir
cerita...,.beberapa bulir air matanya menetes membasahi pipi...walopun dalam hati terheran melihat temanku yang jaman kuliah dulu terkenal karena ke-macho-annya, sekarang tak sungkan menitikkan airmata di depanku...hm...tapi cowo juga manusia yak...

Dengan hati-hati, gw menanyakan apakah temen gw itu perlu media untuk curhat dan gw bersedia menjadi sarana tumpahan keluh kesah hatinya...hm, Vie mencari kesempatan dalam kesusahan neh:)...wekkkss, ga lah...mudah2an gw tetap termasuk dalam golongan manusia yang anti menggunting dalam lipatan!

Akhirnya setelah terdiam sejenak, teman gw itu mulai mencurahkan isi hatinya yang dimulai dengan flash back cerita masa pacaran mereka.
Teman gw ini bertemu dengan istrinya secara tidak sengaja yang kurang lebih mirip-mirip cerita iklan produk pembasmi jerawat. Mereka bertemu di 'public food court' yang dalam bahasa Indonesianya 'taman makan umum' (aneh ya istilah terjemahannya) yang kemudian seperti pepatah jawa 'witing tresno jalaran seko kulino' yang terjemahan nasionalnya kira-kira adalah 'cinta yang tumbuh karena sering bertemu', nah seperti itulah gambaran singkat cerita cinta temanku ini.

Cinta yang telah terjalin lebih terasa manis dan membahagiakan ketika keduanya saling mengisi hubungan dengan polah tingkah yang penuh perhatian dan kasih sayang. Seperti yang dulu selalu dilakukan oleh sang pacar yang sengaja setiap pagi membuatkan bekal makan siang dan mampir mengantarkannya ke kantor teman gw. Alasannya tentu supaya temen gw ini lebih sehat.
Dan teman gw ini pun membalas dengan setia menjemput sang pacar setiap sore dikantornya dan mengantarkan dengan selamat sampai di depan pintu rumah sang pujaan hati.
Belum lagi ungkapan - ungkapan sederhana namun penuh nuansa cinta yang selalu terlontar dari mulut keduanya, seperti:
" How are you honey ?"
" I love you...,I miss you "
" Aku selalu ingin di sampingmu"
" Aku tak bisa jauh darimu"
Hari - hari pun terasa makin indah penuh kebahagiaan bernuansa cinta. Kalaupun ada hal yang tidak enak, cuman rasa rindu nan kian menggebu yang sangat menyiksa hati keduanya. Sampai setelah 6 bulan masa pacaran dirasakan cukup untuk keduanya melabuhkan dan mengikat cinta mereka dengan janji suci pernikahan.



Suasana penuh madu cinta pun maseh dinikmati pada awal masa pernikahan mereka. Dan seperti pernikahan pada umumnya, setelah masa cerita dongeng yang indah usai dan tiba saat untuk kembali dalam dunia nyata diawali ketika sang istri telah mengandung mulai berfikir konsep efisiensi dan penghematan dimana sang istri berfikir akan lebih efektif dan efisien jika mereka pindah tinggal di rumah orang tua sang istri yang berada di tengah kota. Perjalanan ke kantor akan jauh lebih singkat dibandingkan dari rumah mereka yang terletak di pinggiran kota dan hal ini tentunya kondusif untuk kondisi sang istri yang sedang mengandung. Sang istripun mengusulkan saran tambahan untuk mengontrakkan rumah mereka selama mereka kembali tinggal di rumah orangtuanya,"kan lumayan bisa nambah tabungan kita untuk kelahiran dan masa depan sang calon bayi."
Temanku ini pun melihat saran istrinya sangat masuk akal dan selama ini hubungannya dengan sang mertua pun sangat baik plus dia selalu tetap berkeinginan untuk membahagiakan istrinya dengan sebisa mungkin menuruti setiap permintaan dari sang istri tecinta, yang pada akhirnya temanku ini pun setuju dengan syarat mereka hanya tinggal disana sampai umur sang bayi 2 bulan, kira2 satu tahun lamanya dari sekarang.

Keputusan sang suami tentu saja sangat membahagiakan sang istri yang langsung mengatakan pada temanku ini bahwa dia sungguh bahagia karena memiliki suami yang "sangat pengertian".
Tak mau kalah, sang suami pun langsung menimpali dia juga sama bahagianya memiliki istri yang juga sungguh sangat pengertian dengan langsung memberikan contoh dimana ketika sang istri sedang asyik nonton sinetron kesayangan tapi rela memindahkan channel TV ke siaran sepak bola yang disenangi suaminya, padahal ia sendiri gak seneng nonton bola. "

Tapi sayang, suasana nan penuh kebahagiaan itu kini berganti dengan terjadinya pertengkaran demi pertengkaran. Sang teman bercerita pertengkaran itu disebabkan karena sang istri selalu menunda rencana awal mereka untuk kembali ke rumah mereka setelah si kecil berusia 2 bulan. Kini si kecil sudah berusia 1 tahun dan sang istri kelihatannya makin betah di rumah orangtuanya karena banyak yang menawarkan untuk menjaga si kecil selagi dia berada di kantor, belum lagi sang nenek dan kakek yang selalu menyuplai kebutuhan sang cucu tercinta tanpa diminta. Sang istri pun merasa terbantu sekali, makanya dia tidak dapat mengerti kenapa sang suami malah berpikiran sebaliknya. Sang istri pun tersinggung karena merasa sang suami sangat tidak peduli dan tidak berterimakasih atas bantuan dari keluarga besarnya.

Sang suami, temanku ini, pun berkomentar bahwa justru sang istri yang sekarang menjadi sangat tidak mengerti perasaannya sebagi suami. Hanya memikirkan dirinya sendiri. "Sebagai kepala keluarga se-enak2nya di rumah mertua kan pasti lebih enak di rumah sendiri Vie, bisa bebas main dengan anak dan mendidik anak dengan cara gw,"kata teman gw ini lebih lanjut.



Dear temans...,
Ternyata batas antara SANGAT PENGERTIAN dengan KETIDAKPEDULIAN itu sangat
tipis sekali ya. Dulu jaman berpacaran dan awal menikah, mereka saling memuji kalo kekasih hati sangat pengertian sekali. Tapi sekarang saling puji berganti jadi saling tuding, saling pengertian pun berganti menjadi saling tidak peduli. Apakah ini terjadi karena cinta itu telah sirna?

Our marriage is only going to grow as long as we are depositing more into it than we are withdrawing from it. When I look up to the people who keep on dancing even after the music has stopped, because those are the people who will keep on trying even after all hope is lost.

I look up to the people who keep on dancing even after the music has stopped, because those are the people who will keep on trying even after all hope is lost.

Perselingkuhan & Perkawinan



I. Definisi Perselingkuhan
Perselingkuhan adalah hubungan pribadi di luar nikah, yang melibatkan sekurangnya satu orang yang berstatus nikah, dan didasari oleh tiga unsur:
1) saling ketertarikan
2) saling ketergantungan
3) saling memenuhi secara emosional dan seksual.

Perselingkuhan tidak selalu berarti hubungan yang melibatkan kontak seksual. Sekalipun tidak ada kontak seksual, tetapi kalau sudah ada saling ketertarikan, saling ketergantungan, dan saling memenuhi diluar pernikahan, hubungan semacam itu sudah bisa kita kategorikan sebagai perselingkuhan.


II. Tahapan Perselingkuhan
1) Tahapan ketertarikan, yang terdiri dari ketertarikan secara fisik atau pun emosional. Karena tertarik pada seseorang, mulailah kita bercakap-cakap dan menjalin hubungan dengannya.

2) Setelah itu, kita mulai merasa tergantung dengannya. Kita merasa
membutuhkan dia. Saat dia tidak hadir, kita merasa tidak nyaman,
sehingga kita mulai menanti-nantikan dia.

3) Setelah rasa ketergantungan, mulailah proses saling memenuhi.
Kita dengan dia merasa saling memenuhi kebutuhan emosional masing-masing.
Misalnya, yang satu punya problem dengan keluarganya, lalu diceritakan kepada rekan yang dapat memenuhi kebutuhan emosionalnya, dan terus berlanjut.
Biasanya, kalau ada unsur-unsur ini, hanya tinggal masalah waktu untuk terjadinya hubungan seksual antara kedua orang tersebut.


III. Macam Perselingkuhan
Pertama, yang terjadi secara temporer, yaitu yang disebut orang sebagai "jajan" atau "main-main perempuan / main-main lelaki".
Perselingkuhan jenis ini tidak melalui tahapan perselingkuhan.

Kedua, yaitu perselingkuhan yang terjadi secara permanen, dalam pengertian sudah ada jalinan atau kontak batin, ada saling bagi emosi satu sama lain. Perselingkuhan jenis ini tidak mudah diputuskan, karena pasangan selingkuh tersebut dicintai. Mereka benar-benar sudah menjalin hubungan yang intim dan akrab, sehingga untuk memutuskannya terasa sangat sulit sekali.


IV. Memulihkan Hubungan Yang Rusak Akibat Perselingkuhan
Perselingkuhan memang sulit untuk diputuskan. Menurut pendapat saya, hanya jika perselingkuhan itu sendiri yang retak (artinya, pasangan selingkuh itu memang tidak cocok), barulah perselingkuhan itu bisa putus dan si suami atau si istri kembali kepada pasangannya.

Jarang terlihat, seorang pria yang sudah menjalin hubungan di luar nikah, mau melepaskan hubungannya dengan pasangan selingkuhnya dan kembali kepada istrinya. Jadi, yang biasa terjadi adalah timbul keretakan antara hubungan selingkuh yang dijalin, dan mereka putus.

Perselingkuhan sulit diputuskan karena biasanya perselingkuhan dimulai dengan pernikahan yang sudah retak: ada masalah dalam pernikahan itu, ada kebutuhan yang tak terpenuhi, ada kekecewaan karena harapan yang tidak bisa dipenuhi.

Keretakan itu mengakibatkan kerawanan terhadap masuknya orang lain dalam
pernikahan kita. Sebab itulah, perselingkuhan tidak mudah diputuskan.

Biasanya perselingkuhan retak dulu, baru yang bersangkutan bisa kembali kepada pasangan nikahnya. Sekalipun mau kembali, hubungan dengan pasangan nikah sering susah dipulihkan, karena pernikahan itu sendiri sudah
tidak harmonis lagi.

Jadi, untuk memulihkan hubungan yang sudah retak karena perselingkuhan, memerlukan dua tahap penyelesaian :
1) Memutuskan hubungan suami istri / suami dengan orang lain.
2) Mengharmoniskan hubungan suami istri, saling refleksi, berusaha dan berdoa.

Kedua tahap penyelesaian tersebut bisa memerlukan waktu panjang. Sejak seseorang bertekad untuk putus dan berjanji kembali pada istrinya sampai benar-benar putus bisa memakan waktu berbulan-bulan, bahkan bisa lebih dari setahun.

Apalagi, bila yang bersangkutan belum yakin sepenuh hati untuk memutuskan hubungan dengan pasangan di luar nikahnya, waktu yang diperlukan akan lebih lama. Jadi persoalan semacam ini sangat kompleks.

Sebab itu, langkah terbaik adalah pencegahan. Jangan memulai terlebih dahulu. Kalau sudah mulai, pemulihannya susah. Jadi, langkah pertama adalah jangan
mencobanya.



V. Kategori Pernikahan Yang Rawan Terhadap Perselingkuhan
1) Pernikahan yang kering kasih sayang dan cinta.
Pernikahan bermasalah bila kebutuhan emosional dan seksual sudah tak terpenuhi dengan baik atau terganggu. Kebutuhan yang tak terpenuhi membuat kita secara tak sadar dan alamiah mencoba mencari pemenuhannya.
Jika pemenuhannya tak terpenuhi di rumah, dicarilah pemenuhan di luar rumah. Pernikahan semacam ini sudah tidak memiliki cinta kasih. Yang ada hanya hubungan formal sebagai suami istri yang diikat oleh pernikahan dan anak-anak. "Malu kalau bercerai, apa kata keluarga dan masyarakat?"

Sebenarnya kasih adalah pengikat pernikahan yang sangat kuat. Kalau kasih sudah luntur, ikatan pernikahan mudah lepas. Pernikahan bermasalah membuat suami istri frustrasi sehingga menimbulkan kemarahan, percekcokan tiada henti, perbuatan melukai hati pasangan dan koreksi (kritik) yang terus-menerus.

Dalam keadaan semacam ini, pasangan tersebut membutuhkan kelegaan, bagaikan tanah kering membutuhkan air yang sejuk. Waktu ada yang menyediakan dan meneteskan air yang sejuk itu, kita akan menyedot air itu dengan lahap.


2) Pernikahan yang tanpa adanya moral tanggungjawab di dalamnya.
Jika istri bertanya, "Jam berapa akan pulang", dijawab, "Jangan banyak tanya". Bila ditanya, "Mau pergi ke mana", dijawab, "bukan urusanmu". Sikap semacam ini adalah sikap tidak mau memberi pertanggungjawaban.
Tipe ini juga mencakup tidak ada pertanggungjawaban finansial, yaitu kita tidak tahu pendapatan suami atau istri kita. Suami istri harus saling tahu pendapatan masing-masing. Jadi, jika sebagian pendapatan keluar untuk perselingkuhan, pasangan akan tahu.
Awalnya, mungkin tidak ada rencana berselingkuh saat dia tidak mau memberitahu gajinya. Namun, sistem seperti itu memudahkan dirinya berselingkuh.


3) Pernikahan yang diisi dengan perilaku seks menyimpang, termasuk kecanduan seks.
Pada Orang yang mempunyai perilaku seksual menyimpang akan mempunyai ketidakpuasan apabila sang istri/suami dinilai tiadak dapat memenuhi kepuasan seksualnya. sehingga kemudian orang itu akan selalu menyimpan keinginan terpendam untuk memenuhi kepuasan seksualnya di luar dengan siapapun yang dapat memenuhi kebutuhannya itu, meskipun bukan dengan suami/isterinya sendiri.

Orang dengan kelainan seksual seperti ini tidak akan pernah menganggap dirinya salah, yang ada malah menyesalkan suami/istrinya yang tidak dapat memenuhi kebutuhan seksualnya.
Karena itu, latar belakang yang tidak baik harus dikubur dan jangan pernah
dibuka-buka kembali. Seperti laiknya orang yang pernah menjadi alkoholik, tidak boleh mengatakan, " I am recovered alcoholic" (saya pernah disembuhkan dari alkoholik), tapi seharusnya "I am recovering alcoholic" (saya masih terus disembuhkan dari alkoholik).
Demikian juga dengan perilaku seksual yang menyimpang yang harus disembuhkan.


4) Pernikahan tanpa adanya kekuatan agama/iman kepada Tuhan, didalamnya.
Lika liku naik-turunnya kehidupan, seperti orang yang mengalami perubahan drastis dalam kehidupannya, misalnya kejatuhan ekonomi atau kehilangan pekerjaan dan kehilangan orang yang dikasihi ataupun popularitas dan kekayaan yang datang mendadak, apabila tidak ada kekuatan iman di dalamnya, akan dapat dengan mudah sekali tergoda rayuan perselingkuhan.

Perselingkuhan bisa menimpa siapa saja. Dan ternyata, menangkal pernik-pernik perselingkuhan tidak semudah yang kita duga, karena godaan yang cukup besar. Hanya iman kepada Tuhan, cinta dan kasih sayang terhadap pasangan dan keluarga, serta rasa sadar dirilah yang dapat menyelamatkan kita dari godaan 'Selingan Indah tapi Keluarga Tetap Utuh' ini:)

For My Gals, Beneran Yakin Udah Siap Merit?


Ga ngerti deh apa karena diriku ini pernah mempunyai pengalaman pernikahan yang kemudian diakhiri dengan perceraian, yang menyebabkan gw mempunyai hobi baru yaitu seneng banget dan ga bosen-bosen berulang-kali menanyakan ke orang-orang yang aku kenal, entah itu kerabat maupun teman, mengenai kesadaran, kesungguhan dan kesiapan mereka sewaktu memutuskan untuk meng-ikatkan diri mereka ke dalam suatu bentuk persatuan paling suci antara dua anak manusia yang disebut pernikahan.

Hobi baru gw ini bukannya bermaksud untuk menghalang-halangi apalagi sampe berniat untuk mencegah niat baik sepasang anak manusia untuk menikah. Menikah itu adalah sesuatu ibadah yang suci dan indah, tetapi juga dapat menjadi suatu mimpi buruk apabila pernikahan tersebut dilaksanakan karena alasan-alasan seperti yang berikut ini:

1. Kita ingin menikah karena teman-teman atau para sepupu yang seumuran sudah pada menikah

2. Kita ingin menikah karena tidak mau jadi manusia terakhir di bumi ini yang belum menikah

3. Kita ingin menikah karena cinta harta dan statusnya duang

4. Kita ingin menikah karena udah ga betah neh tinggal di rumah ortu lengkap dengan prosedural dan larangan-larangannya

5. Kita ingin menikah karena bosen hidup sendiri

6. Kita ingin menikah karena udah ada 'deposit' dalam perut alias 'Married By Accident'

7. Kita ingin menikah karena pengen bikin cemburu seseorang..emangnya dia doang yang bisa nikah!!

8. Kita ingin menikah karena pengen mewujudkan impian masa kecil tentang pernikahan yang bak Cinderella

9. Kita ingin menikah karena pengen tau rasa enaknya 'making love' yang halal itu gimana sih?

10. Kita ingin menikah karena disuruh atau membalas budi orangtua

Dan kalau mau ditambahkan sih, yakin banget kalo masih ada sederet alasan lain yang bisa memperpanjang daftar 'Bad Reasons To Get Married' diatas. Tapi setidaknya 10 alasan itulah yang ada di pikiran gw saat ini.

God has a perfect love story for us... don't mess it up by making a decision to marry someone that is not the right one for us. If we are honest with ourselves, we will know if this one is the right one for us or not.

So, sebelum terlanjur melangkah ke dalam pernikahan, sebelum mengatakan 'Yes, I do', ada baiknya jika hendak menikah, sekali lagi melakukan 'final check-list' dengan penuh kejujuran untuk memastikan apakah kita benar-benar yakin untuk berkata 'Yes, I Do' berdasarkan alasan yang tepat sehingga bisa dipastikan bahwa pernikahan inilah yang benar-benar kita inginkan lebih dari segalanya.

Pertengkaran Dalam Perkawinan......Ahh Itu Mah Biasa Aja:)



Alviiiiiii....Tolongin dunkkkk.......

Ihhh kenapa seh pake teriak-teriak segala???

Maaffff tapi tolonginnnn dunkkkkk

Hush hush udah ah jangan teriak-teriak gitu, iya mau ditolongin apaan?

Kenapa ya gw ma suami berantem mulu....ribut mulu...pusing kepala gw neh...lo dulu berantem mulu ma mantan suami lo ya? Makanya lo ga tahan lagi terus cerai kan?

Sotoy ahhh, gw malah jarang banget berantem ma suami.

Lah terus kok bisa cerai??

Yeee emangnya kalo mau cerai harus diawali dengan berantem dulu?

Lah biasanya kan emang gitu??

Hm...mungkin kasus gw emang ga biasa kali ya...tapi ga juga ah, malah gw pikir-pikir kalo lo masih berantem berarti masih ada perhatian di situ..masih ada saling peduli

Kok bisa gitu??

Iya dunk, berarti kan setidaknya lo dan suami masih mau 'berkomunikasi' walaupun dengan cara komunikasi yang ga biasa, ya dengan perang mulut itu. Kalau masih 'berkomunikasi' berarti kan masih ada perhatian. Kalau udah ga ada perhatian, ga peduli lagi, boro-boro mau 'berantem', sekedar basa-basi nanyain kabar aja udah ogah kan??

Well, pernah ga mikir seperti yang diriku ini pikir? Umumnya kan orang-orang berpikir bahwa perkawinan yang harmonis itu adalah perkawinan yang tanpa perang mulut, tanpa pertengkaran. Tapi apakah perkawinan yang tanpa pertengkaran, benar-benar berarti perkawinan itu harmonis? Mungkinkah malah berarti sebaliknya, if there is no fighting, it can mean there is actually no "anything" ??

Menurutku, tidak ada perkawinan yang 100% tanpa perang mulut, tanpa berantem. Suatu perkawinan sepasang anak manusia, seberapapun saling jatuh cintanya mereka, wajar sekali apabila kemudian kadang-kadang mereka cekcok satu sama lain sebagai proses penyesuaian. Perkawinan hanyalah salah satu tahapan lain kehidupan yang dinamis nan penuh dengan 'warna-warni' dan 'riak-riak gelombang pasang surutnya'. Jika suatu perkawinan kemudian berjalan statis tanpa pernah sekalipun adanya satu 'warna' maka hal ini lah yang perlu dikhawatirkan.

There are a lot of marriages dying today in silent apathy. Men in particular, but women as well, can mistake routine for satisfaction. If everything is taken care of - the home is neat, the kids are bathed, the bills are being paid, the food is on the table - they believe everything is fine...when under the surface there are a lot of ongoing and unsolved problems. Though, often fighting marriage is also not good either, so What can we do to give our marriage a fighting chance?



Pertama, seberapapun 'hebat' dan 'seringnya' pertengkaran yang terjadi, hendaknya sepasang suami istri tetap ingat pada komitmen perkawinan mereka. Walaupun sama sekali tidak bisa 100% menepiskan kemungkinan terjadinya perceraian dalam suatu perkawinan, namun semua pasangan ketika memadu janji pernikahan pastinya bertekad untuk sekuat tenaga menjaga keutuhan perkawinan sampai maut memisahkan. Therefore, we must set aside all other priorities to make our marriage work. That's what a marriage is.

Kedua, tekad untuk mempertahankan perkawinan akan menyeimbangkan perasaan romantis dengan logika realitas. Marriage life is not a fairy tale, but it is reality, dimana kenyataan hampir tidak selalu sama dengan yang dimimpikan. Inilah titik awal mulai timbulkan satu pertengkaran demi banyak pertengkaran lainnya. Tapi kembali lagi seberapapun banyak dan hebatnya pertengkaran itu, apabila tekad mempertahankan perkawinan masih ada, berarti perasaan dan pikiran pasangan masih sangat penting untuk kita. Maka meskipun hati panas karena bertengkar, kita sebaiknya berusaha untuk selalu 'melihat' melalui 'mata' pasangan dan 'berpikir' melalui 'otak' pasangan. See life like they do
. Hal ini akan bisa membantu kita untuk lebih memahami dan mempermudah untuk menyelesaikan pertengkaran.

Ketiga, know how to make up. Jangan hanya bisa mengawali pertengkaran tapi tidak bisa mengakhirinya. Tentu mengakhiri dalam arti 'in the proper way'. Please, try to make ending each fight with nice statement like "What are some things you need from me than I am currently not providing for you?" atau seperti "What more can I put into our marriage to show you that I am truly committed to our marriage?" Widih...romantis kan?? Dijamin 100% pasangan kita, terutama kaum wanita seperti diriku ini, yang hatinya tadi lagi 'panas sepanas api kompor yang sedang menyala' seketika langsung dingin seperti disemprot alat pemadam kebakaran he..he...Bener kan?:)

So, never be afraid of conflict. As long as husband and wife, are able to solidify their commitment to the marriage and place their spouse ahead of themselves, so there is nothing to worry about to have conflict. Because they know how to engage the conflict in a healthy way.

Dan....biasanya kehidupan pekawinan setelah sukses melalui konflik terasa lebih harmonis loh:)

Betapa Susahnya Melupakan Pasangan Selingkuhan.


Most people at some point of time have been in relationship when they meet someone who looks like they would be "better" partner. Sesuai dengan kata-nya pepatah,"Rumput Tetangga Selalu Terlihat Lebih Hijau" dan "Manusia Tidak Pernah Merasa Puas Dengan Apa Yang Sudah Dimiliki".
Itulah kalimat-kalimat pertama yang muncul di dalam benak, ketika seorang teman wanita mengatakan bahwa dia tidak mampu melupakan pasangan selingkuhannya walaupun mengaku secara jujur dirinya telah mengakhiri petualangan 'asmara dalam rumah tangga' itu beberapa bulan yang lalu. "Susah bagi gw menghilangkan figurnya dalam pikiran gw Vie....gw cinta banget ma dia karena gw baru benar-benar merasakan yang namanya dicintai dan mencintai dengan pasangan selingkuhan gw itu".

Setelah sekian tahun perkawinan berjalan, normal apabila mulai memasuki masa-masa rentan. Masa-masa penuh kebosanan terhadap pasangan, suasana penuh konflik dan tingkat emosi bertegangan tinggi. And these married couples may fall out of love and grow to dislike one another more than they care to admit. Nevertheless, for a variety of reasons (money, kids, religious beliefs, etc), they remain husband and wife in theory. These types of marriages may certainly lead one or both spouses to seek the comfort of another adult and cheat on one another.

In a troubled relationship, the lure of seeking solace in another often becomes tempting. Simple friendships or working arrangements with the opposite sex can easily turn into a full-blown affair. Despite a spouses attempt to prevent this type of relationship from becoming an extramarital affair, they may find their feelings too powerful to deny and thus give in to their desires to be with this new person.

Seperti yang dirasakan oleh teman wanita gw itu. Sikap temen gw yang merasa berat dalam melupakan pasangan selingkuhannya yang dirasakan membawakan kebahagiaan bagi dirinya dan juga kekasihnya, tetapi di satu sisi juga berpotensi sama menimbulkan kehancuran dan ketidakbahagiaan kelak bagi pasangan mereka masing-masing, bukankah sikap ini bertentangan dengan arti cinta itu sendiri? Kalau benar teman gw itu merasakan mencintai dan dicintai, maka sesungguhnya cinta itu tidak egois alias memikirkan kepentingan, keuntungan dan kebahagiaan diri sendiri melainkan selalu berkorban untuk kebahagiaan pasangannya, walaupun untuk itu harus menangis dan terluka.

Juga jangan berdalih dengan mengatakan 'Love is Blind' alias cinta itu bisa datang kapan saja, dimana saja dan untuk siapa saja, termasuk menghampiri kedua anak manusia yang masing-masing sudah terikat dalam perkawinan. Mungkin cinta itu buta, tapi sebagai manusia yang diciptakan oleh Tuhan dengan derajat paling tinggi diantara semua makhluk ciptaan-Nya, mengendalikan cinta dan bukan sebaliknya, yang seakan-akan dapat meng-legitimate segala perbuatan manusia yang tidak benar, atas nama cinta.

Terlebih cinta itu adalah suatu perasaan yang juga dianugerahkan Tuhan untuk semua makhluknya, terutama manusia. Anugerah berarti sesuatu yang mempunyai sifat 'Agung/Mulia', dimana Tuhan tidak akan memberikan sesuatu yang jelek maupun merencanakan hal-hal yang tidak pantas untuk dilaksanakan oleh umat-Nya, termasuk bertahan untuk mencintai p
Jadi jangan salahkan cinta atau jangan jadikan cinta untuk pembenaran untuk segala sesuatu yang sepenuhnya 100% di dalam kendali diri sendiri.

The best ways to break off an affair is just Keepin it short. Don't go into in-depth details about why the affair can't continue. The simpler and cleaner the break-up is, the better. Tell him/her in person and in public area where a scene is less likely to take place. Make it final. Don't allow our affair partner to think there will be a chance of getting back together. Be sure that we want to forget this affair, so we can work on your existing relationship to make better or just move on with our own way,,with only ourselves.

Breaking off an affair can be just as difficult as breaking up a marriage depending on if there are emotions involved and how long it has gone on. However, having an affair is never fair to the partner left in the dark. If we have any doubts on breaking off our affair, simply remember the golden rule, 'Due unto others as you would have them do unto you' alias 'Jangan Berbuat Sesuatu Yang Menyakiti Orang Lain dimana Kita Juga Tidak Mengharapkan Seseorang Akan Menyakiti Diri Kita' dan 'Hubungan Yang Dibangun Dari Suatu Kesalahan Tidak Akan Pernah Berbuah Kebahagiaan Sejati'.

I don't agree to criminalize polygamy.


I believe that it is entirely legitimate for our society to outlaw a practice in public life that we simply feel is wrong.

The trouble with this argument is that it can (and has) been used to justify outlawing practices such as homosexuality, sex before marriage, adultery, and a whole host of other things that are really none of anyone’s business except for the people involved.
Perhaps a better standard would be “Does this practice harm society as a whole?” I can’t see that polygamy among consenting adults is any of society’s business.

Having multiple sexual partners is not illegal, but we can choose not to give any sanction to this by permitting marriages.
Do we outlaw swing clubs too? In any event, I’ve always thought that marriage was a contract between the participants in the marriage. How is it that you think “society” has the right to “sanction” a marriage?

I think, personally, don’t need to criminalize polygamy, because it is not the sort of behavior properly addressed by the criminal law. And if I don’t need to criminalize a thing, I probably shouldn’t.

If the harm arising from polygamy were of a kind that required sending a man to prison,there is surely evidence that some of the wives were forced into marriage, or were underage—neither consenting, that is, nor adults—then prosecute these crimes under the relevant statutes.

“Polygamy encourages child abuse,” people say, citing instances involving the marriage of older men to underage girls. Assuming for the sake of argument that this is true, it still doesn’t justify categorical prohibitions on polygamy. Alcohol consumption may encourage sexual violence; it’s often blamed for date rape. Should we prohibit its use? Or should we prosecute alcohol-fueled violence whenever we find it?
We rightly prohibit violence, not drunkenness, even though some drunks are violent; we should prohibit child abuse, not polygamy, even though some polygamists are abusers.

And as I don’t like polygamous marriages, I don’t have to throw people in jail for performing them. I can just refuse to recognize them. Reserve the legal recognition of marriage to monogamous couples, as all we do now, and leave consenting adults to work out the rest in private.

Whether or not polygamy perhaps should be legalized so that people in polygamous marriages enjoy equal rights and entitlements, it should at least be decriminalized. Why should we care about other people’s belief? And then how dare we criminalize them?

Polygamy.....oh.....Polygamy


Wanita jaman ibu-ibu kita dulu kan cenderung dididik 'nerimo' alias pasrah aja, terserah kehendak suami. Jaman dulu, wanita 'didoktrin' untuk menjadi istri doemstik yang pintar mengurus rumah tangga, suami dan anak-anak. Tidak perlu sekolah, apalagi bercita-cita tinggi seperti ingin menjadi wanita karir. Tempat wanita hanyalah di dalam rumah saja, di larang berkegiatan keluar, kecuali yang berhubungan dengan kegiatannya dalam mengurus rumah tangga, suami dan anak.

Doktrin 'nerimo' yang 'mendidik' wanita jaman dulu untuk tidak 'melawan' suaminya alias 'manut-manut' saja, termasuk ketika sang suami berkeinginan untuk menikah lagi, mem-poligami dirinya. Sehingga tak heran apabila Indonesia masa lalu, banyak pria beristrikan lebih dari satu.

Indonesia era masa kini, kalo dipikir-pikir, poligami itu sebenarnya cocok loh buat tipikal gaya hidup kaum wanita modern yang sangat mandiri, yang telah jauh bergeser dari pakem wanita Indonesia era lampau. Wanita Indonesia abad 21 ini menuntut 'persamaan gender', yang dipercaya dapat memenuhi ambisi eksistensi untuk tampil sama suksesnya dengan kaum pria. Hampir semua yang (biasanya) dilakukan pria, yang dulu dianggap tabu, dapat dikerjakan oleh kaum wanita, dengan hasil yang sama baik atau bahkan mungkin jauh lebih baik. Ha..ha..ha..aneh ga sih kalo diriku berpikir seperti itu? Karena seperti kita ketahui, malah para wanita terutama yang bergaya hidup modern serta feminis yang menentang ide poligami ini.

Polygamy is an empowering lifestyle for women. Because, despite its reputation, polygamy is the one lifestyle that offers an independent woman a real chance to "have it all". It provides the environment and opportunity to maximize female potential for women without all the tradeoffs and compromises that attend monogamy. The women in their polygamous family are friends. They don't share two decades of experience, and a man, without those friendships becoming very special.

Salah satu teman wanita yang menganut paham poligami ini berkesimpulan banyak sekali keuntungan yang didapat, antara lain:

- Banyaknya wanita dalam satu keluarga berarti juga banyak 'childcare' yang terpercaya dan bisa diandalkan terutama untuk para wanita bersuami yang masih berambisi kuat untuk exist di dunia karier maupun yang masih mempunyai niat untuk melanjutkan sekolah setinggi-tingginya sampai keluar batas negara. Automatic childcare in a sexist society gives women more effective choice to have a career without devaluing the role of homemaker. Being able to marry men who are already married means that women can marry men who have already proved themselves, therefore minimising their risk.

- Having the possibility that a husband can remarry without divorce extends practical security to a woman. She needn't worry about losing her husband and income as she loses her looks, because if her husband is attracted by a younger woman, he doesn't even have to think about leaving his wife.

- Meminimalisasikan dampak perselingkuhan seperti biasa terjadi pada perkawinan monogami.

Apapun keuntungannya, diriku tidak (mungkin belum) bisa menerima paham poligami ini. Namun, keputusan setiap wanita adalah berbeda dengan setiap wanita lainnya. Bagi para wanita yang bisa menerima paham ini, ada baiknya meyakini terlebih dahulu apakah sang (calon) suami adalah seorang pria dapat mengemban tanggung jawab lebih dari tanggung jawab yang dipunyai oleh seorang suami pada pekawinan monogami. he has to meet his responsibilities - pay for any children produced from all his relationships without priority being given to those from a 'legal' relationship.

Maybe sound silly and stupid, but I see that Polygamy might reduce the number of women who are available. Currently, with more women than men, this 'cheapens' women. With less women available their 'value' goes up. In other words, polygamy makes men have to try harder and do better with women if they are to win them in competition with other men ha...ha..ha...
And if a man wants to have another sexual partner in a polygamous system then Polygamy removes or reduces the seduction of innocent young women - If a man promises to marry her, he cannot use his existing marriage as an excuse for not fulfilling a promise.

I know...I know...I already said that I sound stupid and silly having a point of view about that. But that's only my view...my thinking...despite the fact that I am still and (perhaps) always be a woman who against the polygamous family.

But once again....I am (also) thinking....just thinking of polygamy in terms of a free-market approach to marriage...Why shouldn't we have the opportunity to marry the best man available, regardless of his marital status?:)

Memaafkan Perselingkuhan, Mungkinkah??



Gw melihat bahwa seperti halnya perceraian, penyelewengan atas suatu perkawinan juga memberikan arti yang berbeda2 bagi setiap pasangan.
Satu hubungan one night stand dapat seketika menghancurkan
suatu perkawinan, akan tetapi bagi pasangan lain mungkin tidak, dimana pasangan ini
memandang one night stand sebagai suatu "wake-up call" bahwa perkawinan mungkin
dalam bahaya dan perlu untuk diselamatkan, bukannya malah dihancurkan.
Itu semua dasarnya ada atau tidak niat dan kemampuan untuk meng-objektifkan perasaan
dan pikiran kita dan baru kemudian dapat memaafkan pasangan yang melakukan perselingkuhan.

Biasanya yang menjadi "korban" dalam masalah ini harus memutuskan apakah perselingkuhan ini akan terus
menyebabkan dirinya berada dalam negative feeling yang kemungkinan besar berperan mendorong ke arah perceraian, atau malah dapat memaafkan dan memberi kesempatan baru kepada pasangan?

Bagi pasangan yang masih ingin mencoba untuk menyelamatkan perkawinan, memaafkan juga
berarti pasangan tersebut, khususnya pihak yang diselingkuhi, telah mampu untuk mengambil satu langkah maju yaitu berhasil merasionalisasikan rasa marah, sakit hati, dan perasaan negative lainnya yang dirasakan.

Gw yakin, seorang dewasa yang bijaksana dan matang akan berpikir secara positif dan juga tidak picik di dalam menghadapi seberat apapun persoalan di dalam hidupnya, termasuk dalam perkawinan. Dan hanya masing-masing individulah yang tau batas ketahanan, kesabaran dan toloeransi dari setiap masalah yang dihadapi. Tidak sama antar individu dan tidak bisa disamakan ataupun menyamakan.

- It takes time
Make sure the affair has ended and allow time to go by before you see
dramatic change. Mungkin kita akan terus curiga untuk waktu yang tidak
bisa ditentukan, padahal gw yakin kita ga pengen ngerasa curiga karena
selalu ngerasa curiga ke pasangan kita adalah hal yang paling2 tidak nyaman
tidak hanya untuk kita tetapi juga untuk pasangan. However, just let it be
because if only we are committed to work together, our marriage could become
stronger and trust can be restored.

- Terimalah dengan tulus permintaan maaf dari pasangan
Hal ini hanya bisa dilakukan apabila kita BENAR2 telah merasa siap
untuk menerima maaf dari pasangan. Biasanya perasaaan benar2 untuk
menerima maaf dari pasangan setelah kita melawati proses perasaan
dikhianati, perasaan dibodohi, perasaan dikecewakan, dan perasaan dipermalukan.
Tetapi besarnya rasa cinta dan keinginan untuk menyelamatkan perkawinan akan menolong kita untuk overcome semua perasaan negative itu.
Dan ketika akhirnya tiba saa kita siap untuk mendengarkan mengenai masalah ini secara lebih detail, disitulah berarti kita juga telah siap untuk menerima maaf dari dan memberikan maaf untuk pasangan.

- If we forgive, others may not
Ketika merasa tersakiti, tentunya kita akan merasa membutuhkan
someone to share with atau butuh curhat ke semua orang. Tetapi hati2 sebaiknya
pilihlah orang2 yang bisa bersifat netral alias tidak
memihak, apalagi kalo akhirnya kita lebih memilih untuk menyelamatkan
perkawinan kamu. Karena kalo kita curhat ke orang yang lebih berpihak
ke kita, misalnya ke anak2, ke sodara atau ke orang tua, maka ketika kita sudah
berbaikan dan menerima kembali pasangan, pihak ketiga ini belom tentu bisa
menerima dan memaafkan pasangan sepenuhnya. Mungkin saja mereka
maseh merasa kesal melihat dan mengingat tindakan yang telah menyakiti seorang ibu, seorang kakak, seorang adik, dan seorang anak yang mereka
kasihi. Just remember, if our relationship survives, we'll surely expect
others to accept our partner..mistakes and all.

- Forgiving a cheating spouse does not mean we forgive what he/she did
Apabila memutuskan untuk memaafkan, bukan berarti kita setuju atas
tindakan perselingkuhan yang pasangan kita telah lakukan. Karena
bagaimanapun perselingkuhan telah merusak janji suci yang diucapkan
pada waktu kita menikah, telah merusak pondasi kepercayaan dan komitmen, dan
suatu perselingkuhan tidak bisa dianggap ringan begitu saja. Jadikanlah
ini suatu pembelanjaran bagi kita sendiri, dan juga terutama untuk pasangan
supaya tidak mengulanginya lagi.

Mengapa Penyelewengan Terjadi??


Kali ini, gw ingin menulis sedikit lebih detail mengenai 'Mengapa Penyelewengan Sampai Terjadi'dengan batasan gw hanya membahas mengenai penyelewengan yang terjadi dalam perkawinan karena penyelewengan itu tidak hanya menimpa pasangan yang menikah saja, tetapi juga pada pasangan yang maseh dalam status berpacaran. Tulisan gw ini juga tentunya hanya berdasarkan pemikiran atas beberapa informasi yang gw dapat dimana sah-sah aja apabila kemudian teman-teman sekalian mempunyai pemikiran dan pendapat lain. Yang jelas, dalam hal ini gw berusaha memisahkan perasaaan subyektif gw sebagai wanita dengan mencoba untuk mengutamakan penerapan logika sebagai seorang manusia, bukan sebagai seorang wanita maupun pria. Juga mengesampingkan unsur-unsur idealisme, kemunafikan beralasan norma-norma dan etika, ataupun feminisme. Jujur, ini hanyalah pikiranku sebagai seorang manusia biasa yang mencoba melihat dan menulis dari sudut pandang seorang manusia normal tanpa bermaksud membela, membenarkan ataupun menyudutkan pihak-pihak tertentu.

Sepanjang maseh ada perkawinan, kemungkinan besar perselingkuhan juga akan terus terjadi.
Ketika sepasang kekasih saling jatuh cinta dan kemudian meneguhkan cinta mereka dalam ikatan pernikahan yang dilandasi janji suci di depan Tuhan. Janji suci untuk saling setia sampai hanya maut yang memisahkan. Janji ini seakan-akan menyatakan bahwa 'kesetiaan' adalah kunci dari kebahagiaan dan kelanggengan suatu perkawinan. Sekilas terlintas dalam pikiran, sepertinya seh tidak susah ya menjamin kesetiaan ini, karena sebagian besar pernikahan tentunya dilakukan oleh sepasang manusia saling mencintai dan menyayangi. Dan saking saling cinta dan sayangnya, sehingga mereka pun mantap untuk berikrar sehidup semati dalam pernikahan. So, kesetiaan pun pasti otomatis sudah menjadi bagian terpenting dari rasa cinta yang mereka miliki. If it does so, apa susahnya dunk? Lalu kenapa maseh ada saja perceraian terutama menimpa pasangan yang menikah karena atas dasar saling cinta dan kasih sayang? Apakah kemudian janji suci ini hanya berupa ucapan manis di bibir aja atau hanya merupakan bagian prosedur dari suatu rangkaian proses panjang perkawinan yang harus dilakukan? Dan kemudian bagaimana mungkin seseorang dapat mengkhianati dan melukai perasaan pasangan yang (katanya) dicintainya bahkan dinikahinya?

Mungkin karena sifat dari sebagian besar manusia yang dinamis, yang selalu berubah-ubah, yang selalu mencari tantangan juga merupakan salah satu faktor umum penyebab terjadinya perselingkuhan. Perselingkuhan umumnya bersifat rahasia, main belakang. Dan biasanya kegiatan yang bersifat menantang bahaya bisa memacu hormon adrenalin yang sekejap dapat merubah kehidupan yang tadinya monoton terlihat menjadi sangat menggairahkan.
Perselingkuhan bagaikan permainan judi, bagaikan permainan rullet Rusia dimana pemainnya sadar harus berhenti sebelum hancur lebih dalam tapi tak kuasa untuk menahan godaan yang sangat menantang, memabukkan tetapi juga sekaligus mematikan.

Gw juga berpendapat perselingkuhan itu tidak mengenal gender, tidak membeda-bedakan jenis kelamin pria dan wanita. Tidak juga mengenal subyek dan obyek atau siapa yang memulai duluan. Mau siapa yang duluan punya niat berselingkuh, baik pria maupun wanita, tetap aja sepasang manusia yang berselingkuh itu ya pelaku perselingkuhan.

Untuk manusia yang berjenis kelamin laki-laki, pemicu bagi mereka untuk melakukan perselingkuhan antara lain adalah:
- putus asa dalam menjadi hubungan perkawinan yang bermasalah
- risk taker alias senang bersinggungan dengan bahaya yang bisa "menyelamatkannya" dari kebosanan hidupnya sekarang
- laki-laki adalah makhluk yang sangat menjungjung tinggi ego-nya sebagai seorang pria jantan dan pengakuan dari banyak wanita akan hal ini adalah sangat penting baginya
- iseng mencari pengalaman seksual baru
- kadar keimanan yang lemah
- balas dendam atas perbuatan pasangan yang telah menyakitkan dirinya
- sering kali mereka beranggapan ini hanya one night stand, one short term
- sering kali juga mereka beranggapan perselingkuhan mereka tidak akan sampe ketauan, dan kalopun ketauan biasanya pasangan mereka, para kaum wanita, akan dapat memaafkan mereka
- apalagi sepertinya sudah menjadi konsepsi sosial dalam masyarakat bahwa lumrah-lah seorang laki-laki melakukan perselingkuhan, sedangkan apabila wanita yang menjadi pelaku perselingkuhan akan lain lagi ceritanya
- pria tersebut benar-benar jatuh cinta dan tidak bahagia dalam perkawinannya

Sedangkan untuk kaum wanita, mungkin motif terjadinya perselingkuhan disebabkan karena:
- meningkatkan rasa percaya diri bahwa maseh ada yang menyukainya
- jatuh cinta (pastinya) :)
- perkawinan yang bermasalah
- rindu akan masa-masa jatuh cinta
- mencari rasa nyaman dan keintiman
- seks yang nyaman dan menyenangkan
- sifat dasar

Namun sekali lagi seperti yang telah gw sebutkan sebelumnya, apapun motif dibelakangnya dan terlepas dari apakah perselingkuhan itu dilakukan terlebih dahulu oleh sang suami atau sang istri, kedua belah pihak tetaplah sebagai pihak utama yang sama-sama bertanggung jawab mengapa perselingkuhan ini sampai terjadi.
Perselingkuhan tidak akan bisa terselesaikan apabila kedua pihak tidak bisa memahami dirinya sendiri dan pasangannya. Tanpa kesadaran dan komitmen untuk bekerja sama menyelesaikan masalah, kejadian ini tak mustahil akan terus terulang kembali.

Sepanjang sang wanita, sang istri menolak untuk memahami penyebab penyelewengan yang dilakukan suaminya, maka suaminya pun akan terus berdusta dan menipunya. Jadi jangan menyalahkan sang suami terlebih dahulu, apalagi sampai menyalahkan dan mencaci maki sang wanita selingkuhan seperti biasa yang dilakukan para sang istri yang terluka. Para sang istri ini tidak berani untuk menghadapi akar permasalahan yang terjadi dalam hubungan perkawinannya, akan tetapi perasaan dan harga dirinya yang terluka membutuhkan pemuas, membutuhkan sasaran lain yang menjadi obyek luapan amarahnya, dan biasanya sang wanita selingkuhan lah yang menjadi targetnya. Akan tetapi, ini tidak akan menyelesaikan masalahnya malah akan membuat permasalahan menjadi lebih rumit.

Begitu pula, sepanjang pihak suami juga menolak untuk mengakui kesalahannya dan belajar untuk mengambil pelajaran dari kesalahannya, maka kebahagiaan dan kepuasan hidup yang di harapkannya tidak akan pernah bisa terwujud, dari siapapun dan seberapa banyaknya para wanita yang hadir dalam hidupnya.

Ayolah, manusia dianggap sebagai makhluk dengan derajat tertinggi dengan segala kecerdasan dan keberadabannya maka keistimewaan ini pula lah yang harus diingat untuk tidak langsung menyalahkan orang lain sebelum mampu untuk mengoreksi diri sendiri.

Jika Vie Menjadi Istri Yang Diselingkuhi Tetapi Masih Ingin Mempertahankan Perkawinan...What Will I Do Then?



Note gw yang tentang pengalaman dilabrak istri sang konsultan mendapatkan tanggapan berbentuk suatu pertanyaan.
"Andaikan gw adalah istri yang diselingkuhi, akankah gw berlaku sama dengan istri sang konsultan yang main 'Hantam Bleh' atau malah nyante2 aja?"
Catatan tambahan: Sang pacar suami tau kalo suami sdh berkeluarga, cuman cuek aja.

Dan, jawabannya adalah sebagai berikut :

Kalo gw seh ga akan nemuin perempuan selingkuhan suami.
Buat apa? udah jelas-jelas dari awal perempuan itu tau sang pria sdh berkeluarga tapi sang cewek tetep keukeuh ga mau ngalah.
Dan bisa aja kan setiap kali gw nemuin tuh perempuan, trus prempuan itu ngarang cerita yang gak baik ke suami gw (misal gw ngelabrak dia marah2, pake mukul segala padahal dia udah minta maaf, en bla bla bla)....walopun kenyataannya gw seh nemuin perempuan itu secara baik2.
Nah, karena mendengar komen yang tidak begitu baik dari selingkuhannya itu, maka suami akan semakin tertantang egonya untuk melindungi selingkuhannya sebagai pihak yang lemah dan teraniaya yang bisa saja malah membuat sang suami semakin tidak bisa meninggalkan selingkuhannya karena melihat selingkuhannya yang sudah mau berkorban sedemikian rupa alias rela2 aja dilabrak, dimarah2in, dan diperlakukan tidak baik demi pacarnya.

So, apabila gw maseh berkeinginan untuk mempertahankan suami dan menyelamatkan perkawinan, daripada melabrak sang perempuan lebih baik gw:



Pertama, mencoba untuk koreksi diri sendiri.
Walaupun bukan gw yg memulai perselingkuhan tetap saja ada porsi diri gw yang mendorong suami untuk melakukan perselingkuhan. Misal bisa aja suami merasa gw agak2 mendominasi (always telling him what to do). Hal ini kalo dilihat orang luar seh sepertinya gw sangat memperhatikan suami - "wah baju suami kamu bagus ya dan rapi banget, pasti kamu istri yang baik deh sampe memperhatikan hal-hal kecil seperti ini" - padahal belum tentu suami suka memakai baju pilihan gw, cuman ga berani bilang aja atau males mendengar omelan sang istri.

Kedua, ajak suami untuk lebih berkomunikasi dengan baik dan benar....ingat ya..berkomunikasi, jangan menyalahkan, menekan ataupun marah2, karena lelaki biasanya makin dimarahi dan ditekan akan makin tertantang egonya sehingga menjadi makin defensif. Berkomunikasilah secara baik2 ma suami..tanyakan apa yang kurang dari peranan kita sebagai istri di matanya? Apa keinginan dan harapan suami? Apakah suami juga maseh ingin tetap mempertahankan perkawinan? Lain halnya kalo sang suami tidak ingin mempertahankan perkawinan alias tidak ingin diselamatkan oleh kita dari kehancuran perkawinan....en then...mengapa juga kita maksain lebih lanjut untuk menyelamatkannya??

Ketiga, semakin memperlihatkan rasa sayang dan cinta kepada suami.
Perlakukanlah suami secara extraordinary dengan tulus ikhlas..bukannya mau membuat suami manja ya....tapi dengan cara ini mudah2an suami bisa lihat ketulusan dan besar hati kita untuk tetap bersamanya hidup berkeluarga....dan secara otomatis suami akan merasa tetap bahkan lebih dibutuhkan dan diterima oleh keluarganya biarpun seberapa fatal dan besar kesalahan yang dia buat. Ini akan mengetuk hati suami yang akhirnya akan malu pada dirinya sendiri karena telah sempat menyia-nyiakan keluarga yangmempunyai segudang rasa cinta, kasih sayang, pemakluman dan penghargaan yang tulus tak menuntut balas pada dirinya.

Jadi kalo apapun yang terbaik yang dia inginkan sudah ada dalam keluarga...kenapa mesti cari2 di luar?

Bertahan Dalam Perkawinan Yang Tidak Bahagia...Akankah Mungkin??



Menyambung tulisan aku sebelumnya yang berjudul "Bercerai Atau Tetap Bertahan? Namun Ada Anak-Anak", apabila seseorang memutuskan untuk bertahan daripada bercerai (yang telah menjadi pilihanku), mungkin alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangannya ada yang sama dengan apa yang dikatakan oleh Dr Randy carlson yang mengatakan bahwa ada 10 alasan mengapa seseorang lebih memilih untuk bertahan dalam perkawinan daripada bercerai, yaitu:

1. Karena Tuhan membenci perceraian.

2. Karena perkawinan adalah salan satu bentuk murni dari cinta Tuhan terhadap manusia sehingga tidaklah layak untuk dihancurkan.

3. Karena perceraian akan menyakiti keluarga yang kita sayangi, terutama anak-anak.

4. Karena kemungkinan perkawinan-perkawinan selanjutnya mempunyai resiko perceraian dan ketidakbahagiaan yang lebih besar daripada perkawinan pertama.

5. Karena perceraian sering mengakibatkan masalah kesulitan keuangan yang serius.

6. Karena perceraian menyebabkan keluarga bercerai-berai.

7. Karena perceraian dapat menyebabkan seseorang kehilangan segalanya.

8. Karena cinta yang hilang dalam perkawinan dapat diperoleh kembali apabila pasangan tersebut benar-benar berniat untuk mewujudkannya.

9. Karena perkawinan sangat baik untuk kesehatan.

10. Karena perkawinan akan membentuk karakter pribadi yang baik.


Jika Dr Randy Carlson menuliskan sebanyak 10 alasan untuk mempertahankan perkawinan, maka diriku ini berpendapat hanya ada 3 hal mendasar yang sangat perlu untuk diperhatikan dan diingat apabila sepasang suami-istri ingin tetap menjaga perkawinan mereka.

1. Anak-anak (pastinya!)
Pasangan yang memilih perceraian sebagai opsi keluar untuk kondisi ketidakbahagiaan yang mereka rasakan, memusatkan kebahagiaan diri mereka sendiri sebagai point utama. Mereka berpendapat bahwa apabila mereka tidak bahagia, walaupun bertahan dalam mperkawinan, maka ketidakbahagiaan itu akan menular kepada anak-anak.

Sedangkan bagi pasangan yang memilih untuk bertahan dalam perkawinan, berpikir dan berpendapat kebalikan. Mereka berpikir walaupun ini menyangkut hidup mereka, tetapi hidup dan kebahagiaan mereka bukanlah segala-galanya. Kebahagiaan anak-anak adalah yang menjadi pusat perhatian. The center of the universe should be our children's happiness.

Our children should be our highest priority. Perceraian orangtua yang menyebabkan perpisahan antara anak dan salah satu orangtua akan menyebabkan anak-anak menjadi tidak bahagia. Sekali lagi, staying married is about making choices that are not just about us.
We make the choices based on higher goals, and not on what makes us happy this moment.

2. Kebahagiaan
Everyone gets upset or angry and couples start feeling distant. But please be happy always. How To get happy? Just learn to make our own happiness. Please realize that it is not the job of our kids, our husband/wife, or any other person in the world to make us happy. Its all up to us to do that to assure our own happiness, no matter how difficult the situation around us.

3. Be positive always
Daripada terus memfokuskan pikiran pada hal-hal yang menjengkelkan, menyesakkan dada dan hampir meledakkan kepala, maka lebih baik dan berguna apabila kita merubah pandangan dan pikiran pada hal-hal atau sesuatu yang bersifat positif dan menyenangkan.

Well....emang sih teori mah mudah banget diucapkan tapi prakteknya widihhhh susah bangettttt. Namun, inget lagi deh kalo sepasang manusia yang tadinya saling mencintai tidak lantas tiba-tiba aja cinta bisa hilang begitu saja kan? Cinta 'berasa' hilang karena ya tadi itu gara-gara saling berkonsentrasi pada kesalahan pasangan. We only focus on what we dont like or dont want in our couple anymore.

So...to ease the positive feeling back again, jsut try to remember and grab the old feeling we had when we love and then got married for the first time...remember the joy and excitement....remember all the lovely and the sweetest moment. Feel the love back again into our soul.



At last, apapun ragam alasan yang mendukung keputusan sepasang suami-istri untuk bertahan dalam perkawinan, hendaklah sikap dewasa dan legowo itu beserta tekad yang kuat untuk tetap menjaga kelangsungan perkawinan harus tetap ada. Apabila dirasakan perlu untuk mendapatkan bantuan dari tenaga profesional seperti psikiater, maka carilah dan dapatkanlah! Jangan gengsi ataupun malu. Having the determination to re-connect, get professional assistance and stay together in a renewed commitment to marriage, that would absolutely be ideal. The entire family will benefit and the healing will be a blessing. We married for love, so then stay married for love. We can have a happy marriage, if we believe we can. Just keep be sure of that!