From Career Oriented Woman To Be 100% Full Time Wife & Mother...Is It Choice OR Sacrifice?


Seorang teman bertanya,"Vie, sewaktu lo masih menikah dan memutuskan untuk tidak bekerja alias menjadi 100% ibu rumah tangga, apakah keputusan lo itu merupakan suatu pilihan atau suatu pengorbanan dan pengabdian seorang istri terhadap permintaan suami? Lalu apakah lo bahagia dengan pilihan yang diambil saat itu?"

Ahh.....pertanyaan ini membawa diriku kembali ke dalam memori masa enam tahun lalu. Awal masa-masa perkawinan dimana mantan suamiku meminta diriku ini untuk melepas pekerjaanku di Jakarta, pindah bersamanya ke Medan, dan tidak hanya itu, sang mantan juga meminta aku untuk tidak bekerja.

Hm....suatu permintaan yang sulit sekali untuk dipenuhi. Terlepas dari seberapa besarnya rasa cinta dan niat pengabdian untuk menjadi seorang istri yang baik dan taat pada suami, melepas pekerjaanku, mengikuti suami pindah ke kota yang sama sekali baru dan asing bagiku serta akan berstatus 'jobless' disana, seakan-akan aku harus totally mengenyahkan dan melupakan sejumlah gaji yang selama ini dapat membuat diriku merasa mandiri, challenge, social life, and recognition for all my many years of study and work.

So now those question make myself wondering: Was my decision (at that time) a choice? Or a sacrifice? Perhaps a little of both?

Waktu itu keputusanku adalah memenuhi semua permintaan suamiku yang tentunya berdasarkan alasan yang dapat diduga dengan mudah oleh semua orang. Family needs and urgency came first. Suatu alasan yang dianggap mulia dan sudah seharusnya diambil oleh setiap istri dan ibu di dunia ini. Tetapi apakah diriku benar-benar sudah bisa bilang dengan seyakin-yakinnya HELLO WORLD...I AM TOTALLY HAPPY WITH MY DECISION & WILL NEVER EVER REGRET IT!

The fact was at that time though I knew I was making the right decision, there was a part of myself was grieving. Terkesan egois dan menyesali?? Mungkin. “But a part of me wonders when will it be my time. What about my dreams? I mean, when I got married, I knew marriage would be hard work and I had to letting it pass me by.”

For myself, I think there are both choice and sacrifice. Aku yakin sekali diriku ini tetap mempunyai semangat yang sama apabila diberikan kesempatan kedua untuk dapat mengejar segala cita-cita dan ambisi karirku. Tapi...hidupku ini tidaklah akan sama seperti dulu lagi. Tiap episode hidupku sekarang ini tidaklah lagi hanya diriku dengan segala keinginanku sebagai pemain utama, ada beberapa individu baru yang masuk ke dalam kehidupanku, memainkan peran yang porsinya sama besar dan saling tergantung serta terkait satu sama lain.

Suatu pernikahan tidak berlangsung lancar dengan sendirinya. Anak-anak tidak langsung tumbuh besar dengan sendirinya. Keberlangsungan pernikahan dan tumbuh kembang anak-anak butuh keterlibatan orang-orang dewasa yang berkepentingan di dalamnya.

Make peace with what we give up? I doubt that ever happens. Sometimes, when big opportunities come along or I feel buried in the enormity of my responsibilities, reality crunches dreams down a scale or two. And it can hurt…for awhile anyway. But I guess we are,parents, should be proud of ourselves when we sincerely let the heart lead us to choose and sacrifice anything that we believe is the right thing for the future of our family.

So friends...if it happens to yourself, what would it be a choice or a sacrifice?